Bagian 8

3.1K 145 4
                                    

Zahid belum bisa move on dari aktivitasnya mengamati kegiatan perempuan penghafal Qur'an itu. Seperti pagi ini, ia melihat Dewi sedang sibuk menghafal atau mengulang hafalannya di taman belakang rumahnya.  Sesekali jilbab perempuan itu bergoyang tertiup semilir angin pagi yang sejuk.


Tiba-tiba Bi Sum dengan wajah pucat datang tergopoh-gopoh menghampiri Dewi. Zahid mengamati dengan penuh perhatian.

"Ada apa, Bi?" tanya Dewi.

"Anu, Bu...." Bi Sum terdiam mencoba menyusun kalimat terbaik di depan majikannya yang lembut hati itu.

"Iya, kenapa Bi?" Dewi menunggu tak sabar dengan jantung berdebar hebat, tidak biasanya pegawai setianya itu seperti ini, datang tergopoh-gopoh dengan wajah pucat dan mata berkaca-kaca.

"Ada telepon dari Kepolisian, katanya mobil accord atas nama Pak Wirya mengalami kec... kec...kecelekaan." Terbata-bata Bi Sum menjelaskan, air matanya kini tak terbendung lagi.

"Apa? Bagaimana dengan Mas Wirya dan Kak Lana?" Dewi terperanjat mendengar kata-kata Bi Sum.

"Katanya kondisinya lumayan parah, Bu. Sekarang sudah dibawa dan ditangani pihak rumah sakit."

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun." Dewi menutup mulut dengan kedua tangannya, mencoba menenangkan diri. Sementara Zahid masih terus memperhatikan, dari gestur kedua perempuan itu, ia mencoba mereka-reka apa pembicaraan mereka.

"Bi, tolong sampaikan pada Pak Nanang supaya menyiapkan mobil untuk mengantar saya ke Rumah Sakit sekarang juga." Dengan air mata yang bercucuran, Dewi naik ke kamarnya di lantai dua, mengambil cadar dan tas selempangnya lalu bergegas menuju Rumah Sakit yang terletak di pusat kota Malang.

Zahid yang memperhatikan, ikut-ikutan turun dan menghidupkan mesin mobilnya. Ia memutuskan mengikuti kemana Dewi akan pergi.

Ketika mobil hitam yang dinaiki Dewi keluar dari garasi rumah mewah itu, cepat-cepat Zahid mengikutinya. Pagi itu, jalanan kota lumayan padat, membuat Zahid harus mengemudi dengan gesit sekaligus cermat supaya tak kehilangan jejak.

Setelah beberapa lama berada di jalanan, mobil hitam yang ditumpangi Dewi masuk ke halaman Rumah Sakit. Zahid mengikuti  terus dari belakang.

"Hah ke Rumah Sakit? Apakah Lana sudah melahirkan? Kalau nggak salah usia kandungannya  baru tujuh bulan? Prematur kah?" Sambil bertanya-tanya sendiri, Zahid mengikuti langkah cepat Dewi menuju lobi.

"Maaf, Mbak. Betulkah ada pasien kecelakaan mobil bernama Wirya Pratama dan Lana Puspita?" tanya Dewi pada petugas resepsionis.

"Mohon tunggu sebentar ya, Bu. Saya cek dulu." petugas itu menjawab ramah.

Dewi menunggu dengan sabar, meski jantungnya berdegup kencang.

"Oiya, benar, Bu." Tak sampai satu menit memeriksa daftar pasien di komputer, petugas itu memberi jawaban.

"Sekarang mereka ada di ruangan apa, Mbak?" tanya Dewi lagi.

"Pasien atas nama Lana Puspita baru saja masuk ruang operasi. Ia mengeluarkan banyak darah dan dokter memutuskan menyelamatkan bayinya dengan cara Secar. Sedangkan pasien atas nama Wirya Pratama....maaf beliau tak tertolong, status beliau telah meninggal dunia ketika tiba di sini. Kemungkinan beliau meninggal ketika dalam perjalanan kemari."

"Apa...!" Dewi kaget setengah mati. Badannya terhuyung mendengar jawaban dari mulut petugas resepsionis yang meski pelan namun sangat jelas bagai petir di siang bolong. 

"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun." Tiba-tiba semua gelap, hampir saja Dewi terjatuh ke lantai jika tak ada tangan kekar yang menangkapnya. Pemuda yang tak lain adalah Zahid itu mendudukkan Dewi di kursi di depan resepsionis.

Cinta Jingga (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang