Trial 3 - First Thunder

75 18 8
                                    

Cicitan orang-orang di ruang makan adalah satu-satunya hal yang bisa Nathan dengar. Mereka tertawa dengan terbahak-bahak, mungkin lupa kalau sekarang hidup mereka sedang dalam bahaya. Nathan sendiri menginginkan kehidupan normalnya kembali. Menganggu kedua teman karibnya yang dapat ia anggap sebagai saudara setiap hari, kembali ke belajar di sekolahnya yang biasa, juga bertemu dengan orang tuanya yang sayang sekali kepadanya. Bila saja mereka tidak ikut lomba laser tag tersebut...

Ia duduk dihimpit oleh Matt dan Ryan seperti biasa. Didepannya duduk sisa anggota grup persahabatan terbaru mereka. Rienna terus mengeluh tentang sakit lehernya yang ia dapatkan karena telah tidur di lantai untuk dua hari berturut-turut. Yang lain hanya nyengir kuda mendengar komplainnya yang tak berakhir.

"SUT AH Bosen gue ngomongin sakit leher lo terus," Matt menutup mulut Rienna yang duduk di depannya, "gue masih punya banyak pertanyaan tentang kejadian kemaren."

Rienna menganggukkan kepala mengerti, "Oke, apa yang ingin kalian tau ?"

Ke-tujuh anak itu mulai ribut berebut jawaban dari Rienna. Mereka melontarkan semua pertanyaan yang mengganjal pikiran mereka. Kejadian kemarin memang membuat mereka resah, gagal terlelap— entah takut bertemu hantu yang kemarin Rienna ceritakan atau hanya takut Si gadis tiba-tiba membakar tubuh temannya menggunakan laser barunya.

"Gue ragu kekuatan ini bisa ngebunuh kalian." Tawa Rienna masam. "Aura gue— light mungkin adalah kekuatan paling efektif untuk melawan Blackshadows. Sayangnya aura ini gak begitu berguna untuk melawan manusia atau monster. Gue hanya bisa menyilaukannya," jelas Si gadis yang sekarang memandang tangannya yang kosong. Mata birunya berpendar pelan semakin lama ia memandang telapak tangannya.

"Lo kedengerannya yakin, tau dari mana ?" Tanya Matt ragu.

"Feeling, rasanya tiap menit pasti ada informasi yang masuk ke otak gue," Jawab Rienna, mengetuk-ngetuk kepalanya.

"Gue punya pertanyaan yang bagus." Rienna menyiapkan telinga untuk mendengar pertanyaan dari Nathan. "Aura itu apa ? Dan apa gunanya ?"

Teman-temannya hanya menertawakan pertanyaan Nathan yang dikira cukup bodoh.

"Lo liat kemaren dia ngapain ? Itu namanya aura. Kesimpulan dari gue ; dia punya kekuatan," jawab Qirani dengan wajah sangarnya yang khas. Rienna membalas dengan menggelengkan kepala pelan.

"Mungkin, tetapi entah kenapa gue ngerasa ada informasi yang hilang. Gue merasa penjelasan itu kurang— sangat kurang detail." Pemikiran ini hanya membuat Rienna makin pusing. Alisnya terus mengerut, menahan rasa sakitnya sembari berusaha terlihat sedang menjadi seorang jenius.

"Tebakan gue, aura ada hubungannya dengan diri lo sendiri. Entah dengan kesehatan lo, pikiran lo, bahkan sampai hidup dan mati."

Fasya akhirnya muncul setelah menyembunyikan kepalanya di bawah meja karena kantuk berat. Matanya hampir tertutup total. "Gue punya firasat buruk tentang kekuatan ini, Rienna."

Matt tertegun pelan sebelum tertawa garing, "Oke anak-anak siapa yang siap mati ? Ryan ?"

Dari 8 orang, Ryanlah satu-satunya orang yang tidak berkontribusi pada keributan di pagi hari. Ryan terus melirik sembari menutup telinganya. Keadaan jadi semakin ricuh oleh pertanyaan. Sudah pasti, Ryan tidak menikmati saat tersebut."Lo semua diem, atau gue yang pergi dari sini ?"

Suasana tidak berubah jadi hening, hanya terdengar tawa Matt yang makin keras, "Aduh dude sejak kapan lo PMS sih ?"

Brak !

Pintu yang menghubungkan lorong utama dan ruang makan terbanting keras olehnya. Matt membelakkan matanya kaget. Ia menghela nafas panjang, "Sejak tadi ternyata ? Anjir asli jadi cewe dia."

EndeavourTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang