ǁ Try Again ǁ
.
0-0-0
.
Kim Doyoung
Jung Jaehyun
Mark Lee
Lee Jeno.
.
.
Doyoung bangun pagi sekali, terlebih sebenarnya ia tidak bisa tidur setelah menerima telepon dari kakaknya semalam. Dalam hening, ia berkutat di dapur; membuat sarapan untuk Jeno agar ketika anaknya itu bangun ia bisa langsung memakannya.
Jeno itu… sangat suka sup krim jagung dengan roti kering ketika sarapan. Di tambah segelas susu rasa madu, maka lengkap sudah sarapan sempurna menurutnya.
Jadi, Doyoung membuat menu itu. Dan setelah menatanya di konter dapur, Doyoung menulis sebuah pesan dalam selembar kertas memo yang kemudian ia tinggalkan bersama menu sarapan untuk putranya.
Ia menyempatkan diri untuk masuk ke kamar Jeno. Senyumannya terlukis begitu melihat Jeno yang masih terlelap dalam gulungan selimut. Tidak dapat Doyoung pungkiri jika kedua mata putranya itu sedikit menghitam dan sembab, yang artinya semalam kakaknya memang tidak berbohong tentang Jeno yang menangis dan belum tidur di tengah malam.
“Maafkan eomma, sayang.” Dengan pelan, Doyoung mengusap kepala Jeno, memberikannya sebuah kecupan sayang disana. “…eomma akan menceritakan semuanya padamu nanti.”
Dalam hatinya, ia mengerang. Ia ingin sekali menceritakan semuanya pada Jeno, tentang alasannya menolak pergi ke Seoul, juga kebenaran tentang ayah dari putranya itu. Tapi entah kenapa, hatinya justru tidak pernah siap, seperti rasa sakit itu menghantuinya kembali.
“Baik-baik di rumah, sayang.” Ia berpesan dalam sebuah bisikkan, keluar dari kamar putranya dan bersiap untuk pergi bekerja.
Doyoung akan membiarkan Jeno bangun siang. Karena ini sudah memasuki hari liburan musim panas sekolah, dan Hyunjoon ―teman Jeno― juga sudah kembali ke Korea, maka ia akan membiarkan Jeno-nya bangun sesiang yang ia mau.
Mungkin nanti siang Doyoung akan menelponnya… menanyakan kemana mereka akan menghabiskan waktu liburan musim panasnya kali ini.
Aku tidak butuh Jung Jaehyun untuk membuat Jeno bahagia. Karena aku akan membuat anakku bahagia dengan caraku sendiri…
Namun meskipun selalu meyakinkan dirinya sendiri dengan kalimat itu, nyatanya Doyoung menyadari… Jeno, tetap harus tahu siapa ayahnya, dan memberinya kesempatan untuk lebih bahagia lagi lebih dari ini.
.
.
.
Jeno terbangun ketika matahari sudah sangat tinggi. Ia tidak langsung beranjak, tapi terdiam untuk beberapa saat seperti mengingat apa yang terjadi kemarin sehingga ia bangun sesiang ini.
Dan ketika ia menyadari jika kemarin adalah hari dimana ia sudah membuat ibunya marah―dan mungkin juga merasakan sakit, Jeno kembali termenung. Ia meremas selimut dengan wajah berantakan, namun tidak menangis karena ia sudah lelah.
Baru setelah itu, tanpa mencuci muka terlebih dulu, ia segera turun dari tempat tidur dan keluar dari kamarnya. Ya, ia mencari ibunya, Kim Doyoung.
“EOMMA!”
“EOMMA!”
Ia berteriak-teriak seraya mencari keberadaan ibunya di setiap sudut rumah. Tapi yang ia temukan adalah keheningan, bahkan di kamar ibunya.
Satu-satunya yang Jeno temukan adalah satu mangkuk sup krim jagung, sepiring roti kering, dan satu gelas susu madu. Jeno ingin menangis saja, apalagi ada sebuah pesan yang tertulis di kertas memo disana.
[Dear, maaf untuk kemarin, oke? Eomma tidak bermaksud seperti itu. Kita bicarakan ini setelah eomma pulang kerja… :) Ini sarapanmu, habiskan hm. Dan beritahu eomma kemana kau akan pergi hari ini. Jangan pulang terlalu malam karena eomma ingin mengompres matamu yang terlihat bengkak… I love you.]
Jeno menangis? Tentu saja.
Ini adalah ibunya, Kim Doyoung, yang begitu baik hati.
Disaat seharusnya Jeno yang meminta maaf karena telah berbuat kesalahan, kenapa justru ibunya yang meminta maaf terlebih dahulu?
Ia tidak seharusnya mempertanyakan apakah ia benar putra Kim Doyoung atau bukan.
“I’m so sorry, mom.”
.
.
.
Jung Jaehyun, berdiri terdiam di depan sebuah gedung apartemen. Ia hampir saja tidak berkedip saat menatap gedung yang tidak terlalu tinggi tersebut. Tapi, matanya tidak bisa untuk nelepaskan pandangan dari bangunan itu.
“Hyung, kau disana, bukan?” Ia berbisik, lirih sekali.
Kedua tangannya ia masukkan ke dalam saku jaket yang di kenakannya hari itu, tanpa ada yang tahu ia ketakutan sampai kedua tangan tersebut terkepal dengan kuat di balik jaketnya.
“…apakah aku―masih pantas untuk menemuimu? Bahkan setelah rasa sakit yang aku berikan untukmu, dan juga keterlambatanku?”
Kemudian matanya tiba-tiba membulat. Dari bangunan itu, keluar seorang remaja dengan tas ransel di punggung. Entah kenapa kedua mata Jaehyun memanas, berair, dan seperti siap untuk menangis jika saja ia berkedip.
“Iya, iya. Aku akan hati-hati. Jangan khawatir. Aku kan sudah besar.” Remaja itu berbicara dengan seseorang di teleponnya. Bisa Jaehyun lihat, kedua mata sipit itu membentuk eye-smile yang sangat cantik.
“Aku hanya pergi ke mall, eomma. Aku sering kesana dengan Hyunjoon.”
Langkah kakinya semakin dekat dengan Jaehyun yang masih terdiam. Sejenak, Jaehyun menahan nafas tanpa sadar, seperti tidak siap untuk menanti remaja tersebut.
“Oke, see you, eomma.”
Detik itu, Jung Jaehyun merasakan jantungnya berdebar dengan begitu kencang saat remaja tersebut melewatinya begitu saja.
Jaehyun masih mematung disana. Namun kepalanya sempat menoleh ke belakang, menatap punggung si remaja yang baru saja yang ia lihat. Air matanya jatuh.
“Kau kah itu…?”
Jaehyun masih ingat dengan foto seorang remaja yang di kirimkan orang suruhannya semalam. Orang yang membantunya mencari keberadaan Doyoung… yang memberinya alamat gedung tempat dimana Doyoung tinggal, dan tentang remaja tersebut…
…Kim Jeno.
.
.
.
.
To Be Continued.
KAMU SEDANG MEMBACA
Try Again
Fanfic[Complete!] Di Vancouver. Doyoung akan mengabulkan apapun keinginan Jeno, termasuk mengisi libur panjang sekolah dengan menghabiskan waktu diluar negeri. Tapi tidak dengan Seoul, Korea Selatan. Terlalu banyak hal yang menjadi rahasia disana. Hal-hal...