9$

2.4K 162 18
                                    

cita adalah sarana untuk menghibur. jadi bagi kalian yang membaca ini semoga terhibur.

selamat menikmati~~

><><><><><><><

"dua pasang kekasih akan memiliki dua kepribadian yang berbeda. hanya bagaimana cara kita menyatukan dua perbedaan tersebut menjadi sebuah pelengkap." - by author.

><><><><><><>

Aku menatap tumpukan berkas yang ada di depanku. Tidak ada niatan untuk menyelesaikannya. Rasanya hari ini pikiran dan juga moodku mendadak menguap begitu saja. Tidak ada niatan untuk menyentuhnya. Pikiranku melayang pada kejadian semalam. Ketika Leon mengunjungi rumahku dan menceritakan hal yang sama sekali tak aku ketahui. Tapi mendapatkan pernyataan cinta dari seorang lelaki berumur jauh di bawahmu itu rasanya adalah hal aneh. Bahkan Leon lebih mirip bila dia adalah adikku, di banding pasangan.

Aku sama sekali tak memiliki keberanian sebesar Leon. Dia berani mengungkapkan perasaannya tanpa memikirkan pandangan orang terhadapnya. Dia hanya menyampaikan apa yang dia rasakan dan dia inginkan. Sedangkan aku hanya bisa memendamnya. Sebenarnya aku malu untuk bertemu Leon. Saat perkataan Leon seminggu yang lalu membuatku tertegun. Saat itu tanpa sadar seperti ada sebongkah palu yang menghantam pikiranku.

Leon yang tak mengenal sahabat-sahabatku, dan Leon yang mengungkapkan perasaannya padaku walau dia bertemu denganku hanya beberapa kali. Dia mampu mengungkapkan semua itu di depan sahabat-sahabatku yang jelas notabene mereka akan mengernyit heran. Dia tak mempedulikan pandangan orang lain. Leon hanya memandangku dengan senyum simpulnya. Aku menaupkan wajahku dengan kedua telapak tanganku.

Aku tidak seberani itu walau aku mengenal Andara dan Sahabat-sahabatku. Aku terlalu takut dengan sekelilingku, aku terlalu takut dengan keluargaku, yangterpenting aku terlalu takut dengan agamaku. Agamaku tidak memperbolehkan adanya cinta sesama jenis. Itulah yang membuatku mengurungkan niatku. Sebenarnya perasaan ini terlalu menyiksaku. Hampir membuatku gila. Bagaimana bisa aku belum bisa melupakan Andara hingga saat ini?

Aku mengusap wajahku frustasi. Aku ingin sekali seberani Leon. Tapi pikiran dan hatiku tidak sejalan dengan kemauanku. Aku memandang komputer yang ada di depanku dengan pikiran menerawang pada sosok Leon. Leon adalah sosok yang menawan. Dia memiliki sebuah kharisma yang entah bagaimana aku memikirkan itu. Dia terlihat begitu dewasa di bandingkan umurnya.

"Ngelamun lagi lo?" aku tersentak saat Zen muncul di sampingku dengan memukul kepalaku menggunakan gulungan kertas. "Setiap ada masalah lo selalu aja ngelamun."

"Sorry. Ada perlu apa? Apa ada yang—"

"Gue gak butuh apa-apa sih. Yuk ke ruangan gue. Reffa mau ngomong nih ma lo." Aku meneguk air ludahku dengan gugup. "Tampang lo gak usah tegang gitu, astaga. Reffa gak bakal gigit lo juga."

Aku hanya bisa mendengus mendengar perkataan Zen. Mau tak mau aku mengikuti sosok pria yang sangat tampan itu. Sahabat dan juga atasanku. Setelah masuk ruangan Zen, aku melihat Reffa sudah duduk di sofa yang di sediakan itu. Sejak kapan Reffa di sini? Aku tak sadar.

"Hai, Luke." Aku tersenyum dan menyambut pelukkan Reffa. "Aku tadi liat kamu ngelamun di depan. Aku sudah memanggilmu, tapi sepertinya kamu asyik dengan pikiranmu."

Aku terkekeh. "Maafkan aku." Aku dan Reffa lalu duduk bersebelahan, dan Zen tentu duduk di samping Reffa. "Apa ada masalah? Kau tampak lesu sekali." Aku tersenyum kecil melihat betapa khawatirnya Reffa.

[3] Different Love (yaoi) (MxBxM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang