Mingyu tak menemukan keberadaan Minghao sekembalinya ia ke lapangan basket bersama dengan Wonwoo. Yang tersisa hanyalah sepeda yang tergeletak mengenaskan di sisi lapangan bersama almamater Mingyu yang sudah berhias pasir. Minghao pasti sudah marah padanya karena telah ditinggal sendirian selama belasan menit. Mingyu hanya bernapas pasrah, menuntun sepedanya pergi dari lapangan bersama Wonwoo yang membuntutinya di belakang dengan canggung.
Wonwoo memalingkan wajahnya ketika Mingyu mulai menoleh padanya. Lalu Mingyu kembali memfokuskan pandangan ke depan seraya mengatur napas panjang.
"Apa kau tak terluka?"
Wonwoo mengangkat alisnya ketika Mingyu bertanya. "Jelas aku terluka. Kakiku pasti sudah lecet." Jawabnya merengut.
"Rasanya kau hanya berlari tak sampai satu kilometer."
"Kau tidak lihat aku berlari memakai wedges??"
Mingyu melirik sandal yang masih melekat di kaki Wonwoo, lantas mengernyit heran. "Bagaimana kau bisa cepat berlari dengan itu? Kau tidak terkilir?"
"Banyak tanya. Kau ini sengaja atau apa?"
Mingyu berhenti, menoleh pada Wonwoo dengan tatapan kesal. "Apa maksudmu?!"
Wonwoo membuang tatapan ke arah lain. "Kenapa kau tak mengakuinya? Kau pasti senang mendapat kesempatan berdua denganku seperti ini. Kau sengaja mencoba perhatian agar aku luluh padamu, iya kan? Tsk. Semua laki-laki sama saja."
Mingyu mengeluarkan napas berat, kedua matanya mengarah ke atas sebagai ungkapan jengkel, kemudian segera menaiki sepedanya. "Sampai jumpa."
Wonwoo mendelik kaget, menatap tak percaya pada punggung Mingyu yang kian menjauh bersama sepeda yang dikayuhnya.
Hell. Berani-beraninya dia meninggalkan gadis cantik seantero sekolah di gang sempit gelap seperti ini?! Besar sekali kepala pemuda itu!
Wonwoo berdecak. Ia melepas sandal tinggi yang dikenakannya, lalu menentengnya berlari mengejar Mingyu yang mengayuh sepeda dengan santai.
"Kau!"
Mingyu berpura-pura tak mendengar, tetap mengendarai sepedanya dengan raut datar untuk mengabaikan perempuan tak waras yang paling dihindarinya selama ini. Namun sebuah tangan yang menahan sadel belakang sepedanya membuat Mingyu oleng dan nyaris saja jatuh merebah ke aspal kalau saja kaki panjangnya tak turun menyentuh permukaan jalan untuk menahan keseimbangan. Mingyu menoleh kesal pada Wonwoo yang menunduk terengah-engah memegangi perutnya.
Wonwoo mengangkat wajahnya dengan kernyitan marah, kemudian dengan lancang duduk miring di sadel belakang sembari menepuk-nepuk pundak Mingyu. "Jalan!"
Mingyu tertawa sinis. "Tidak. Turunlah, aku mau pulang."
"Jangan sok jual mahal di depanku. Kapan lagi kau punya kesempatan mengantarku pulang?"
Mingyu memejamkan matanya dengan menggertakkan rahang geram. "Maaf, ibuku tak akan membukakan pintu jika aku pulang terlambat. Turun."
Wonwoo tersenyum tenang, menggeser kepalanya untuk menatap sisi wajah Mingyu yang sama sekali tak bersahabat.
Tidak. Tidak mungkin ada satu pun laki-laki yang menolak Wonwoo. Apalagi Wonwoo tak pernah sekalipun membiarkan para pria mendekatinya dengan mudah seperti yang dilakukannya sekarang pada Mingyu. Ah, mungkin itu dia poinnya. Wonwoo kini paham bagaimana perasaan Mingyu saat ini. Ia sudah sangat berpikir positif bahwa Mingyu sebenarnya hanya malu dan salah tingkah saja.
Benar. Tak ada yang menolak uluran Wonwoo. Tak mungkin Mingyu tak menyukainya. Sangat tidak normal apabila Mingyu tak tergugah pada gadis sepertinya. Mingyu pasti hanya gengsi saja untuk mengungkapkan perasaannya. Wonwoo yakin itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stray Cat • meanie gs
Hayran KurguMempesona, memikat, bergelimang uang. Sayangnya Wonwoo hanyalah kucing liar yang naif, agresif, dan mampu melukai siapapun kapan saja. Tetapi pemuda itu datang dengan pandangan hangat, menjinakkannya secara perlahan. 📆Apr 3, 2018