CBCG 25

1.6K 101 7
                                    


🔰🔰🔰

"Jadinya lo balik ke rumah lo atau ngikut gue?" Angkasa bertanya pada Ghaby yang berjalan di sebelahnya.
Setelah beberapa jam duduk dan saling diam, Angkara mengajak gadis itu pulang. Berhubung langit yang sudah menghitam.

"Ya menurut lo?" Ghaby bertanya balik.
Angkara menggaruk tengkuknya bingung.
"Pulang bareng gue aja berati"
Ghaby tidak menjawab lagi. Matanya melirik sekitar, hanya ada mobilnya. Lalu Angkara kesini naik apa? Jalan kaki? Lari-larian?

"Gue naik gober tadi" Angkara berujar sebelum di tanya.

Ghaby mengangguk lagi, membuat Angkara sedikit kesal.
"Lo ngangguk mulu dari tadi ga takut leher lo patah" Angkara bersungut.

Tidak menjawab, Ghaby langsung melenggang masuk ke dalam mobilnya. Membiarkan Angkara untuk menyetir, ia memejamkan matanya. Kepalanya tiba-tiba terasa pening.

"Lo istirahat aja di kamar atas. Gak ada yang pernah nempatin selain elo" ujar Angkara sesaat mereka tiba di kediaman laki-laki itu.
Ghaby mengangguk. Langsung bergegas ke atas tanpa mau repot-repot bertanya pada Angkara perihal rumah laki-laki itu yang terlihat lengang.

Angkara memijat pelipisnya, memikirkan kenapa perubahan mamah Ghaby sedratis ini. Selama mengenal ibu dari Ghaby itu, ia tidak pernah melihat sikap perempuan paruh baya itu yang sekasar ini sampai tega menampar anaknya sendiri.
Memikirkannya saja malah membuatnya semakin pusing.


🔰🔰

Ini sudah terhitung tiga hari semenjak Ghaby tau tentang kebenaran yang mamahnya sembunyikan.
Sudah terhitung tiga hari juga gadis itu memutuskan tidak hadir kesekolah dengan alasan sakit. Selama itu pula, ia tidak tau kabar tentang Aksa. Pasalnya ponselnya ia matikan selama tiga hari ini.
Ada rasa sedikit kesal kepada Aksa, kenapa laki-laki itu tidak menghubunginya, atau menanyakan keadaanya kepada Angkara, atau bertanya kenapa ia tidak masuk sekolah beberapa hari ini.

Kenapa laki-laki itu seakan tidak peduli padanya, padahal ia mulai percaya pada Aksa. Laki-laki itu tidak ada saat ia membutuhkan sandaran dan tempat bercerita keluh kesah. Terdengar egois memang dirinya.
Dasar laki-laki, omongan saja yang besar, realisasinya mana ada.
Nyesel tuh Ghaby percaya pada Aksa.

Hari ini ia memutuskan masuk sekolah setelah mempersiapkan dirinya jika nanti bertemu dengan Ghania.
Ia menekadkan dirinya sendiri untuk tetap tenang dan calm down jika Ghania berusaha memancing emosinya nanti.
Dengan langkah yang coba di buat santai, ia berjalan menuju kelas. Di pintu kelas sudah berdiri Eren, Delon dan Irfan. Tapi, ada yang kurang. Aksa nampak tidak terlihat. Mungkin belum datang atau bolos lagi pikir Ghaby.

Niatnya ingin masuk ke kelas, namun jalannya tertahan oleh badan Delon yang tepat berdiri di ambang pintu sehingga tidak ada celah untuk dirinya masuk. Laki-laki itu juga tidak berniat menggeser atau minggir, malah berdiri santai sambil melirik ke arah lain, tak menganggap Ghaby yang ingin masuk kelas tapi tertahan olehnya.

Ghaby berdecak.
"Lon minggir, gue mau lewat"

Delon tidak menggubris, menganggap Ghaby bagaikan makhluk tak kasat mata. Teman Aksa itu malah asik mengunyah permen karetnya.
Ghaby makin menggeram kesal.

"Delon minggir, gue mau lewat. Lo tuli apa gimana sih"

Akhirnya laki-laki itu menoleh. Menatap Ghaby datar, mendelik sebentar ia lalu pindah keluar dengan sengaja menabrak bahu Ghaby, membuat perempuan itu hampir menonjoknya karena kesal.

"Mata lo rusak, sampe-sampe buat liat jalan aja ga bisa?"
Delon hanya menatap Ghaby datar seperti tadi. Irfan dan Eren yang melihatnya hanya menghela nafas malas.
"Oh sorry. Gue pikir barusan ga yang lewat" ujarnya santai.

Menghentakan kaki kesal, Ghaby memilih memasuki kelasnya.
Melempar begitu saja tasnya lalu duduk dan menempelkan tangannya di lekukan tangannya yang ia lipat di atas meja.
Ketenangannya tidak berlangsung lama karena sebuah teriakan heboh menyapu gendang telinganya.

"Ghaby.. Lo kemana aja tiga hari ini sampe gak masuk sekolah?"

Tidak menggubris, Ghaby berusaha semakin menenggelamkan kepalanya.
"Ghaby oy By" Reta mengguncang bahu Ghaby.
Dari yang pelan-pelan lalu berubah keras kala gadis itu tak kunjung mengangkat kepalanya.
"Ghaby...."

"Apaan sih Ret. Bisa jangan ganggu gue dulu gak. Sehari aja. Please"
Memelas Ghaby akhirnya agar Reta berhenti mengganggunya.

Reta menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Merasa aneh dengan sahabatnya yang satu ini.

"Eh.. Lo kenapa? Gak biasanya diem kaya gini?"

Ghaby memilih tak menggubris. Mengerti, Reta memilih diam dan duduk di bangkunya dengan tenang. Tak mau membuat Ghaby makin pusing.

"Uhh... Anak haram udah muncul"

Suara itu membuat Ghaby mengangkat kepalanya dengan cepat.
"Udah capek ya main petak umpet?"

Ghaby mengepalkan tangannya.

"Wait wait. Anak haram?"
Reta menatap Ghaby dan Ghania bergantian.
Ghania tersenyum picik.
Menunjuk Ghaby dengan telunjuknya.

"Jadi temen lo ini belum cerita?"

"By, lo nggak cerita apa ke gue?"
Reta beralih menatap Ghaby meminta penjelasan. Namun, sahabatnya itu malah diam.

"Wah jadi bener dia belum cerita apapun. Gue pikir selama ngilang dan ga pulang kerumah, lo keliaran cerita ke temen lo tentang status lo yang sebenarnya" Ghania terkekeh sinis di ujung kalimatnya.
Ghaby berdiri dan menggebrak meja. Matanya menghunus Ghania, seolah dengan tatapan ya itu Ghania akan hangus.

"Kenapa? Mau marah? Mau mukul? Sini pukul aja" Ghania menengadahkan pipihnya ke arah Ghaby, menantang kakaknya itu.

Plak

Tanpa di sangka Ghania, Ghaby benar-benar menamparnya, membuktikan ucapan Ghania tadi.

"Mau lagi?" Tanya Ghaby datar."
"Lo-"
"Apa? Gue apa?" Ghaby menantang Ghania balik.

"Dasar lo anak haram!" Teriak Ghania yang berhasil membuat seisi kelas menjadi hening dan menatap Ghaby dan Ghania.

"Anak haram? Are you fucking kidding me?!"

Reta menggebrak meja dan menatap Ghania menghunus.

TBC

A/N: Yah gimana dong ini?😂

Next apa stop?

Follow:
Febri_ant18
cewekbelagu_vs_cowokgesrek

Salamnya Febri sanantiar😂

Feb:*

Cewek Belagu VS Cowok Gesrek Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang