16$ (1)

1.7K 101 16
                                    

cerita ini hanyalah sebuah hiburan semata, tidak ada sangkut pautnya dengan dunia nyata. cerita merupakan pembelajaran non formal. ambil baiknya, buruknya di buang.

selamat menikmati~

ps: cerita ini akan saya jabarkan bagaimana Luke sebenarnya. dia dengan sifat pengecutnya, dia dengan sifat yang 'nyaman' dengan berada di zona nyamannya. dan tanpa author tau, ternyata ada yang mirip di dunia nyata. bahkan sangat mirip dengan Luke. author ingin dukung dia dari cerita ini. karena ceritanya panjang. di bagi dua ya. ahaha

><><><><><><><><

"Kau ulurkan tanganmu padaku, aku bertahan menolaknya. kuterima uluranmu, hanya rasa sakit dan takut yang aku dapatkan." - By someone.

><><><><><><><

Aku menghela nafas untuk kesekian kalinya untuk hari ini. Setelah semalam aku menginap di rumah Jake, aku paginya pamit pulang. Karena aku tak ingin merepotkan Clara. Itu sudah bukan hakku bila aku menginap di rumah Jake lebih lama lagi, terlebih aku juga tengah membenci Jake. Alhasil tanpa pulang ke rumah, aku terdampar di sebuah kafe dan memilih untuk mampir di sana. Oh, aku juga sudah ijin ke Zen bila 2 atau 3 hari aku akan ijin tak masuk kantor. Zen awalnya tak setuju, tapi akhirnya mengiyakan dengan syarat, tentu harus bercerita.

Aku meneguk Teh lemonku yang terasa sangat menyegarkan. Aku melihat sekeliling kafe ini sepi, bahkan pengunjungnya masih sedikit, walau yeah, ini masih menunjukkan pukul 8 pagi. Jadi tak heran bila kafe yang dia tempati masih sangat sepi. Hanya beberapa segelintir orangdi sini yang mungkin sedang sarapan. Aku kembali menyesap teh lemonku, saat seseorang berdiri di hadapanku dengan senyum cerahnya.

"Hai. Sendiri?" aku mengangguk mengiyakan. "Boleh aku bergabung denganmu?" aku menatapnya ragu, tapi akupun mengiyakan saja. Dia beramput coklat muda, dengan iris matanya yang berwaran biru. Pria itu lalu tersenyum padaku kembali. "Apa aku mengganggu waktu sarapanmu?"

Aku tersenyum kecil demi kesopanan. Lalu menggeleng. "Tidak. Silahkan."

"Oh ya, boleh kita berkenalan? Tadi saat melihatmu duduk di sini, kau hanya sendiri saja. Jadi aku menghampirimu. Perkenalkan namaku Alexander. Panggil saja Alex." Pria bernama Alex itu menjulurkan tangannya padaku, dan aku menyambutnya.

"Yeah. Tak masalah. Ini bukan tempat dudukku tentu saja. Jadi kau boleh duduk di sana. Namaku Abdullah Lucky Abraham. Panggil saja Luke."

"Ah. Nama yang indah. Oke. Aku panggil Luke tak masalah?" aku mengangguk.

Aku mengira Alex adalah orang yang menyebalkan, tapi ternyata dia adalah orang yang asyik untuk di ajak bercanda. Bahkan dia sangat konyol. "Astaga. Bagaimana bisa? Kau harusnya memberikan sebuah pukulan bila sahabatmu itu menyebalkan." Aku terkekeh mendengar penuturan Alex saat mendengarku bercerita. Rasanya tanpa sadar aku mengutarakan semuanya kepada Alex yang notabene baru saja aku kenal. Alex sangatlah mengasyikkan. Dan membawaannya yang supel.

"Jadi kau tinggal di mana? Aku tinggal di apartement tidak jauh di sini. Mampirlah bila kau ada waktu." Aku mengangguk dan tersenyum atas tawaran Alex. "Thanks. Kapan-kapan aku akan mampir ke sana. Rumahku di dekat Kelapa gading."

"Oh? Bukankah itu lumayan jauh dari sini? Sedang apa kau ada di sini? Apa kau bekerja di sekitar sini?" aku tersenyum kecil mengingatkan kembali masalahku.

Lagi. Lagi dan lagi aku bercerita mengenai masalahku dengan lancar pada Alex. Entah kenapa rasanya bila bersama Alex aku bisa menceritakannya. Padahal aku bukanlah type orang yang mau mengumbar seluruh masalahku kepada orang lain walau itu sahabatku sekalipun. Aku juga tak tau.

[3] Different Love (yaoi) (MxBxM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang