Bagian Empat

37 2 0
                                    

Tanpa kami duga-duga sebelumnya, ternyata roster mata pelajaran tahun ajaran baru telah di tempelkan di mading.

Rencananya setelah hari terakhir MOS besok, kegiatan pembelajaran akan segera di laksanakan. Sontak keputusan itu menjadi hal paling mengHorrorkan di sekolah pada saat itu.

Beberapa siswa mulai berteriak di dalam kelas, termasuk kelasku. Beberapa orang memaki karena katanya jiwa mereka belum siap untuk harus menerima kembali pelajaran setelah sekian lama.

"Gue belum siap belajar. Jiwa gue masih pengen libur." Aku melihat Gaby seperti memukul dadanya dengan gaya tragis.

"Gue apalagi. Denger guru yang masuk besok matematika ngebuat mood gue ancur berkeping-keping." Kataku sambil mengalihkan fokus pada novel di hadapanku.

"Yaelah, gak papa kali. Namanya juga sekolah ya pasti di tuntut untuk belajar. Jangan malas." Aku mengalihkan lagi pandanganku, "Yaiyalah yang juara satu ituu. Pasti begituu. Kita mah apa. Yakan , gab?" Ku pandang gaby.

Gaby mengangguk setuju. Menyetujui perkataanku. Mellysa hanya tersenyum mendengar ku berbicara seperti itu.

"Heiii.... ada pelangii.... di bolaa matamuuuu..... ada yang lainnnn.. whooooooo"

Kurasa keputusan untuk memulai pelajaran pada hari esok tidak mengganggu kenikmatan para kaum lelaki. Buktinya hanya para wanita yang sejak tadi memaki bahkan menyumpahi. Tapi bagi para pria, tadi mereka hanya berhenti sebentar, lalu bernyanyi lagi.

"Nyanyi lagu apa lagi? Gue bosen?" Ku dengar Rafa memberhentikan suara gitar dan bertanya pada mereka.

Selang beberapa detik, gitar mulai di mainkan lagi, "VELLY, VELLY, EMANG DIA KURUSSS... TAPI DIA SEXY... LA LA LAA....."

Aku berhenti membaca novel, suara tawa sudah memenuhi ruangan kelas. Aku menggebrak meja. Seketika suasana menjadi hening. Aku berdiri dan berjalan cepat mendekati kaum pria di pojok kelas.

"Lo ga bisa gak ngebuat nama gue dalam daftar lagu lo?" Kataku menatap mata Rafa. Disebelah Rafa duduk Vian, Anta, dan Ezra. Mereka menatapku.

"Lah gimana dong? Elo mulu sih yang ada di pikiran gue." Jawab Rafa.

"Tapi guee gak sukaa Rafa!!"

"Kan elu yang gak suka. Gue kan suka. Makanya lo suka juga dong sama gue."

Aku menatapnya datar. Suara tawa mulai memenuhi kelas lagi. Aku membalikan badanku. Memutuskan untuk diam saja. Meladeni Rafa adalah pilihan yang salah.

"Kayaknya Rafa suka sama lo deh, Vel." Kata Mellysa saat aku duduk kembali di kursiku.

"Ya gak mungkin lah Mel ! Dia kan orangnya emang gitu. Ntu Dina aja dideketin dia. Aku menunjuk seorang wanita yang duduk dipojok depan kelas sambil bermain hp bersama beberapa wanita lain.

"Ihh beda tau ! Dina kan... sorry nih, item, jerawatan, rambutnya megar karena bekas smoothing. Nah elu?" Kata Gaby menambahkan.

"Apaan sih. Gaboleh gitu." Kataku lagi.

"Tapi menurut gue nih ya Vel. Kalau emang diantara mereka ada yang ngedeketin lo, gausah deh. Cowo bandel itu susah di ajak serius. Nanti lo paling di permainin."

"Mell, gue belum mikir ke situ, ah!!!"

"Ya kita cuma ngingetin doang kali Vel. Emang kalian gapernah chattingan?" Tanya gaby sambil menatapku lekat-lekat.

"Tiap malem dia ngechat gue sih. Tapi ya gak gue tanggepin banget."

"Hati-hati deh pokoknya."

***

BIRUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang