17$

1.4K 106 13
                                    

cerita ini hanyalah hiburan semata tanpa ada sangkut pautnya dengan dunia nyata. cerita merupakan pembelajaran non formal. ambil baiknya, buang buruknya.

selamat menikati~

><>><><><><<><><>

"Cinta bisa hadir, cinta bisa memilih, cinta juga bisa pergi. Tapi satu yang tak bisa cinta lakuin, cinta tidak bisa menunggu" By Kunkun

><><><><><

"Jo ngajak kita ke pulau raja ampat. Lo ikut gak?" aku memalingkan wajahku dari layar komputer pada wajah Zen yang sudah nongol aja di depan ruanganku. Aku menaikkan alisku satu pada Zen. "Meninggalkan kantor?"

Zen terkekeh. "kita orang kantoran juga butuh kali refreshing. Gue alihkan ke paman gue. Atau ke Galih. So santai aja. Lagian Stella juga yang pengen kita semua ikut. Bawaan bayi katanya." Aku menggidikkan bahuku sebagai jawaban.

"Reffa tanyain elo mulu. Gue heran, tunangannya itu siapa sih?" aku tertawa kecil menanggapinya. Terkadang Zen juga bisa cemburu dengan sahabatnya sendiri. "Kayaknya Reffa lebih cenderung tertarik ma gue deh, Zen. Ketimbang elo."

"Eh. Anak kuda! Itu mulut minta gue tabok. Reffa itu milik gue ya." Aku hanya kembali tertawa dan menfokuskan pikiranku pada laporan yang sudah menumpuk karena keabsenanku selama 3 hari. Lumayan laporannya mampu membuatku harus lembur.

"Gimana masalah lo ma si wanita yang bilangnya pacar lo."

Aku melirik Zen dan kembali mengetik beberapa angka yang ada di komputer. "Biasa aja."

"Lo cuek banget. Ini masalah elo. Belum lagi masalah lo ma Leon."

"Pak. Bisa tolong periksa laporan ini? Ada beberapa yang harus sepersetujuan bapak." Ucapku sambil memberikan tumpukan berkas yang merupakan laporan bulanan. Zen menerima laporan tersebut sambil mendecih. "Terus aja lo melarikan diri."

Setelah mengatakan itu Zen pergi menuju ke ruangannya. Dan aku hanya menghela nafas. Mengenaskan sekali menjadi aku. Selalu serba salah. Aku lalu menatap komputer, kembali berkonsentrasi. Mencoba mengaihkan pikiranku terhadap masalah yang beberapa hari ini aku hadapi. Tapi tanganku terhenti saat sesuatu mengingatkanku akan sosok Leon yang menatapku dengan tatapan sendu. Aku menggelengkan kepalaku dan kembali untuk berkonsentrasi. Tapi terasa sangatlah susah.

Telpon yang berada di atas mejaku tiba-tiba berbunyi mengalihkan lamunanku. Dengan sigap aku mengangkatnya. Ternyata dari pihak Resepsionis yang mengatakan bahwa ada seorang anak yang ingin bertemu denganku. Tentu aku mengernyitkan alisku. Biasanya Dini menyuruh Leon untuk masuk. Tapi suaranya tidak mirip Dini. Ya mungkin yang lain. Akupun mengijinkannya masuk dan memuruhnya menuju ruanganku. Beberapa menit muncullah sosok Leon. Benarkan. Lalu tak biasanya harus bertanya dulu?

"Ada apa? Tumben tak langsung naik?"

Leon menatapku dan berdiri tepat di sampingku. Dia menggidikkan kedua bahunya. "Wanita yang menjaga resepsionisnya beda. Aku tak tau siapa dia. Dia bertanya mengenai keperluanku. Seperti itulah." Aku mengangguk. Dan kembali menekuni berkas yang tadi tak sempat aku periksa. Membiarkan Leon melakukan apa yang dia inginkan.

"Luke, nanti mau kan mampir dulu ke rumahku?" aku melirik ke arah Leon yang sedang memandangi sebuah kalender kecil di atas mejaku. "Yeah, nant akan aku antar pulang."

Lalu suasana kembali hening, hanya detik jam yang memenuhi suasana canggung ini. Aku tak tau, kenapa suasana begitu canggung. Mungkin karena aku mulai menarik diri dari Leon, sedangkan Leon berusaha berdekatan denganku. Jadi, suasanya terasa begitu awkward. Tiba-tiba dalam pikiranku terpikir nama Leon untuk mengajaknya ke raja ampat. Tak mungkin aku hadir ke araca kumpul itu hanya seorang diri. Tapi aku takut bila Sesil mengetahuinya dan ingin ikut. Itu adalah hal yang merepotkan menurutku.

[3] Different Love (yaoi) (MxBxM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang