Sepagi itu gerimis sudah mengguyur kota Malang seakan ingin membasuh duka keluarga Zahid yang sedang berkabung. Zaky duduk termenung di kamarnya, menatap bayi mungil yang tertidur pulas. Mata lelaki itu membasah, tak kuasa menahan sedih. Anaknya kini piatu tanpa seorang ibu yang memeluk dan meggendongnya sepenuh hati.
"Sudah jam delapan, Zaky...." Tiba-tiba Bu Mita masuk dan mengusap lembut pundak putranya. "Kau belum sarapan juga, nanti sakit. Kemarin pun kau hanya makan sedikit."
Diusap lembut ibunya, air mata Zaky malah semakin menderas. "Ma, Nana...Ma? Kenapa dia meninggalkan Zaky?" isaknya.
"Zaky, sudahlah ikhlaskan semuanya. Nana sudah bersama Tuhannya, biarlah ia beristirahat dengan tenang. Kau harus sabar dan ridho," hibur Bu Mita.
"Tapi bagaimana dengan bayi kami, Ma. Siapa yang akan merawat, membelai dan menjaganya dengan kasih sayang? Zaky nggak sanggup menghadapi ini sendiri."
"Zaky, kau tak sendiri, Nak. Ada mama dan Zahid di sampingmu. Dan yang lebih penting. Allah selalu ada bersama kita. Percayalah, suatu saat kau pasti akan mendapatkan pengganti Nana yang bisa menjadi ibu yang baik untuk anakmu." Bu Mita menghibur putra sulungnya.
Tiba-tiba Zahid masuk ke kamar dan duduk di sebelah kakaknya. Pemuda itu memandang lekat ponakannya. Sungguh bayi mungil yang tampan, Zahid tersenyum.
"Kak, anakmu ini ganteng sekali. Persis banget sama Om-nya ini. Coba perhatikan, mulutnya mungil, hidungnya mancung, pipinya putih bersih. Zahid banget kan?" Zahid mencoba mengalihkan kesedihan kakaknya.
"Ah, Zahid, mana ada mulutmu kecil. Mulut kamu tuh lebar dan besar, karena suka makan dan ngobrol." Bu Mita turut berkomentar membuat suasana menjadi lebih cair.
"Ih, mama. Mulut Zahid besar begini kan karena suka makan masakan mama yang super lueezat nomor satu se dunia itu," kata Zahid sambil mengerjapkan matanya membuat bu Mita gemas. Perempuan setengah baya itu mencubit sayang pipi putra bungsunya. Sementara Zaky hanya diam saja.
"Sudahlah, Kak. Sekarang yang bisa kita lakukan hanya mengikhlaskan kepergian Kak Nana dan merawat bayi kakak dengan baik. Semoga kakak segera dapat pengganti Kak Nana, seorang perempuan yang luar biasa dan hebat."
"Amin," sahut Bu Mita.
"Ngomong-ngomong, bayi ini mau kakak beri nama siapa?"
"Dulu kakak dan Nana pernah mengobrol tentang nama bayi. Bila bayinya laki-laki akan kami beri nama Ibad. Ibad itu artinya rajin beribadah."
"Wah nama yang bagus." Bu Mita dan Zahid tersenyum tanda setuju.
"Ibad sayang...." Bu Mita menggoda cucunya yang tiba-tiba melek, rupanya dia terbangun mendengar suara orang berbicara di sebelahnya. Mata bening bayi mungil itu menatap wajah sang nenek yang mengayun-ayun boks bayi pelan. Tak lama kemudian, bayi itu kembali jatuh tertidur.
"Oiya, Ma, di antara para pelayat kemarin ada perempuan bercadar dan pria bersurban. Siapa mereka?" tanya Zahid pada bu Mita.
"Mereka tetangga sebelah kita. Pak Wirya dan istrinya. Perempuan bercadar itu istri Pak Wirya."
"Ooo." Zahid mengangguk.
"Tapi meski bercadar, perempuan itu tidak kaku dan ekstrim. Waktu Ibad menangis, ia menawarkan diri untuk menenangkan Ibad. Awalnya mama ragu, tapi melihat tatapannya yang tulus dari balik cadarnya akhirnya mama setuju. Mama ajak dia naik ke kamar Ibad," jelas Bu Mita,
Jadi ... mereka 'menghilang' kemarin itu ternyata untuk menenangkan Ibad. Zahid membatin.
Sambil menerawang jauh, Bu Mita melanjutkan kalimatnya. "Perempuan itu menggendong dan mengayun-ayun Ibad dengan lembut sambil membacakan kalimat-kalimat pujian dengan nada-nada merdu. Kalau nggak salah itu namanya shalawatan. Padahal waktu digendong mama, si Ibad ini nggak mau berhenti nangisnya. Sepertinya Ibad tahu kalau perempuan itu menyayanginya. Dia cerita sih, kalau belum punya anak dan sudah lama merindukan anak. Ah, kapan ya dia datang lagi ke sini? Mama mau belajar agama, sepertinya perempuan itu memiliki pemahaman yang dalam tentang agama. Mama malu, sampai usia setua ini, mama masih minim ilmu agama."
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Jingga (Complete)
RomanceSiapa yang menyangka jika Zahid, pemuda 28 tahun yang baru pulang dari London, lulusan magister bisnis sebuah Universitas terkenal di sana, ternyata jatuh cinta pada perempuan muda tetangga sebelah rumah yang sering dilihatnya dari jendela kamarnya...