Aku telah sampai di rumah sejak setengah jam lalu. Rumahku masih sepi karena mama pergi kerja dan begitu pula dengan papa. Aku memutuskan untuk menghilangkan rasa lelahku dengan cara berbaring di atas kasur. Bagiku, tidak ada tempat nyaman lain selain kasurku. Ingat itu.
Menjadi anak tunggal selalu membuatku merasakan kesepian. Aku bahagia memiliki papa dan mama. Tapi aku hanya merasa memiliki raga mereka bukan perhatian mereka. Kadang kami akan memiliki waktu makan malam bersama. Tapi kadang, mereka lebih sering tidak berada di rumah. Setelah itu, paginya mereka akan adu mulut.
Terkadang aku senang jika bisa berkumpul bersama saat makan malam. Karena saat itu terkadang mama dan papa akan memperhatikanku. Tapi itu terkadang. Tidak sering.
Dan sejak setengah jam lalu juga aku sudah menatapi layar handphoneku. Aku membalas beberapa BBM yang masuk dari teman-temanku.
Sampai tiba-tiba, pesan Vian masuk ke handphoneku.
'Si Ezra nanyain lo mulu, Vel. Pakai minta pin BBM lo segala. Kasih gak nih?'
Aku mengernyit binggung.
'Ezra siapa?'
'Itu, anak baru kelas kita. Namanya kan Ezra Alfin.'
'Ooo.'
'Bulat.'
Entah sejak kapan hampir semua teman-temanku akan membalas 'Bulat' ketika aku membalas pesan mereka dengan kata 'Oo', padahal tanpa di beri tahu kita juga tau huruf O itu berbentuk bulat.
Aku memutuskan untuk tidak membalas lagi pesan gang dikirimkan oleh Vian. Aku meletakkan handphoneku ke atas bantal yang ada di sebelahku aku ingin turun kebawah untuk mengambil minum.
Setelah mengambil minum dan beberapa cemilan, akupun naik kembali ke atas dan memutuskan untuk menonton film yang sejak kemarin ku gantung, film Thailand yang berjudul 'A little Things They Call Love.' Dari beberapa review yang ku dengar dan ku baca, katanya film tersebut bagus dan menarik.
Aku meletakkan minuman dan cemilan keatas meja di sebelah tempat tidurku.
Aku mengambil handphoneku kembali dan mengecek apakan ada notification baru atau tidak.
Sebuah pemberitahuan BBM muncul di layar handphoneku,
'Ezra Alfin ingin menambahkan anda sebagai teman.'
Dengan cepat aku menekan tombol terima yang tersedia. Aku tidak berpikiran macam-macam saat itu. Bukannya wajar teman sekelas menambahkan kontak kita?
***
"Vell!! Keluar sekarang. Ayo makan malam. Vell?"
Suara teriakan mama dari bawah membuatku memberhentikan aktivitas menontonku sejak siang tadi. Mataku masih sembab akibat menangis karena film tersebut. Apalagi saat Nam, tokoh utama wanita, bernyanyi bersama teman-temannya sambil menangis. Di tambah lagi saat dia menembak kakak kelasnya yang ternyata memacari orang yang di kenalnya juga. Benar-benar mampu membuatku menangis.
Aku segera mengusap air mataku dan berjalan kearah pintu kamar dan memutuskan untuk turun agar makan malam bersama.
"Aku cuci muka dulu ma." Teriakku pada saat mama melihatku menuruni tangga.
Setelah mencuci muka, aku segera menuju meja makan. Mama dan papa sedang menyendokkam nasi dan lauk mereka ke piring masing-masing. Aku duduk tepat di hadapan mama.
"Kapan lesnya mulai lagi, dek?" Tanya papa saat aku mulai menyuapkan sesendok nasi ke dalam mulutku.
"Belum ada kabar pa."
"Kamu gak capek kan les terus sejak kelas 10? Mama lihat kamu terlalu rajin. Sekali-sekali jangan baca buku aja. Jalan sama temen-temen kamu kan bisa?"
"Gaada uang ma. Lagian aku ga niat jalan mulu. Capek."
"Terus kamu tetap mau jadi dokter?" Tanya papa lagi.
"Belum tau pa. Velly maunya di luar kota sih kalau bisa."
"Jangan luar kota. Di sini aja. Terus kalau mau ambil kedokteran di pikir dulu dek. Uang kita gak cukup kalau mau kedokteran."
Aku berhenti menyuapkan nasiku dan mulai tersenyum kearah mama dan papa.
"Udah ma, pa. Lagian masih tahun depan. Mending makan aja dulu, Velly laper."
Pernyataanku barusan mampu membuat suasana hening. Tidak ada lagi pertanyaan yang diajukan oleh mama maupun papa. Yang terdengar hanyalah suara sendok yang beradu dengan piring. Disertai suara angin dari kipas angin dan suara hiruk pikuk jalanan di luar.
Ini pertama kalinya kami kembali makan malam bersama setelah sekian lama mereka tampak sibuk sekali. Dan aneh saja jika beberapa waktu ini sikap mereka mulai berubah.
Papa orang pertama yang selesai makan. Setelah itu mama, lalu aku. Sebagai perempuan dan juga anak gadis satu-satunya, setelah makan aku segera merapikan meja dan mencuci piring. Mama dan papa telah duduk di ruang tamu sambil menonton.
Setelah selesai membersihkan semuanya, akupun segera kembali ke kamar.
Hal pertama yang ku lakukan adalah mengecek handphoneku.
Ada banyak chat masuk.
Termasuk , Rafa. Sudah sejak liburan kemarin dia rajin mengirimi pesan padaku. Anak yang notabene nya adalah anak nakal di sekolah dan pelawak di kelas seperti dia pasti menggangu setiap orang di kelas. Begitu pemikiranku.
'Lagi ngapain?'
'Lagi napas, Raf.'
Selanjutnya aku kembali meletakkan handphone ku ke atas meja. Dan kembali menonton film yang sedikit lagi akan TAMAT.
Getaran handphoneku semakin mendominasi saat aku sedang menonton pada bagian akhir. Nama Rafa tertera di layar handphoneku. Segera kuangkat telefonnya.
"Apaan?" Tanyaku datar.
"Yaelah Vel, datar amat lu!! Kenapa chat gue ga di bales?" Tanyanya disertai dengan tawa.
"Ihh Rafa besok juga ketemu. Besok aja ya gue sibuk nih....."
Ku putuskan hubungan telefon secara sepihak. Malam ini aku tidak ingin di ganggu dulu. Rasanya aku ingin sekali tenang malam ini saja, sebelum akhirnya aku harus kembali kepada rutinitasku, sekolah + ngerjain tugas + bimbel. Setidaknya malam ini saja aku ingin waktuku tenang tanpa gangguan.
Lima belas menit waktu yang ku butuhkan hingga film benar-benar tuntas habis.
Setelah itu aku kembali mengaktifkan handphoneku setelah ku matikan sejak Rafa menelfon tadi.
Mataku tertuju pada dua notifikasi yang menyebutkan nama Ezra Alfin.
Ada dari instagram dan facebook.Pertama sekali aku membuka facebook, ternyata dia mengirimkan permintaan pertemanan. Foto profile yang ia pajang saat itu adalah foto dia bersama wanita. Entahlah. Aku tidak mau tau dia siapa. Sepertinya pacarnya. Karena aku melihat pose mereka begitu berdekatan.
Aku berfikir sejenak berusaha berfikir tentang Ezra. Ada perasaan aneh yang muncul sejak aku melihat dia di kelas tadi.
Aku memutuskan untuk menerima permintaan pertemanan tersebut. Lalu, aku membuka beranda Instagram. Kulihat pemberitahuan dia mulai mengikutiku.
Entah pemikiran dari mana, aku tak berniat men-Follow balik dia. Biarlah. Biar dia saja yang mengikutiku.
Sebuah pemberitahuan BBM masuk,
'Ping!!!'
'Ping!!!'
'Gw punya film baru. Horror. Besok bawa laptop ya. Selagi gaada guru.''Ok' balasku dengan segera.
KAMU SEDANG MEMBACA
BIRU
Romance7 tahun lalu, "Kita putus aja." Ku katakan sebuah hal gila di hadapannya setelah sekian lama ku tahan segalanya. "Terserah." "Hanya itu?" Dahiku mengernyit menatapnya yang sedang berada di hadapanku. Dia diam. Tatapannya tetap mengarah kearah lain...