1

3.9K 205 21
                                    

Aku di sampingmu Langit.

Apa kamu mendengarku?

Aku sadar aku hanyalah cahaya yang menerangimu saat malam, lalu saat siang, mentari mu datang.

***

Happy Reading.

"Bulaaaannnn" teriak Mars kakakku, tepatnya kakak termenyebalkan. Dia kakaku tapi juga musuhku.

"Apaan sih Mars, berisik, gue udah bangun kali"

Aku membuka pintu dan menemukan Mars berdiri di depan pintu sambil berkaca pinggang.

"Lo mau bareng kan sama gue?"

"Iya"

"Kalau mau bareng, biasain bangun pagi!"

"Iya santai aja kali, orang baru jam.." Aku menghentikan kalimatku saat melihat jam menunjukan pukul 06.55.

"Hayoh jam berapa?" Tanya Mars sambil mengangkat sebelah alisnya.

"Lahh kok udah jam segini sih, astagaaaaa!!!! Lima menit lagi"

Aku berlari keluar rumah dan langsung masuk ke dalam mobil. Diikuti Mars dari belakang.

"Mars, kok gak bangunin gue sih!"

"Apa, apa lo bilang barusan, makannya kalau tidur jangan kaya kebo, terus aja salahin gue!" Mars berdecak kesal, lalu mengemudikan mobilnya dengan cepat.

Selama perjalanan kami saling berdiam diri, aku maupun Mars menciptakan keheningan yang terjadi sekarang. Mars memang menyebalkan, dan aku yakin dia juga menganggapku adik menyebalkan.

Tidak lama kemudian, kami sampai di sekolahku, untung saja gerbang masih di buka.

"Makasih kak Mars, nanti siang jemput lagi ya"

"Enak banget lu ngomong, sekarang gue yang kesiangan"

"Iya maaf deh, yaudah aku masuk ya dahhh kak Mars, makasih ya"

Aku membuka pintu mobil dan berlari ke dalam sekolah.

"Punya adik satu kaya punya adik seribu aja!"

Lalu Mars juga pergi ke kampusnya. Aku berjalan melewati dua koridor sekolah. Karena malangnya kelas ku berada di pojok, paling pojok dan menakutkan.

"Malangnya nasibmu Bulan"

Saat akan berbelok, bruk! Aku terjatuh karena tak sengaja bertabrakan dengan seseorang yang kini berdiri di hadapanku. Ya dia Langit, langit yang selalu aku rindukan.

Tapi semenjak aku putus dengannya, sikapnya sangat berubah dia jadi cuek, dingin, dan yang paling membuatku kesal adalah dia tak pernah senyum lagi kepadaku. Padahal aku sangat merindukan senyuman manisnya itu, yang mampu membuat Bulan bertahan hanya untuk memandangi senyumannya itu. Dan mungkin meskipun Langit tersenyum, sekarang itu bukan untukku lagi.

Dia mengulurkan tangannya, dengan maksud membantuku untuk berdiri.

"Gausah, aku bisa sendiri"

Antara Bulan & LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang