23$

1K 89 6
                                    

hai. maaf yaa lama banget gak ngelanjutin ini. terus tau-tau udah nongol cerita baru aja. maaf. bener-bener minta maaf. di anggurin sampai 4 bulan. tapi author hiatus itu ada alasannya. yeah walau terlihat banyak alasan, i know, tapi emang begitulah. banyak banget masalah yang beberapa bulan ini author hadapi. bahkan sempat 2 bulan author nggak tengok ketikkan cerita author.

well, walau masih belum reda masalahnya, author ngerasa gak enak sudah menelantarkan apa yang sudah author buat. buat kalian yang masih setia sama cerita ini. demi tuhan! apapun itu saya bener-bener terima kasih banget. saya sempet lupa kalau saya punya kalian para reader, karena ada beberapa masalah. maaf. saya minta maaf.saya tau kalian pasti gak akan dapat feel kembali saat membacanya. tapi saya hanya berniat menuntaskan apa yang author buat.

sekali lagi saya minta maaf sebesar-besarnya. karena kalian saya bisa bertahan sama masalah-masalah mengerikan itu. terima kasih!

><><><><><><><><

"Jake? Kau sedang apa? Kenapa kau memegangi kepalamu? Apa kepalamu sedang sakit?" Clara berjalan cepat menuju suaminya yang terlihat memegang kepalanya. Ada rasa takut yang selalu menghampirinya saat dia melihat suaminya yang tampak kesakitan.

"Tak apa. Aku tak apa." Namun siapapun yang melihat Jake yang sekarang, mereka akan tau bahwa Jake tidak sedang baik-baik saja. Nafas Jake kini terengah-engah, meringis menahan rasa sakit di kepalanya. Dia tak tau apa yang terjadi, hanya saja, semalam dia memimpikan sesuatu yang terlihat sangat tidak jelas.

Sesuatu yang buram, namun terlihat sangat familier bagi Jake. Jake berusaha mengingat apa yang ada dalam gambaran mimpinya. Sedetik kemudian kepalanya berdenyut menyakitkan seakan siap membuat kepalanya pecah menjadi berkeping-keping. Tak ada. Tak ada satupun yang dia ingat. Tapi kenapa saat melihat gambaran mimpinya itu Jake seperti ada merasakan perasaan kecewa? Serta sakit hati? Kenapa dia merasakan hal itu? Apa yang membuatnya merasakan hal seperti itu?

Hingga kegelapan merengut kesadarannya, dia masih belum mendapatkan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan di dalam pikirannya. Clara yang melihat suaminya jatuh pingsan, kini mulai menangis dan panik. Dia mencoba mencari di mana ponselnya berada. Dia harus menghubungi seseorang untuk meminta tolong. Ponsel siapapun yang dia dapatkan, yang terpenting dia harus dapat menghubungi seseorang. Dia menunggu dengan gelisah pada sambungan telponnya. Sekarang seharusnya orang-orang pergi menuju kantor. Tapi dia berharap orang yang dia hubungi mau mengangkat telponnya.

"Ya?"

Saat mendengar jawaban tersebut, Clara mengungkapkan isi kepanikkannya. "Kak Luke? kak Luke aku mohon tolong. Jake..Jake pingsan. Dan aku tak tau apa yang harus aku lakukan? Aku harus bagaimana? Aku takut terjadi sesuatu pada Jake. Kak.."

"Clara? Ada apa? Tenanglah. Berbicaralah pelan-pelan. Sekarang kau ada di mana? Aku akan segera ke tempatmu."

"Aku sedang ada di rumah. aku mohon tolonglah Jake." Tangisnya sudah tidak dapat di bendung. Kekhawatirannya kian memuncak saat dia mengingat hal yang dulu pernah terjadi di antara mereka. Memikirkan itu saja perutnya bergejolak luar biasa. Terasa sangat sakit. "Sa...sakit."

"Clara? Clara? Ada apa? Clara?" Clara jatuh dan mencoba menahan rasa sakit yang ada dalam perutnya. Dia ingat dia tengah mengandung. Demi tuhan, apa yang telah dia lakukan? Dia mencoba memegangi perutnya yang semakin terasa menyakitkan.

Luke yang menerima telpon dari Clara segera mungkin menuju ke rumah Jake. Dia merasa khawatir dengan nada suara Clara tadi. Terlebih perempuan itu tengah mengandung. Arka yang melihat abangnya baru saja keluar dari kamar kini menatap heran. Dia melihat abangnya berlari dengan pakaian santai atau bisa di bilang hanya mengenakan kaos putih dengan celana jean. Berlari secara terburu-buru.

[3] Different Love (yaoi) (MxBxM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang