Awal Cerita

84 1 0
                                    

8 tahun sebelumnya,

"Ihh kita udah telat, by!!! Lo dimana??" Aku berteriak marah kepada gaby dari balik telefon.

Aku melihat kembali jam di pergelangan tanganku,

Pukul 07.15

"Iya ini gue udah belok arah rumah lo.."

Tut tut tut

Suara telefon di putuskan secara sepihak, membuat jantungku kembali berdetak cepat.

15 menit lagi waktu yang tersisa agar kami berdua tidak di setrap berdiri di depan gerbang pada hari pertama kelas 12 SMA.

Aku menghentak-hentakkan kaki dengan kasar, perasaanku tidak tenang. Dan sampai akhirnya ku lihat sebuah motor schoppy merah berhenti di hadapanku.

Aku tidak berkata apa-apa lagi. Aku segera naik dan memakai helm yang sejak tadi aku tenteng.

"Buruan!!!" Aku memukul bahu kanan Gaby menandakan agar dia segera memajukan motornya.

Ku dengar suara gas motor menguat, "pegangan kuat. Gue mau ngebut!" Perintahnya.

Dengan cepat ku pegang jaket yang ia kenakan dengan kuat. Setelah itu motor melaju dengan sangat cepat menembus pagi yang menegangkan tersebut.

***

Kami sampai dua menit sebelum gerbang utama ditutup. Para murid sudah mulai berbaris. Gaby memarkirkan motornya dengan cepat kearah parkiran yang tersedia.

Aku melepaskan helm dengan cepat dan mulai memperbaiki rambutku yang mulai 'jegang' seperti sapu ijuk akibat debu yang sejak tadi menampar rambut-rambutku yang baru tadi pagi aku catok.

Aku mengikuti Gaby yang mulai berlari ke arah kelas baru kami. Sambil terus membetulkan posisi poniku yang mengeras sebagian.

"Poni gue nyangkut njirrr!!!" Umpatku kesal sambil terus berlari.

"Buruan bego!" Kurasakan Gaby menarik tanganku dengan paksa agar aku berhenti memperbaiki rambutku.

Sesampainya di kelas, aku melihat beberapa teman kami yang masih sibuk memilih meja mana yang akan mereka letakkan tas.

"Kalian gak baris?" Tanyaku polos pada salah satu perempuan yang ada di sana. Tissa, namanya.

"Ini mau baris. Lo sama gaby baru sampai?"

"AYO SEMUA YANG MASIH DI DALAM KELAS KELUAR!!!" Belum sempat ku jawab pertanyaan Tissa, suara pak Bagas dari depan pintu membuatku terkaget kaget dan segera mengambil topi dari dalam tasku.

"Vellysia! Kamu keluar, sekarang!!!"

Akupun segera berlari keluar kelas. Ternyata Gaby sudah pergi baris sejak tadi dan meninggalkanku.

Sesampainya di lapangan, aku mencari barisan kelasku, sampai akhirnya kulihat Melysa, sahabatku melambai kearahku.

"Lah? Kok di depam Mel?" Aku tersadar ternyata barisan yang diambilkan Melysa untukku adalah barisan paling depan. Dan di belakangku, ada Gaby yang sudah menyengir.

Aku menatap mereka berdua masam. Maklum, tidak ada yang akan mau baris di barisan paling depan saat upacara. Termasuk, aku.

Aku selalu memilih posisi barisan keempat,kelima, ataupun seterusnya, dengan alasan supaya bisa tertawa tanpa di ketahui guru.

Tapi saat ini berbeda. Aku harus berpura-pura alim karena aku tepat berada di barisan paling depan dan lurussss di hadapanku adalah barisan guru.

Pada saat amanah pun tiba, rasa bosanku mulai muncul. Sampai tiba-tiba sebuah colekan mencolek bahuku. Aku menoleh kearah belakang dengan hati-hati.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang