Bad [7] Demam Panggung

16.9K 2.4K 56
                                    

Popcorn di tangan menjadi satu-satunya hal yang menarik bagi Nina saat ini. Tadi Aga menariknya ke konter makanan dan membelikannya dengan uangnya sendiri, bukan uang Nina seperti yang disangkakan Nina. Oke, karena ini harganya nggak seberapa, batin Nina kala itu.

Nina bukan movie addict. Bukan juga penggemar super hero. Lebih suka kalau Papi mengajaknya nonton pertunjukan teater atau musik. Film yang tersaji di layar lebar tidak buruk, hanya saja melirik Aga yang tampak serius bahkan nyaris tak berkedip lebih menarik minat Nina. Padahal sudah lebih dari satu jam cowok itu tak mengubah posisi duduknya. Sepertinya ini memang film yang ditunggu-tunggu Aga. Dia sepertinya telah membeli tiket dari kemarin. Mereka bahkan mendapatkan tiket dengan posisi ternyaman untuk nonton, tepat di tengah barisan.

Dia suka tokoh superhero Avengers? Yang mana kira-kira favoritnya? Ah! Bodoh sekali, batin Nina. Kenapa dia jadi memikirkan Aga. Dia terjebak tidak bisa pulang di ruang bioskop yang tak menyisakan satu pun kursi kosong karena Aga. Aga penyebab harinya berubah buruk.

Ditengah kejengkelannya, ponsel Nina bergetar. Sebelah tangannya langsung merogoh ke dalam ransel, tempat diletakkannya ponsel sehabis menelepon Om Iko.

Nomor tak dikenal menghiasi layar ponselnya. Jika begini Nina memilih mengabaikannya. Tak lama sebuah pesan masuk.

+628527782xxxx

Ini saya Aksa, teman Iko. Katanya kamu minta di jemput? Iko lagi meeting jadi dia suruh saya jemput kamu.

Mata Nina membeliak. Jantungnya berdegup. Kenapa tiba-tiba AC ruangan terasa begitu dingin. Panggilan dari nomor yang sama kembali masuk. Kali ini tak perlu berpikir dua kali untuk mengangkatnya.

"Ha-lo."

"Halo Nina?"

Nina melirik sekitar sebelum menundukkan kepala dan berbicara agak pelan. "Um. Itu, ini lagi kerja kelompok Kak. Tadi kirain nggak jadi makanya telepon Om Iko."

"Jadi, mau dijemput jam berapa?"

"Hah?" Nina memekik kecil, pasalnya perkataannya tadi jelas merujuk kalau pria itu tidak usah repot menyusulnya. "Memang Om Iko siapnya lama?"

"Sepertinya begitu. Ada lomba antar kampus, dia panitia. Bisa sampai malam."

"Eng... Nanti Nina minta jemput Mami aja."

"Nggak apa kalau memang selesainya agak lama, Kakak juga lagi nongkrong sama temen yang lain. Tadi Iko bilang mobil Mami kamu dipakai dia, punya dia sendiri lagi di bengkel."

Nina menahan napas sejenak. Om Iko... mobil bututnya memang minta dibuang!

"Okee, nanti Nina kabarin kalo udah selesai."

"Oke."

Nina mematikan sambungan. Lalu kembali duduk tegap dengan pandangan kosong. Dia akan satu mobil dengan Aksa? Dan hanya berdua? Kupu-kupu di perutnya berulah tanpa diperintah.

"Lo tau nggak kalo di dalam bioskop itu dilarang teleponan?" geram Aga membuat Nina seketika memaling.

Nina mengendik. "Nggak tau, yang lain main ponsel biasa aja tuh."

Aga dengan cepat menyambar ponsel Nina dan mengantunginya, tepat saat Nina hendak mengirimkan alamat rumah Tiwi. "Cahaya ponsel lo ganggu!" bentak Aga mempertahankan intonasinya. Sial memang. Ini film yang ditunggu-tunggunya dan malah berakhir tak fokus nonton seperti ini.

"Balikin ponsel gue... Balikin nggak!" Aga dengan pandangan lurus menghalau tangan Nina yang masih berusaha keras meraih ponselnya. Sebuah dehaman dari kursi belakang, mendadak membuat Nina tak berkutik.

After We Don't Talk AnymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang