03 ¦ Kejadian Tak Terduga

186 30 6
                                    

"Cukup!!" tiba tiba dua buah tangan terulur dari arah belakang dan mencengkaram kedua tangan Kejora. Cewek itu menoleh dan mematung seketika. Dia cowok yang telah melindunginya dari sengatan sinar matahari, dia Bintang!

Tanpa sadar Kejora menjatuhkan tas yang sedaritadi ia genggam erat. Bukan hanya karena kedatangan Bintang yang tiba tiba, tapi juga karena genggaman kedua tangan cowok itu. Dan yang membuat Kejora sukses menahan nafas, karena tanpa sadar Bintang telah merengkuhnya. Posisi mereka kini membuat tatapan cowok seevit itu menajam.

Sementara itu Bintang menyapu seluruh pandangannya keruas jalan yang ada di depan sekolahnya. Tanpa sadar genggaman kedua tangannya pada Kejora menguat saat menyadari situasi disana semakin kacau. Dilihatnya anak anak SMA Seekang sudah hampir mencapai area di depan pintu gerbang. Pasti para guru sudah menutup gerbang dalam, mengantisipasi agar tidak semakin banyak siswa siswa yang mengikuti tawuran. Akibatnya kelompok Seevit jadi kalah jumlah.

Bagi Bintang, tawuran bukan hal yang baru. Tapi sekarang ada cewek bersamanya. Dia tidak bisa hanya diam saja, jadi mau tidak mau mereka harus masuk melalui gerbang samping yang jaraknya lumayan jauh. Anak anak SMA Seekang tidak pernah menyerang dari gerbang samping. Karena selain temboknya tinggi, pada guru juga selalu bersiaga disana.

"Cepeet pergi dari sini!" bisik Bintang ditelinga Kejora. Ia melepas rengkuhannya lalu tangan kanannya menggenggam pergelangan tangan kiri Kejora.

Sebelum meninggalkan tempat itu, Bintang menoleh kearah cowok Seekang yang sudah bangkit berdiri. Sesaat kedua cowok yang jadi pentolan dari sekolah masing masing saling melemparkan pandanngannya tepat di manik. Kemudian Bintang segera menarik Kejora kearah perempatan jalan. Dengan tatapan yang semakin menajam, cowok Seekang tadi mengikuti kepergian keduanya sampai hilang dari pandangan.

Dengan terges gesa, Kejora berusaha menyamai langkahnya dan langkah Bintang. Begitu mereka telah menikung dan cowok Seekang yang tadi mengikutinya sudah tidak terlihat lagi, baru ketakutan Kejora pecah. Ditarik tangannya dari genggaman Bintang hingga terlepas.

"Balik lagi yuk? Tadi tu cowok gue pukulin kenceng banget, takut kenapa napa!"

Sesaat Bintang tertegun menatap wajah pucat Kejora. Kedua mata Kejora mulai digenangi bebutiran air bening, yang menempel di bulu bulu mata saat kedua mata itu mengerjap. Bintang langsung berdengus geli, nyaris tertawa.

"Tenang aja tu anak gak bakal kenapa napa, emang lo kira yang tadi lo pukulin itu siapa?" Bintang menatap Kejora dengan kedua alis yang terangkat. "Tenang, dia pentolan anak Seekang, lo gak perlu khawatir."

Kecemasan pekat yang menyelimuti muka Kejora sontak lenyap. Ditatapnya Bintang dengan kedua mata yang terbelalak. Lagi lagi cowok itu mengangkat kedua alisnya.
"Kalo lo balik, kayaknya lo yang bakal kenapa napa, deh!"

Suara riuh yang samar samar terdengar menandakan anak anak Seekang telah pergi dari depan sekolah SMA seevit.

"Cepet lari! Mereka kesini!!" refleks Bintang meraih tangan Kejora. Keduanya berlari cepat menuju trotoar.

Ketika trotoar itu menikung ke arah gerbang samping sekolah, mendadak Bintang menghentikan larinya. Dua orang guru yang sedang berjaga disana adalah makhluk yang paling menyebalkan Bu Indah dan Bu Murti.

"Balik balik!!" bisik Bintang.

"Kokk??" Kejora menatapnya bingung.

"Yang jaga Bu Indah sama Bu Murti, ribet kalo berurusan sama mereka. Gue sih gak papa emang udah bad record dari lama, lo tuh baru kelas sepuluh cewek pula."

"Tapi gue kan gak ikut tawuran?"

"Nggak ada bukti kalo lo nggak ikut tawuran, apalagi nongolnya bareng gue."

"Tapi gue izin kok, gue juga udah bikin surat."

"Gitu? Oh kalo gitu sih gapapa, yaudah yuk!"

"Yaampun!!" seru Kejora tiba tiba. "Suratnya ada di dalem tas!"

"Hmm?" Bintang memutar kedua bola matanya. "Berarti gak ada pilihan, yaudah ayo buruan balik! Ntr keburu ketauan," mereka segera berbalik arah, menuju bagian belakang sekolah.

Pembangunan tembok itu belum selesai, tapi hampir. Jadi sedikit pagar besi yang tersisa masih berdiri. Kebetulan posisinya ada di belakang tembok ruang ruang laboratorium, jadi kemungkinan kepergok sangat kecil, kecuali kalau memang lagi apes.

Bintang segera memanjat pagar itu.
"Cepet Naik!" ia mengulurkan kedua tangannya, ia langsung menggelengkan kepala kuat kuat.

"Gak ada! Gue gak bisa manjat pager!" Bintang berdecak tak sabaran.

"Kalo nembus pagar bisa??"

"Ya nggak lah!" Kejora berdecak agak sebal.

"Nyabut paget sampe lepas dari beton?"

Lagi lagi Kejora menggeleng.
"Nggak."

"Ngerayap di tembok kayak spidermen?"
Kejora menggeleng lagi, kali ini tidak mengeluarkan suara.

"Berarti gak ada pilihan kan?"

"Ngg..."

"Cepeetan!" Bintang nyaris membentak saking tidak sabar lagi. Kejora menatap horor pagar di depannya sambil menelan ludah. Pagar itu tinggi, jadi tidak mungkin Kejora memanjat karena ia sedang menggunakan rok, bisa bisa roknya terangkat juga.

Bintang tau apa yang sedang berkecamuk di dalam otak Kejora. Cowok itu mantapnya lurus lurus.

"Nggak usah mikir yang aneh aneh. Cepet naik! Keburu ketauan guru yang patrol nih!" cowok itu mengulurkan kedua tangannya rendah rendah.

Terpaksa Kejora menyingsingkan roknya lalu memanjat besi besi pagar itu dengan bantuan Bintang.

"Pegangan yang kenceng," setelah Kejora berada di puncak pagar, Bintang melepaskan pegangan nya perlahan. Karena ia bisa merasakan tubuh cewek di sebelahnya gemetar.

Kemudian ia segera melompat ke halaman sempit di sebelah dalam.
"Lompat!" perintahnya sambil merentangkan kedua tangannya. Belum juga Kejora sukses melompat, tiba tiba terdengar suara bentakan keras.

"HEH KALIAN BERDUA!" seorang guru melangkah cepat ke arah mereka.

BadCasanovaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang