Trial 0 - Starting line

191 26 12
                                    

"Demi apa dapet 90 tiket lagi ? Rie lu ngecheat ah ga rame !" Rengek seorang gadis dengan rambut coklat tua pekat memandang 'Rie' yang sedang berlutut, menunggu dengan sabar saat tiket dari sebuah mesin permainan arcade keluar dari tempat persembunyiannya.

"Yee akuin aja gue hebat deh !" Seru 'Rie', tersenyum jengkel.

Rie memiliki rambut bewarna coklat chestnut setengah punggung. Rambut tersebut diikat dengan tataan yang asing dilakukan oleh remaja zaman sekarang, penuh dengan kepangan. Poninya ia jepit dengan jepit rambut aneka warna. Sebagai pelengkap, ia menggunakan kaca mata bulat dengan frame tipis bewarna emas.

Kedua remaja tersebut terus berdebat, membelah telinga setiap orang yang mendengarnya. Ada satu orang lagi di kelompok mereka yang hanya diam mengabaikan kedua sahabatnya yang bertengkar. Rambutnya coklat 'birch' lebat dan ditata dengan gaya space buns. Jepit rambut kecil berwarna cerah menghiasi rambutnya yang berwarna terang. Tingginya kurang dari rata - rata untuk ukuran 15 tahun. Jarinya terlihat sedang menari di atas layar kaca handphonenya. Sedangkan tangan kirinya sedang menggenggam segelas lemonade yang ia hisap melalui sedotan.

Trak !

Si mesin pun berhenti mengeluarkan tiketnya. Dengan hati berseri - seri, Rie pun menarik tiket yang ia dapatkan dari hasil bermain tadi. Tiket berwarna kuning muda dengan tulisan 'Arcadium' itu ia genggam dengan bahagia sebelum ditunjukkan kepada dua orang sahabatnya.

"Total hari ini jadi 862 deh !" Pamernya dengan bangga. Rie terus menerus membanggakan tiketnya sedangkan teman - temannya memandang tidak peduli.

Lawan bicaranya—Renova, memiliki proporsi tubuh yang lebih tinggi dari Rie. Ia memiliki mata setajam berlian. Kembali lagi dengan tren rambut aneh, ia memiliki gaya rambut yang tidak biasa— sanggul dan kepangan.

"Aah ayolah ! Kenapa kalian gak semangat gitu sih ?" Seru Rie resah.

Ia merangkul pundak si rambut 'Birch'—Qirani dengan tiba - tiba sehingga si pendek berteriak kecil. Wajahnya dapat dengan mudah digambarkan sebagai raut sebal.

"Ih apaan sih !" Protesnya kesal. Terpampang tulisan 'game over' di layar handphonenya yang agak retak itu. Rie tetap tersenyum tanpa dosa sembari memandang Qirani yang murka.

"Kalian kenapa sih ? bad mood ? apa kurang tantangan ? kalo lo mau, gue tantang kalian traktirin es krim di sebelah boleh hehe." Kedua sahabatnya tetap mengheningkan cipta dan memandang ke arah yang lain.

"Beli makan gak bisa, main ginian bisa. Heran gue," Qirani kembali menyeruput minumannya dengan sedotan logam yang ia bawa dari rumah.

"Alah bacot lo bukan emak gue yang tugasnya ngatur keuangan gue," Rienna nyolot secara spontan.

"Kalian kenal sama aku ?" Rie dan Qirani dengan sekejap menengok ke sosok ibu dalam kelompoknya itu. Renova terlihat sedang mengobrol dengan seorang dua orang cewe berseragam sekolah SMP yang sedang teriak kegirangan.

"Susah buat gak liat kakak yang pakai pakaian mencolok di sini ! Oh iya, kakak-kakak Void dimana ?" Celetuk si cewe berambut hitam antusias.

"TUH KAN VOID LAGI," Rienna menggeram kesal. Kedua orang tersebut mengalihkan pandangan mereka dari Renova ke Rie bagai disambar petir.

Langkah kaki Rie dapat terdengar ke seluruh penjuru ruangan. "Tau ga sih ? Skor gue sama Starlord di game 'Time Crisis' cuma beda satu, SATU," Ia menegaskan.

Rie berhenti berjalan dan menunjuk ke sebuah dinding hampa tanpa mesin arkade. Diatasnya dihiasi oleh huruf-huruf yang bila disatukan akan terbaca 'Hall of Fame'. Ternyata dinding tersebut merupakan takhta bagi orang-orang paling MVP (a.k.a. Most Valuable Person) dalam bermain permainan-permainan disana.

EndeavourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang