12: What He Wants and What I Say.

65 32 1
                                    

Jean's POV

~
         
          Setelah kejadian nggak diduga yang terjadi di kamar gue pagi tadi, gue seolah bungkam sekaligus selalu merasakan malu. Pikiran gue terus melayang dan memikirkan Jeka yang mencium tangan gue dengan ekspresi yang---Well, gue nggak bisa jelasin ekspresinya bagaimana. Cowok itu sukses bikin gue salah tingkah, bahkan gue nggak tahu apakah wajah gue ini berubah merah apa nggak. Cukup tangan aja ya, wajah jangan.

          Terbesit di pikiran gue, hari ini gue kesetrum dua kali. Bedanya, yang satu lewat kabel, yang satu lewat bibir manusia. Rasanya, yang satu nyakitin, perih, tapi kalau yang satunya bikin tangan gue kebas seolah mati rasa. Jeka sialan. Lama-lama, gue yakin dia cowok yang berhasil bikin cewek kembaran temennya terkena gangguan sakit jiwa akibat ulahnya yang mendadak sekaligus menggumparkan seisi tubuh gue.

          Gue nggak tahu kenapa gue berlebihan begini. Tapi, gue baru merasakan pertama kali dibuat seperti itu sama cowok lain. Kalau lo berpikiran gue udah terbiasa karna sering diperlakukan seperti itu sama kembaran gue sendiri, lo salah. Pipi gue sering di cium sama Vian, tapi gue biasa aja. Toh, dia kembaran gue, gue juga sering nyium pipinya dia. Kalau Jeka? Padahal tangan gue yang dicium bukan pipi, tapi gue udah kepikiran setengah mati.

          Dan lo tahu apa yang terjadi selanjutnya? Astaga! Jeka berubah jadi ngeselin setelah itu. Habis dia bilang hal setelah mencium punggung tangan gue, gue langsung turun dari kamar dan melesat menuju dapur. Saat disana, aroma kue menyambut indera penciuman gue. Baunya enak, ini serius temen-temen gue yang masak?

          Tapi bukannya melenggang menghampiri piring yang isinya udah ada pie susu, gue justru menghampiri kulkas saat itu. Meneguk satu kotak susu fullcream dengan buru-buru. Saat berbalik, tatapan heran yang gue lihat dari air muka temen-temen gue. Mereka bertanya gue kenapa, dan gue jawab: 'Habis kesetrum dua kali.' Dan mereka hanya mengangguk tidak peduli. Sialan.

          Waktu terus bergilir dan sekarang udah waktu sore hari. Kak Jenna sama kak Loey udah pulang begitupun sama Randi dan Clara. Mama nggak masak buat makan malam. Katanya biar kita semua nyari makan keluar, dan lagipula mama lagi sibuk bantuin papa dalam urusan pekerjaan kantor.

          Gue duduk di sofa, sendirian. Temen-temen gue yang lain lagi pada di taman belakang---nggak tahu lagi ngapain. Jadilah gue disini, lebih memilih buat duduk sendirian sambil menonton acara televisi di sore hari.

          "Sendiri aja. Mikirin yang tadi ya?"

          Oh, ini detik-detik menyebalkan yang mungkin akan mendatangi gue dalam seperkian detik kedepan. Seseorang menduduki sofa di bagian kiri gue. Gue mencoba diam dan nggak sama sekali merespon ucapannya. 'Kan gue bilang, mendadak manusia ini berubah ngeselin setelah membuat gue kacau.

          "Kok diem aja? Tangannya masih kebas?"

          Nyebelin! Sekarang gue pengen banget noleh ke dia dan mendorong kepalanya kencang!
Apalagi setelah mendengar tawanya yang pelan, seolah menahan tawa keras agar nggak menyinggung gue kalau niatan sebenarnya adalah mentertawakan wajah gue yang kaku. Gue terus memperhatikan layar TV, mencoba mengabaikan mahluk di samping gue. Yang menganggu.

          "Kok diem aja, sih? Kode minta dicium lagi ya tangannya?"

          Gue sempurna melebarkan mata gue dan langsung menoleh ke Jeka dengan cepat. Jujur, gue merinding denger ucapan dia tadi. Refleks, gue bersuara. "Dih, nggak! Sok tau banget sih lo!"

          Jeka tertawa ala khasnya. Melipat kedua tangan di depan dada, dia melemparkan ekspresi menyebalkan lagi ke gue. "Santai aja dong jawabnya. Sensi banget. Kalo mau beneran juga nggak papa." Katanya sembari melebarkan senyuman miringnya yang membuat gue tambah naik pitam. Mukul kepala orang nggak dosa 'kan?

ORDINARY MISTAKE [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang