Bagian Delapan

27 1 0
                                    

"Lo kenapa? Kok mukanya kek abis ngeliat hantu?" Gaby memegangi bahuku dan memukuliku beberapa kali. Seperti berusaha menyadarkanku.

"Gak. Gue gak papa." Aku menjawab pertanyaannya sambil menggeleng dan berusaha membuat wajahku terlihat biasa saja.

"Yaudah ayo balik ke kelas sekarang. Udah mau bel pulang." Ajak mellysa.

Kami bertiga mulai berjalan beriringan menuju kembali kesekolah. Aku berusaha memperbaiki pikiranku. Tapi tetap saja, kacau. Perkataan Rafa yang begitu cepat dan tanpa jeda mampu memporak-porandakan hatiku. Apa ini arti dari segala perhatiannya?

Aku tidak menyukainya.

Hanya itu yang kurasakan sekarang. Aku masih menyukai Felix, pria yang meninggalkanku beberapa waktu lalu tanpa kabar sedikitpun.

Kami sampai di sekolah tepat 15 menit setelahnya. Aku berusaha mencari Rafa untuk menanyakan maksud pernyataannya tadi. Tapi tetap saja aku tak menemukan dia dimana pun. Tasnya bahkan sudah tidak ada lagi.

"Lo nyariin siapa? Kok sampai gitu banget?" Mellysa yang sadar akan gerak-gerikku bertanya dan aku hanya menjawabnya dengan gelengan.

Berbicara tentang kebenaran yang terjadi tadi kurasa belum tepat waktunya. Ditambah lagi semuanya belum jelas.

Aku mengambil tasku dan membereskan barang-barangku di dalam laci.

"Genks, gue pulang deluan ya!" Ku dengar teriakan Mellysa saat aku memasukkan barang-barangku kedalam tas.

"Hati-hati ya!" Teriakku padanya.

Setelah selesai merapikan seluruh barang-barangku, aku melihat Gaby yang masih sibuk merapikan barang-barangnya.

"Gab, kita pulang sekarang?" Aku bertanya pada Gaby yang sedang sibuk merogohi laci mejanya.

"Iya. Bentar ya gue rapiin barang gue dulu."

Aku menggangguk dan segera berjalan keluar kelas. Aku duduk di bangku yang terdapat di dekat pintu. Kursi yang memisahkan jalan antara kantin dan kelasku.

Demi apapun ! Kalian harus tau perasaan yang kurasakan saat ini ! Perasaan bersalah, binggung, dan kecewa di saat yang bersamaan.

Pertanyaan yang sejak tadi berputar hanyalah,
"Kenapa ? Bagaimana bisa ? Sejak kapan ?"

Ya, aku memang seperti itu. Jika ada orang yang menyukaiku, aku hanya ingin bertanya hal sederhana padanya.

'Mengapa dia bisa menyukaiku?'

'Sudah berapa lama ia menyukaiku?'

Hanya itu. Selebihnya tidak perlu.

"Vel, yuk." Kurasakan sebuah pukulan di bahuku.

"Udah?" Tanyaku sambil berdiri dan menepuk bagian belakang rokku.

Gaby mengangguk, lalu berjalan mendahuluiku. Aku mengikutinya dari belakang hingga sampai di parkiran. Aku memakai helmku, dan gaby memakai helmnya.

Motor melaju setelah aku naik. Beberapa menit tidak ada suara diantara kami.

"Vel, gue mau nanya deh." Kudengar teriakan gaby dari arah depan.

"Apaa?" Jawabku.

"Lo seberapa deket sih sama Ezra?"

"Ya seperti temen kelas biasa, Gab."

"Udah berapa lama ?"

"Udah beberapa bulan deh kayaknya Gab."

Setelah aku menjawab pertanyaan Gaby, kurasakan dia memberhentikan motornya karena lampu lalu lintas yang menunjukkan tanda berhenti.

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang