26$

1.1K 81 5
                                    

Estafet CHAPTER..

.........

"Hal yang paling menyakitkan untukku adalah aku jauh darimu, aku tak bisa melihatmu, tak bisa menyentuhmu. tapi yakinlah ada yang lebih dari itu semua, itu adalah aku tak dapat memilikimu secara utuh." - by Leonard Atariz Clarief.

><><><><><><><><


"Jadi? Bagaimana hubunganmu dengan bocah itu?" Zen melirik kearah Luke yang tengah sibuk menyusun atau lebih tepatnya tengah merapikan beberapa laporan yang nanti harus dirinya periksa. Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Luke. Luke masih sibuk dengan kegiatannya. Membuat Zen jengah dengan sifat Luke yang terlalu bertele-tele. Padahal sudah jelas bahwa Luke terlihat kehilangan saat bocah itu tak lagi di sampingnya, tapi tetap saja keras kepala. Dirinya bisa saja membantu Luke untuk mencari keberadaan bocah itu.

Tapi rasanya percuma kalau orang yang bersangkutan tidak begitu menghiraukan. Walau jengkel, Zen mengerti bahwa itu adalah urusan Luke. itu adalah ruang pribadi untuk Luke, Zen tak memiliki hak apapun untuk memasukinya. "Gue tak tau, ada apa dengan lo, tapi gue hanya tak ingin lo menyiksa diri lo sendiri dengan menyibukkan diri dan tenggelam dalam pekerjaan. Harusnya lo lebih—"

"Zen, kita sedang ada di kantor. Bisakah kau tak perlu mengucapkan hal yang tidak perlu? Gue tegaskan sekali lagi, dia bukanlah siapa-siapa gue. Jadi tak perlu—"

"Bukan siapa-siapa tapi lo seakan melarikan diri dari sesuatu? Gue tau lo udah lebih dari kata matang untuk urusan sepele semacam percintaan, maka dari itu gue gak bakal ikut campur. Lo adalah pria matang. Lo tau apa kebutuhan lo. Gue gak bisa kasih nasehat, karena gue gak bisa kasih. Tapi intinya, jujur aja sama diri lo sendiri. Gak jelek juga." Zen menghela nafas lelah karena Luke sama sekali tak menghiraukannya. Sejak kapan Luke menjadi keras kepala? Sejak kapan? Memang sejak kapan dirinya tau segala hal tentang Luke?

Zen terkekeh pelan akan pemikirannya. "Benar juga, dari dulu sampai sekarang pun lo gak sedikitpun percaya ma gue, maupun yang lainnya." Luke jelas sontak mendongak menatap atasan sekaligus sahabatnya itu. "Sedari dulu lo gak pernah terbuka dengan kami. Bukankah tandanya lo gak percaya dengan kami?"

Entah kenapa perkataan Zen sekarang menyulut amarahnya yang memang sejak kemarin dia tahan. Dia meremas kertas yang ada di tangan kanannya. Lalu menghela nafas kasar. "Saya permisi, ada yang harus saya siapkan." Luke berdiri dari tempatnya dan berjalan keluar dari ruangan Zen. Zen yang melihat Luke keluar dari ruangannya hanya bermodal diam, membuatnya menghela nafas lelah.

"Mau sampai kapan dia keras kepala begitu? Sekali dilihatpun juga pasti akan ketahuan." Zen menatap sebuah artikel yang tadi baru saja dia dapat dari informan yang dia minta.

Zen menghela nafas melihat beberapa tulisan yang tertera besar-besar pada judul artikel itu. "Padahal gue gak ingin dia merasakan rasa sakit ini. Kalau sudah begini gue harus gimana?" Zen melempar laporan artikel itu di atas mejanya. Dia ingin sekali membantu temannya itu. Dia tak ingin menjadi sahabat brengsek karena dia tak becus memberikan dorongan di saat sahabatnya membutuhkan dorongan.

Sebuah ketukkan pintu membuyarkan lamunan Zen, dan saat melihatnya ada sosok Jake yang berdiri di ambang pintu. "Masuk aja, Jake. Luke gak hubungin gue kalau elo datang."

"Katanya di suruh masuk saja."

Zen terkekeh, dia lalu meminta Jake untuk menghampirinya. "Ada apa? Apa ada masalah dengan pekerja yang gue kirim?"

Jake terlihat menggeleng. Namun saat dia ingin berucap sesuatu, perhatiannya teralihnya pada kata-kata "PEWARIS KELUARGA CLARIEF MENGADAKAN SEBUAH PESTA PERTUNANGAN DENGAN SALAH SATU PUTRI PERUSAHAAN DIAMOND ARPART COMP" pada sebuah laporan artikel yang entah itu di dapat di mana. Dan di sana terdapat beberapa foto yang salah satunya dia sangat mengenali siapa lelaki yang di maksud itu.

[3] Different Love (yaoi) (MxBxM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang