Kamu tahu apa yang paling mengecewakan di bumi ini? Krisis moneter, harga minyak naik, atau ditolak gebetan? Bukan. Yang paling mengecewakan itu adalah hilangnya rasa kepedulian. Aga menganggap dirinya tak jauh beda dari gelandangan yang tidur di emperan toko, bahkan yatim-piatu di panti asuhan saja masih mendapat banyak kasih sayang. Dia hanya sedikit lebih beruntung karena masih ada yang bersedia memberinya uang jajan, selain itu semuanya kosong. Tak ada cara untuknya menyenangkan diri sendiri.
Tapi hari ini berbeda, dia tidak datang untuk meminta uang saku seperti biasanya. Dua bocah kembar yang baru bisa berjalan tampak saling berebut mainan saat Aga melewati mereka yang berada di ruang tengah menuju kamarnya.
Dihidunya aroma apak dari ruangan. Ruangan bernuansa biru langit itu menjadi terlihat jelas saat Aga menghidupkan saklar. Kamar itu tetap rapi dan dibersihkan meski penghuninya sudah sangat jarang singgah. Aga tak ingin membuang waktu membuka jendela kamar, keadaan kamar yang tertutup sudah menjadi pemandangannya dari empat tahun silam.
Apa yang dilakukan Mamanya berhasil membuat Aga memandang rendah pada setiap wanita dewasa, yang menghabiskan waktunya diluaran untuk bekerja, dan kenyataannya malah berkhianat.
Aga memahami sikap Papanya yang tak banyak bicara. Bahkan sebelum kejadian itu pun Aga hanya memiliki sedikit kesempatan untuk menghabiskan waktu sebagaimana layaknya ayah dan anak.
Papanya adalah seorang Akuntan dan sekarang memiliki perusahaan jasa sendiri. Sedangkan Mamanya dulu bekerja sebagai content writer di sebuah majalah ternama, dan sering berpergian untuk menyelesaikan tulisannya. Aga tak tahu seluk beluk hingga mereka bisa bersama dulu, begitu bertolak belakang mengingat Papanya yang mempunya pola hidup teratur dan Mamanya yang supel dan terkesan bebas.
Mamanya orang yang ceria, bahkan Aga sering ikut saat Mamanya ngumpul-ngumpul dengan temannya. Suasana berubah hangat, apalagi saat Aga mengenal Om Randu, si ahli fotografi. Mengenalkannya dengan banyak destinasi wisata meski hanya menjelaskan dari foto-foto yang dia ambil.
Aga menjadi begitu semangat tiap kali Mama mengajaknya keluar. Terakhir kali mereka sering pergi bertiga, tanpa Papa. Pertama kamera dan yang kedua tablet, barang pemberian Om Randu. Aga sempat bermimpi menjadi fotografer seperti Om Randu karena menjadi pria sibuk dengan angka-angka seperti Papanya terlihat membosankan.
Malam itu menjadi malam terburuk bagi Aga. Papanya tak pernah terlihat semarah itu. Perang seolah terjadi dengan suara bantingan barang bertubi-tubi memekakkan telinganya. Aga ketakutan dibalik pintu kamarnya. Air matanya mengalir karena ternyata permasalahan tak sesederhana Om Randu membelikannya barang.
Selang dua hari Papanya mengajaknya ke rumah sakit. Saat itu Aga yakin Papanya tak lagi menjadi orang yang sama, Ayah yang pernah dikenalnya. Papanya bahkan tak pernah mau menatapnya langsung. Saat jarum menusuk permukaan kulitnya, Aga seperti dihempas ke jurang. Papanya membawanya ke rumah sakit hanya sekadar memastikan kalau dia anak kandungnya atau bukan.
Aga benci! Dia benci Papanya yang tak menganggapnya darah dagingnya. Aga benci Mamanya yang tak pernah datang meski hak asuh jatuh ke tangan Papanya. Aga benci dengan Om Randu yang malah menghancurkan segalanya, bukan hanya mimpinya.
Gulungan sesak membanjiri dada Aga. Harusnya dia memang tak pernah pulang lagi. Ditambah dengan Papanya yang entah bahagia atau tidak, sudah memiliki keluarga baru.
Aga bergerak ke laci meja belajarnya. Seingatnya dia masih menyimpannya. Setelah mengobrak-abrik bahkan menuangkan semua isi laci ke lantai akhirnya Aga menemukan foto si centil.
Aga menyebutnya begitu karena dalam foto itu Nina sedang berada di tengah taman bunga, mengenakan topi lebar dan kaca mata, dengan rambut dikepang dua yang disetiap incinya terlihat pita warna-warni. Itu foto liburannya, dan Nina sempat merajuk karena Aga hanya memberikan pas photo padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
After We Don't Talk Anymore
Genç KurguKaranina Lubis baru saja di selingkuhi sang pacar, Endru. Sikapnya yang biasa-biasa saja, membuat sang sahabat, Tiwi, geram. Setiap hari Nina mulai direcoki dengan acara pembalasan dendam yang dirancang matang oleh Tiwi. Beragam cowok most wanted se...