Bagian 24

3.2K 156 2
                                    

"Ceritanya panjang. Kakak sendiri bagaimana ceritanya kok bisa menikah dengan Kak Zaky?" Dewi balik bertanya.

"Kalau cerita Kakak nggak panjang sih, tapi padat berisi," kata Lana setengah berbisik yang disambut senyum lebar dengan gurat geli di wajah Dewi mendengar  jawaban Lana barusan.

"Ehm...." Dehaman Bu Mita menyadarkan kedua perempuan itu.

"Eh maaf Bu Mita eh Ma." Saking kangennya sampai-sampai mereka lupa dengan sekeliling. Lupa bahwa sekarang mereka berada di acara walimahannya Zaky dan Lana.

"Sepertinya kalian sudah mengenal baik, ya?" tanya Bu Mita, begitu juga Zaky dan tamu undangan lain menatap penasaran.

"Iya, Ma. Kami memang sudah saling mengenal," jawab Lana. Zahid mengambil alih untuk menjelaskan semuanya, bahwa mereka berdua sebelumnya adalah istri almarhum Wirya, tetangga sebelah rumah.

"Allahu Akbar, takdir telah menyatukan mereka kembali dalam satu keluarga, sama-sama menjadi menantu Ibu Mita, menjadi kakak dan adik ipar." Hadirin  berseru takjub.

Akhirnya diputuskan bahwa hari itu adalah walimahan dua pasang pengantin kakak dan adik. Zaky dan Lana serta Zahid dan Dewi. Dewi diajak masuk ke kamar untuk didandani. Begitu juga Zahid, mengganti baju kokonya dengan jas yang lebih formal.

Walau sederhana, acara itu berlangsung meriah dan penuh kebahagiaan. Hadirin turut merasakan aura kebahagiaan itu. Terutama ketika mengetahui Zahid yang sebelumnya terkenal playboy, akhirnya berubah dan menikah dengan perempuan bercadar penghafal Al-Quran yang cantik jelita.

***

"Begitulah, Kak. Akhirnya Mas Zahid melamar Dewi dan kami menikah di Tuban." Dewi mengakhiri cerita dengan senyum terulas di bibirnya. "Kalau Kak Lana dan Kak Zaky, gimana ceritanya kok bisa menikah? Dewi penasaran, nih."

Pagi ini, Lana dan Dewi duduk santai di halaman sambil menjaga Ibad dan Hakim yang sedang dijemur di halaman. Kebetulan Lana sedang tidak ada jadwal mengajar hari ini, jadi bisa mengobrol santai dengan Dewi. Maklum, walau sudah seminggu hidup serumah, Lana dan Dewi belum sempat berbagi rindu dan cerita. Ini disebabkan Lana langsung kembali aktif mengajar setelah cuti bulan madu. Zaky dan Zahid sudah berangkat ke kantor masing-masing.

"Kami hanya bertemu tiga kali, lalu memutuskan menikah. Cepat sekali, ya?" Lana memulai ceritanya. "Kami malah kenalnya di Surabaya. Jadi waktu itu, Kakak diundang menjadi pembicara seminar internasional di salah satu kampus di Surabaya.  Waktu itu, Kak Zaky hadir juga di sana, sebagai salah satu peserta. Di sesi diskusi, Ia menghujani kakak dengan berbagai pertanyaan. Kakak sungguh sebal padanya. Pertanyaannya itu lho, bikin kakak gelagapan dan bingung jawabnya. Dia kayaknya mau mendebat dan bikin kakak malu, deh. Tapi untungnya Kakak bisa menjaga emosi dan bisa jawab semua pertanyaan dia dengan baik." Cerita Lana terhenti sejenak karena Hakim merengek. Dengan sigap Lana memberi susu yang sudah tersedia di samping boks pada bayi itu.

Dewi memandang Lana yang menenangkan Hakim. "Nggak nyangka ya, Kak. Tiba-tiba aja kakak punya dua bayi. Aku pun langsung punya dua keponakan hehehe." Dewi tertawa kecil sambil memandang Hakim dan Ibad yang tidur lelap di boks satu lagi.

"Iya, Rezeki indah dari Allah."

"Kak, lanjutin, dong, ceritanya. Kayaknya seru banget, deh. Kayak sinetron," ucap Dewi setelah Hakim kembali tenang.

"Halah, kayak tahu sinetron aja Dewi. Kan nggak pernah nonton TV?"

"Hehehhe. Yah, maksud Dewi tuh, saking serunya."

"Bisa aja, kamu." Lana menyentil hidung Dewi. "Ya, setelah seminar itu, Kak Zaky mencari Kakak ke ruang dosen. Katanya sih ingin kenalan. Tapi kakak yang masih sebal, nggak terlalu nanggapin, dia juga bilang  kalau dia seorang dosen di Kuala Lumpur. Mau dosen di KL kek, di London atau bahkan di Amerika kek, kakak udah ilfil aja waktu itu. Terus waktu kakak udah kembali ke Malang, ia tiba-tiba nyamperin kakak ke rumah. Waktu kakak nanya darimana dia dapat alamat kakak, dia cuma jawab dengan ringan, 'Mencari alamat, email atau nomor telepon dosen perempuan secantik anda, itu urusan yang sangat mudah' Iih bikin kakak tambah gregetan aja. Dia juga bilang, walau ngajarnya di Kuala Lumpur, tapi aslinya dari Malang. Maksudnya apa coba, cerita-cerita kayak gitu nggak ngaruh kali."

Cinta Jingga (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang