16: Questions And Answers, Eh?

38 23 2
                                    

Jean's POV

~

          Clara tertawa paksa setelah mendengar kalimat konyol yang lolos dari bibir gue tanpa mikir panjang. Iya. Gue pantes di beri tawaan lucu dari Clara mengingat beberapa detik lalu, gue ngomong yang aneh-aneh. Yaiyalah! Nggak mungkin banget dong?

          "Jangan geer dulu. Kalo jatoh sakit. Pikir aja yang layaknya emang pantes disamain sama kelakukan Jeka." Ujar Clara setelahnya. Dia melirik gue sekilas sebelum melanjutkan acara makannya yang tertunda karna harus mendengar gue berbicara tadi. "Tapi kalo bener, ya bagus lah. Lo beruntung berarti." Sambungnya sembari mengunyah sepotong batagor.

          "Lo lebih beruntung, bego. Lo udah jadi pacarnya Randi dari kapan tau." Gerutu gue ke Clara. Dia menyengir lebar sembari terkekeh geli. Kadang, orang selalu memuji orang lain padahal dirinya lah yang lebih baik daripada yang di puji. Ya, nggak apa-apa sih, itu namanya lebih menghargai perasaan orang lain. Gue aja begitu. Hehehe.

          "Tapi Randi bukan Most Wanted lho. Jadi nggak seberuntung lo, Je."

          "Yaudah kek! Ga bersyukur banget lo jadi cewek! Lagian 'kan, belum tentu juga Jeka suka sama gue, udah main beruntung-beruntungan aja!" Ujar gue, nggak santai. Dan tawa Clara meledak setelahnya. Terbahak-bahak sampe gue yang ngelihatin jadi sebel.

          Jadi, apa pemikiran gue yang gila itu benar? Atau bahkan sebaliknya?

*

          Jika dipikir atau mencoba mengingat ulang, sebenarnya gue sama Jeka itu memang masih dalam masa musuhan. Gue pengen minta maaf lagi biar dia nggak selalu sinis setiap ketemu gue. Inisiatif sendiri, sehabis keluar dari gedung sekolah dan ke area parkir motor, gue harus nyamperin dia.

          Bell pulang berbunyi saat gue bergegas menuruni tangga. Mendadak gue mengabaikan Vian yang lagi ribut sama anak cewek di kelasnyaㅡtentang piket hari ini. Vian yang nggak mau piket, tapi temen ceweknya maksa. Jadilah keributan.

          Saat keluar dari gedung sekolah, gue langsung mempusatkan pandangan gue ke arah kawasan parkir. Benar aja, Jeka ada disana sama Juho yang lagi siap-siap mau make helm. Tanpa mikir panjang, gue langsung lari ke mereka. Dan yang sadar hanya Juho.

          "Jeka!"

         "Eh Jean." Sahut Juho sambil tersenyum.

          Sejak kapan mereka jadi tukeran nama begini? Gue manggil siapa yang nyaut siapa.

          "Boleh ngomong?"

          Jeka terdiam. Bibirnya terkatup rapat tapi arah pandangnya dipusatkan ke gue sekarang. Spontan, gue membalas tatapan dia dengan tatapan penuh artiㅡmencoba memberitahu dia kalau gue ingin membicarakan sesuatu. Sepuluh detik, dia menoleh ke Juho. "Tolong kabarin Vian ya, ho. Gue pulang sama Jean." Sambil make helmnya.

          Juho mengacungkan jempol tangan kanannya. "Sip." Jawabnya, turut memasang helm juga.

          Jeka masih berdiri di samping motornya saat justru gue nungguin dia naik ke motor. Nggak tahunya, dia nunggu Juho pergi. Selepas motor Juho udah melenggang pergi dari tempat parkir sebelumnya, barulah Jeka naik keatas motornya. Menyalakan mesin, dia menoleh sedikit ke sampingㅡmelirik gue yang berdiri di samping kanannya. Siap-siap mau naik, tahu-tahu dia ngasih helm yang biasa gue pake kalau pulang bareng dia. "Pake helm dulu." Ujarnya.

          Gue memakai helm yang diberikan Jeka. Selepas itu, baru gue naik ke motornya. Dan dia menjalankan motornya keluar area sekolah. Melewati beberapa komplek, barulah bergabung dengan kendaraan-kendaraan lain di jalan besar.

ORDINARY MISTAKE [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang