08 ¦ Merendah Untuk Selamat

101 15 2
                                    

Selama obrolan itu diam-diam Shawn mengamati Kejora. Mencoba menemukan apa yang membuat Bintang tertarik pada cewek satu ini. Manis, sudah pasti. Tidak perlu harus menatapnya lekat-lekat dan dari jarak dekat untuk menyadari fakta itu.

Senyumnya membuat cewek ini jadi semakin manis lagi. Bulu matanya panjang. Lurus dan hitam. Terlebih rambutnya yang bergelombang, membuat kesan tersendiri untuknya.

"Rambut lo emang kayak gini ya? Apa sengaja lo curly?" Tanya Shawn.

Kejora meringis, terlihat menjadi semakin manis, juga semakin menggemaskan.

"Ini sih gue catok sendiri, soalnya lucu kalo keriting gantung gini, hehe." Kejora menerangkan dengan nada riang.

"Oh gitu," Shawn mengangguk paham. Sesaat kemudian ia baru menyadari satu hal, nama yang di miliki oleh Kejora nyaris sempurna jika di pasangan dengan Bintang.

Bintang Kejora.

"Kalo boleh tau kenapa nama lo kejora? Btw nama lengkap lo?" Tanya Shawn kepo, yang di sambut senyuman hangat milik Kejora.

"Hmm..."
"Jadi nama gue Kejora karena Bunda itu suka banget sama benda benda langit, terutama Bintang, gak tau kenapaa Bunda suka banget, sampe sampe tiap melem Bunda nyisihin waktunya untuk neropong bintang. Tadinya Bunda mau kasih nama gue ada Bintang bintangnya, tapi sayangnya gue anak perempuan jadi gak memungkinkan buat dikasih nama Bintang, jadi Kejora aja yang ada sangkutannya sama Bintang," ia tersenyum lebar lebar. "Kalo kata nyokap gue sih gitu."

"Dan nama panjang gue, sevita kejora."

Shawn tersentak, tetapi cepat cepat menutupinya, akhirnya ia temukan kenapa Bintang bisa menyukai cewek ini. Kecocokan nama.

Sepertinya ini bukan soal hati, hanya soal sepele. Persamaan nama, tapi masa iya Bintang semelankolis itu? Pasti ada hal lain,tapi tidaj ada waktu untuk memikirkan hal itu saat ini.

Berarti harus benar-benar direbutnya cewek ini dari Bintang. Soal hati, itu urusan nanti. Pasti mudah untuk jatuh hati pada cewek manis seperti Kejora di depannya ini.

....

Ketika Bintang sampai di depan SMA Seekang, suasana terlihat sepi. Hanya beberapa anak yang masih tersisa. Dan mereka bukan dari jenis yang doyan tawuran. Tapi di pintu gerbang, beberapa teman Shawn yang sudah dikenalnya terlihat berjaga-jaga. Begitu melihat kemunculan Bintang, mereka langsung bersikap siaga.

Bintang menepikan motornya lalu melangkah menghampiri mereka. Dua orang segera menyambutnya dengan tatapan yang benar-benar terfokus padanya, sementara sisanya menatap ke are sekitar dengan kewaspadaan yang sama tingginya.

"Gue dateng sendiri!" tegas Bintang, menatap dua orang kepercayaan Shawn tepat di maniknya.

"Apa?!"

"Jangan angkat dagu lo tinggi-tinggi gitu. Lo bikin gue marah, tau? Tundukin kepala lo!"

Dengan kedua rahang terkatup erat, Bintang menuruti perintah itu.

"Buka jaket lo. Kan gue udah bilang tadi, kalo bertamu yang sopan!" bentak cowok Seekang itu. Sekali lagi sambil merapatkan kedua rahangnya, Bintang menuruti perintah itu. Dia lepaskan jaket hitamnya. Sepasang mata cowok di depannya langsung bergerak ke sisi kanannya. Dia mendesis tajam.

"Ini lepas!" tiba-tiba cowok itu mengulurkan tangan kanannya. Dan dengan sekali entakan, badge nama sekolah yang terjahit di lengan kanan baju Bintang terlepas. Cowok itu kemudian maju selangkah dan mengacungkan badge itu tepat di depan muka Bintang.

"Lo nantang?" tanyanya. Kedua matanya menusuk tajam. Bintang membalas tatapan itu tapi pilih tidak menjawab. Cowok itu kemudian membanting badge di tangannya ke tanah. Mati-matian Bintang menahan gelegak kemarahannya saat bedge itu kemudian diinjak kuat-kuat.

Cowok Seekang itu kemudian mundur selangkah menjauhi Bintang. Utuk pertama kalinya dia mengalihkan tatapanntya ke tempat lain.

"Lo tau, gue paling seneng nonton film yang setting-nya zaman kerajaan. Tau adegan favorit gue?" cowok itu menoleh dan menatap Bintang dengan kedu alis terangkat. "Adegan berlutut!"

Penghinaan kali ini benar-benar sudah menyentuh harga diri Bintang. Tapi dengan adanya dua orang sandera di tangan mereka, Bintang tahu tidak ada jalan lain baginya selain bersikap kooperatif. Di samping itu, saat ini dia berada di kandang lawan, sendirian pula. Jadi lebih baik sadar diri dan menghentikan niat untuk berlagak ala superhero. Karena selain akan berakhir konyol, itu sia-sia pula. Melihat keterdiaman Bintang, cowok Seekang itu mengangkat kedua alisnya tinggi-tinggi.

"Gimana mereka?" tanya Bintang dengan desisan dan gigi-gigi terkatup.

"Eeem…" cowok itu berlagak berpikir. Kemudian ia menggeleng. "Nggak tau. Waktu mereka dibawa ke dalem, gue nggak ikut. Soalnya gue kebagian jadi satpam sih, jadi kudu satndby di gerbang."

Dia menerangkan seolah-olah itu percakapan biasa. Dan dinikmatinya raut muka cemas yang muncul di muka Bintang, terang-terangan.

"Cepet bayar harganya supaya bisa cepet gue cari informasinya."

Penghinaan itu sudah tidak bisa lagi dihindari. Dengan mengatupkan kedua rahangnya kuat-kuat, dengan mengepalkan kesepuluh jarinya erat-erat, Bintang berusaha menahan agar katup kemarahannya tidak sampai terbuka.

Dengan sepasang mata terarah lurus-lurus pada cowok di depannya, perlahan Bintang menekuk lutut kirinya. Dan seiring dengan itu, tubuhnya merendah. Dan sempurnalah ia  direndahkan saat cowok itu  kemudian menekuk lutut kanannya.

Shawn menyaksikan peristiwa itu dengan senyum puas yang tersungging lebar-lebar. Dia memang sudah meminta teman-temannya untuk jangan menghajar Bintang, karena penghinaan lebih tepat… dan lebih menyenangkan untuk dilakukan!

"Ikut gue," katanya sambil menggerakkan dagu, Bintang berjalan mengikutinya.

Apa yang dikihatnya membuat Bintang mearik napasnya lega. Kejora dan temannya itu beik baik saja, malah lebih dari sekedar baik. Keduanya seperti lupa bahwa ini adalah markas musuh besarnya.

Sementara kedua teman Shawn jelas menyadari kehadiran sosok menjulang yang berdiri di luar ruangan itu. Tapi sesuai perintah Shawn, keduanya tidak mengacuhkan sama sekali. Kemudian Shawn menggerakkan dagunya, memerintahkan temannya untuk membawa Bintang pergi.

"Time is up!" kata cowok yang berdiri di sebelah Bintang.

Bintang bergeming. Sekali lagi lewat sorot mata yang menembus bening kaca jendela, Bintang meminta kepastian pada Angga atas keselamatan Kejora dan Caca. Namun cowok di sebelahnya memetahkan pandangan Bintang dengan berdiri tepat di depan jendela. Tatapan mata yang tadi ditujukan Bintang untuk Shawn otomatis kini jadi tertuju pada cowok di depannya. Terhalang punggung temannya, Shawn menahan senyum kemenangan agar tidak tercetak di bibir, karena diapastikan itu akan berkembang jadi tawa.

"Kalo lo mau tu cewek-cewek tetep cuma diajak ngobrol doang, lo pergi sekarang!" cowok yang berdiri di depan Bintang memberi perintah dengan nada tegas.

"Lo bisa kasih jaminan?" ada nada ancaman dalam suara Bintang.

"Cewek yang namanya Kejora, nanti Shawn yang nganter pulang."

"Satunya?"

"Gue yang nganter."

"Bisa ngasih jaminan tu cewek dua selamet sampe rumah masing-masing?"

"Atas nama Shawn… iya!" cowok itu menjawab, lagi-lagi dengan nada tegas.

Atas nama Shawn. Satu kalimat pendek itu akhirnya meyakinkan Bintang.

Akhirnya tidak ada lagi yang bisa dilakukan Bintang selain sepenuhnya bergantung pada janji itu. Dia mengangguk meskipun kecemasan masih menggantung di dada dan kepalanya. Cowok di depannya menggerakkan dagu ke arah gerbang, kemudian berjalan pergi. Bintang kembali bisa melihat ke dalam ruangan.

Shawn masih duduk bersila di atas meja yang sama. Kali ini dengan sebatang rokok terselip di bibir. Amat sangat sadar dengan kemenangannya. Lagi-lagi Bintang hanya mampu menatapnya dengan menekan seluruh kemarahannya kuat-kuat. B kemudian mengarahkan pandangannya pada Kejora dan Caca, yang masih belum juga menyadari kehadiran pentolan sekolah mereka.

Dengan perasaan berat hati Bintang terpaksa memalingkan muka dan menyusul cowok tadi, berjalan ke arah pintu gerbang SMA Seekang. Ditinggalkannya sekolah itu dengan perasaan yang semakin berat lagi, karena sepenuhnya dia hanya bisa menggantungkan pada janji lawan.

BadCasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang