07: What?

63 43 4
                                    

Jeka's POV

~
         
          "Pulang sekolah, lo ikut mampir nggak ke warung babeh?"

          Gue berdecak keras dan langsung melirik Vian yang berdiri disamping kanan gue dengan tajam. Dia menatap gue sembari tersenyum lebar---senyuman yang hampir sama lebarnya seperti senyuman kuda ala Juho. "Lo mikir harusnya. Kalo lo pergi main, Jean gimana? Kemarin aja lo nggak pulang bareng dia karna lo lebih mentingin pergi main." Ujar gue. Vian makin melebarkan senyumannya, sementara gue mendengus sebal.

          Tangan Vian terangkat dan menepuk bahu gue pelan. Gue tahu dia lagi masang ekspresi seolah bercanda. "Ya elah. Kemarin juga dia bilang pulang bareng lo waktu ditanya sama kak Jenna." Balas Vian diringi tawa kecil. "Sorry deh. Tapi, lo mau ikut nggak?" Tanyanya dia, santai.

          Gue menoleh sekilas ke arah manusia itu. "Nggak. Mendingan nganterin Jean pulang daripada ninggalin dia buat pergi main." Sindir gue pada manusia bernama Vian Attallah itu. Vian mendelik dan langsung mendorong kepala gue pelan. Gue menampakan senyum setengah, seenggaknya gue lebih menggunakan otak. Benar 'kan? Lebih baik menolong orang---ya, seperti mengantar Jean pulang daripada pergi main dan nongkrong-nongkrong ria. Lagipun, gue juga nggak rugi berbuat baik ke cewek itu. Toh, gue terhibur setelahnya.

          Sebelum nganterin Jean pulang kerumahnya kemarin, mungkin gue udah setuju sama ajakannya Vian buat pergi main.

          Setelah pembicaraan itu, gue lekas berjalan beriringan sama Vian menuju kelas. Sempat gue berhenti karna ada beberapa cewek---kakak kelas lebih tepatnya---nanya-nanya tentang jadwal main gue sama geng gue. Mereka menawarkan buat ikut acara semacam liburan dua hari satu malam di puncak dengan judul mencari kesenangan. Dengan begitu jelas, gue sama Vian nolak secara halus. Lo tau 'kan apa dibalik kalimat dari mencari kesenangan? Mck! Mereka cuma mau mencari sensasi sama geng gue.

          Kaki gue udah menapak dan berjalan di koridor lantai dua setelah menaiki tangga dari lantai dasar. Dari jarak yang lumayan jauh, gue melihat Jean berjalan sembari bawa beberapa buku dan tidak berlawanan arah---otomatis, gue hanya melihat punggungnya. Dia terlihat berjalan menuju kelas XI IPS 5 dengan terburu-buru. Gue senyum dan berniat bersuara buat manggil cewek itu. Tapi ... niat gue terhenti karna melihat Jean jatuh tersungkur. Dengan begitu, buku-buku yang dibawanya jatuh berserakan. Gue kaget, begitupun Vian---tapi, hal yang ngebuat gue tambah membulatkan mata adalah dimana satu cowok disana membungkukan tubuhnya---dan pada akhirnya ia berjongkok---berhadapan dengan Jean dan membantu memungut buku-buku milik cewek itu.

          Vian berseru kencang disamping gue. "Wah, men! Ada potongan scene sinema elektronik di koridor lantai dua!" Ujarnya dia. Gue berdiam disini dengan langkah terhenti. Mata gue terfokus menatap objek disana---dua insan yang masih sibuk dengan buku-buku.

          Cowok itu udah selesai memungut buku yang berserakan dilantai, dan dengan cepat Jean mengambil alih buku-buku itu ke tangannya. Gue lihat, cowok itu rada sedikit menundukan kepala, mungkin meminta maaf. Dan Jean membalas dengan sebuah senyuman manis disana dan berujar 'Nggak apa-apa'. Sial! Jean belum memudarkan senyuman itu dari bibirnya. Secara spontan dan---Oh! Gue lihat mereka berjabat tangan dan tersenyum satu sama lain disana. Pandangan gue ngaco nggak, sih? Seketika wajah gue panas, entah karna apa.

          "Modus banget tuh cowok pake kenalan sama Jean. Dikoridor lagi. Ck! Mentang-mentang kembaran gue agak bening orangnya." Gumam Vian pelan. Gue sedikit melirik lewat ujung mata gue, dan mendapati Vian lagi menatap lurus Jean yang lagi-lagi tersenyum karna mendengar apa yang diucapkan cowok itu. Jika Vian kesal karna melihat itu, nggak tahu kenapa justru gue merasa seolah gue lebih parah dari Vian. Gue jadi terbakar emosi sendiri dan gue nggak tahu penyebabnya apa.

ORDINARY MISTAKE [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang