Bad [4] Stare

17.8K 2.8K 88
                                    

"Kakiku hampir digigit monyet datang cicak melata."

"Lo, bilang monyetnya jangan liat ke gue dong."

"Perasaan lo aje yee..."

"Lagian lo udah kelas satu SMA, kilometer sama kroco-kroconya aja nggak hapal."

"Justru karena gue hapal. Gue ngapalnya ya gitu. Kakiku hampir digigit monyet-"

"Ya.. ya... serah lo aja dah.

Sudut bibir Nina terangkat, dibelakang bangkunya ada Rama dengan gaya agak melambai dan Ajeng yang sama sekali tak pernah berpenampilan rapi. Nina melirik sedikit, sahut-menyahut dengan bahasa random masih terjadi.

"Itu tetangga belakang berisik amat sih," gerutu Tiwi, mengalihkan perhatian Nina.

Di kelas memang sedang tidak ada guru. Usai memberikan latihan, Bu Wulan, guru kimia mereka keluar entah kemana. Perkiraan, dia akan kembali dan langsung menyuruh mengumpulkan latihan mereka.

"Lagian kenapa juga soalnya meter, kalo ujungnya dikonversikan lagi ke kilometer."

"Hellooww.. si Rama-rama. Lo aja gih yang buat bukunya, jadi kita semua pada gampang ngerjain soalnya. Terus pas UN semuanya nggak lulus."

"Jeng... Jeng... lo kalo ngomong sadisme yak..."

"Sadis aja nggak usah pake me, lo juga, nyebut nama gue kayak nyebut guk-guk."

Nina masih mendengar percakapan itu ketika Tiwi menutup bukunya kasar. Tubuh Tiwi memutar. "Lo dan lo. Kalo ngoceh sekali lagi gue laporin ke Pak Tomo!"

"Euw... macem dianya nggak pernah ngoceh aja," gumam Rama kemudian bersikap tak peduli, sementara Ajeng hanya melirik sinis.

"Gedek banget gue liat tu anak berdua," geram Tiwi. Nina melirik dari sudut matanya. Tiwi selalu bersikap begini jika ada yang mengganggu ketenangannya. Meski dalam batin Nina omongan mereka terbilang wajar.

***

"Kantin yuk!" Nina masih membereskan peralatan sekolahnya. Menggeleng sesaat. Tiwi yang sudah berdiri menundukkan tubuhnya. "Ugh... masih marah ya? Ya udah ganti target. Ada nih, anak kelas duabelas juga, kesayangan guru, juara mulu."

Nina menaikkan alisnya. Menggeleng sekali lagi.

Tiwi berdecak. "Ya udah, gue ke kantin ya."

"Hm."

Bola mata Nina mengedar ke se-isi kelas yang lengang. Mungkin kali ini Nina bisa ke perpustakaan. Suara grasak-grusuk di belakang, mengalihkan perhatiannya. Ajeng dan Rama berdiri dan melewati kursinya.

"Sendirian aje neng. Bodyguardnya mana," kata Rama sambil cekikikan.

Ajeng melirik sinis. Nina sudah akan mengalihkan pandangannya sebelum Ajeng berkata, "Yuk ikutan. Mau ditemenin kuntilanak sendirian di kelas."

"Memang ada kunti siang-siang bok."

"Ish... diem lo!"

Nina masih bergeming.

"Ya, udah la ya, nggak selevel juga kali sama kita," gumam Rama menarik tangan Ajeng.

Nina berdiri. "Mau ke kantin juga? Boleh deh." Tadi Nina menolak ajakan Tiwi dan sekarang dia malah keluar dengan Rama dan Ajeng, yang notabene selalu membuat Tiwi naik darah sejak pertama kali mereka sekelas. Tapi, entah kenapa ada dorongan lain dari diri Nina untuk ikut nimbrung dalam keseruan yang diciptakan dua orang itu.

"Ada petugas kebon baru yak? Rame bener..." celetuk Rama saat melintasi trotoar kelas, memandang ke arah sudut lapangan berumput. Tengah berkumpul beberapa siswa yang mencabut rumput dan sebagian lainnya memegang sapu.

"Itu dihukum. Ngerokok di toilet pas Pensi kalo nggak salah. Payah lo."

Rama menoyor kepala Ajeng. "Gue juga tau Jeng... otak lo dikarungin ya nggak bisa nangkep candaan gue."

Nina tak memberi tanggapan, dia tahu salah satu di antara murid itu adalah Aga.

"Di sini penuh, di sana penuh di mana-mana semua penuh."

Ajeng berdecak-decak saat Rama mulai bersenandung. "Lo cari tempat, gue yang pesen. Lo Barbie mau apa?"

Nina yang sejak memasuki kantin seperti kehilangan orientasinya, bingung karena tak biasanya ke kantin tanpa Tiwi yang selalu punya tempat duduk andalan. "Hah?"

"Makanya jangan panggil Barbie, Jeng. Panggil Incess..."

Nina menipiskan bibirnya. "Jus mangga aja. Thanks." Nina hendak mengeluarkan dompetnya. Namun, keburu ditarik oleh Rama.

"Cuma jus mangga lo bayar ke Ajeng? Bisa dibanting di tempat lo. Merusak harga diri anak juragan beras."

Rama menarik Nina hingga ke bangku yang terletak di ujung. Dari sudut mata Nina, Tiwi masih belum menyadari kehadirannya. Bagus juga, jadi dia tidak akan menerima celotehan panjang Tiwi.

Nina memandangi layar ponselnya, mengikuti gaya Rama yang sesekali cekikikan menonton video lucu dari channel Youtube. Nina melirik sedikit tadi, sense of humornya memang kurang dalam ekspresi. Tapi, sesekali Nina menyunggingkan senyum.

"Kalo mau ketawa jangan ditahan Non. Ntar yang keluar kentut, Cyiinnn." kekeh Rama berlebihan.

Tak lama Ajeng datang membawa pesanan mereka.

Nina mengucapkan terima kasih, sebelum menyeruput sedikit jusnya. Dan hampir tersedak saat melihat rombongan murid yang dihukum tadi menyerbu kantin.

Salah satunya malah berjalan ke arah mereka. Karena hanya meja mereka yang menyisakan bangku kosong.

"Bok... lo pindah sini, entar di serbu pasukan basket." Nina mengerinyit. Pasukan basket dari mana. "Elah... basah ketek maksud gue," lanjut Rama melihat ekspresi Nina.

Kontan saja Nina mengikuti arahan Rama. Dan jantungnya semakin berdebar saat cowok itu menarik kursi dihadapannya.

"Gue mencium bau-bau..." gerakan Rama mengendus-endus.

"Sok Roy Kiyoshi lo. Paling yang lo cium bau kentut," sembur Ajeng. Sementara Rama masih dengan gayanya.

Nina menatap jus mangga sebagai harga yang paling berharga yang dimilikinya saat ini. Helloww... memang siapa dia? Batin Nina.

Akhirnya dia menaikkan pandangannya. Tepat di hadapannya Aga tanpa malu meneguk habis minumannya.

"Si abang kasep abis kerja rodi." Kembali Nina mendengar gumaman Rama.

Aga yang merasa gerah mengibas-ngibaskan kerahnya. "Punya lo? Boleh minta?"

Nina menekuk alisnya. Tangan Aga sudah mengudara sebelum Nina menarik jusnya dan menyeruputnya sambil mengalihkan pandangan.

Aga menarik sudut bibirnya. "Masih belum berubah," gumamnya sebelum menggeser kursi kasar dan pergi dari sana.

Nina menipiskan bibirnya. Dan disadarinya saat mengedarkan pandangan Endru memerhatikannya, begitupun dengan Tiwi.

"Ugh... babang tamvan marah. Nggak takut lo Incess."

Nina menahan napas sejenak. Bertingkah biasa saja sambil terus menyeruput jusnya.

-TBC-
25/04/2018 Liarasati
Sorry for typo.

Gimana-gimana sejauh ini?

B aja bokk... 😂😂😂

After We Don't Talk AnymoreTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang