#PODERS 8

12 2 6
                                    

27 Maret 2016, 08.39

"Berapa kali sudah Ibu bilang untuk mengemas pakaianmu, Peter?!"

"Aku tidak ingin bersekolah disitu," dengus Peter lalu mengambil sepotong roti.

Peter memasukkan sepotong roti itu kedalam mulutnya dan mengambil tasnya.

"Peter! Ibu sudah mendaftarkanmu disana! Mengapa kau tak mau?! Kau punya kekuatan yang sama dengan mereka!" Teriak Ibunya.

"Aku manusia biasa, aku tak punya kekuatan itu." Balas Peter dingin.

"Peter! Ibu mohon! Sekali ini saja, nak! Turuti kemauan Ibu!"

"Cih, tidak akan."

"Kalau Ibu menyuruhku menuruti kemauan Ibu, akan kuturuti. Asalkan bukan masuk ke sekolah itu."

"Ayolah, nak. Ibu sudah membayar mahal sekolah itu. Kau pasti akan jadi yang terhebat disana, percayalah." Ibu Peter terisak.

Ia berpikir sejenak lalu menghela napas dengan berat.

"Okay, this is the last, no more wishes."
Peter langsung pergi dengan koper yang telah disiapkan Ibunya tanpa pamit. Ia langsung menuju ke sebuah Bis kuning yang terparkir di depan rumahnya.

"Cepatlah, nak! Aku sudah menunggumu dari dua puluh menit yang lalu." Ucap sopir bus tersebut.

Peter hanya mendengus dan duduk. Selama perjalanan ia hanya memandang pemandangan lewat jendela dengan earphone yang menggantung di telinganya.

☆☆☆

"Bagaimana? Ia mau sekolah disana?"

"Ya. Untung saja dia mau."

"Bagus. Tiga orang sudah terkumpul."

"Hah? Untuk apa? Jangan menyakiti anakku, Rida."

"Tidak. Aku hanya bertugas mempertemukan mereka."

"Baguslah."

☆☆☆

" What is your power?"

"I don't know."

"Can you explain to me, what is your power look like?"

"Can't."

"Why? I heard that in America there are lots of people who have superpowers too."

"Aku bisa berbahasa Indonesia." Ucap Peter malas.

"Maaf. Saya pikir anda tidak bisa berbahasa Indone--"

"Cepatlah. Aku tidak ingin berbasa-basi." Potong Peter sambil mengunyah permen karet di dalam mulutnya.

"Jadi, apa kekuatanmu nak?" Tanya Bu Rida mencoba bersabar.

"Thunder."

"Namanya Electric." Koreksi Bu Rida.

"Aku tak bertanya apa namanya,"

Lagi-lagi Bu Rida menahan emosi.

"Baiklah, nak. Asistenku akan memberimu jadwal kelas dan seragam. Peraturannya juga sudah tertulis di kertas yang tertempel di kamarmu."

"Aku tahu."

"Baiklah, silahkan ke kamarmu." Senyum Bu Rida.

Peter mengambil goodie bag tersebut dan keluar ruangan tanpa pamit. Bu Rida hanya mendengus kasar. "Dasar keturunan Yunani," batinnya.

☆☆☆

Peter berjalan menyusuri koridor asrama dengan wajah jutek dan sebal. Ia benar-benar tidak tertarik sama sekali untuk berada disini. Ia membuka pintu asrama dengan kasar dan masuk ke dalamnya seperti sang tuan rumah.

PODERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang