5

79 32 1
                                    

"Kenapa, Bel?" Tanya Citra ke gue pas dia udah selesai vidcall-an sama Roy. Alhamdulillah ada temen curhat ahay.

"Masa lalu itu, Cit. Dateng lagi di pikiran gue."

"WAT DE FAK."

"Iya, Cit. Gue harap lo tau maksud gue."

"Kok bisa sih, Bel?" Oke sip. Gue bakal ceritainnya pas nanti aja. Saat kita berlima lagi ngumpul.

🌹🌹🌹

"Sip. Udah ngumpul semua kan?" Gue ngecek si empat curut di meja kantin. Karna gue sengaja ngajak mereka, gue mau ceritain masa lalu gua, terus sama kejadian yang di lantai 3 itu.

"Ude." Jawab empat curut itu dengan malas. Kan tai.

"Bentar, gue pesen makanan dulu." Ucap gue.

"Buat siapa?" Tanya Raina. Ya, buat gue lah.

"Buat gue lah. Ya kali gue bayarin lo semua makan, yang ada gue tekor." Ya iya dong?

Gue pun pergi menuju tukang bakso.

Author's POV

"Basa-basi dulu aja. Fio, lo putus aja sih sama si Aldo. Kaga ada gantengnya, otak beku, dan gak famous." Cerocos Raina.

"Menurut gue, si Raina ada benernya juga. Mending lu putus aja. Lagi pula, lo gak suka sama dia kan sebenernya?" Tambah Aida.

"Iya tuh, lo gak suka kan sama dia? Lo itu cuma kasian doang kan sama dia, karna gak enak hati buat nolak." Sambung Citra. Loh? Kok Citra ikutan?

Fio hanya terdiam mencerna perkataan para sohibnya itu.

"Ngaca, Fi. Lo itu cantik, meskipun rada jorok. Eit, tapi gue akuin lu emang cantik. Sedangkan Aldo? BEDA JAUH, SIST!" Ujar Raina dengan penuh dramatis.

"Hm...gue rasa, lu emang cantik sih ya. Tapi, yang paling penting. CANTIKAN GUE LAH! HAHA." Ledek Citra dengan nada sedikit kencang.

"Kecantikan kita itu dinilai sendiri oleh pasangan kita masing-masing. Jadi, lo semua kaga usah kegeeran!" Balas Aida.

"Yee...! Nyolot lu, Da." Cibir Fio.

"Hashtag Aida jelek bau Adi." Canda Raina.

"Bentar dah. Kita asyik sendiri. Si Belva mau curhat noh. Kasihan tau dia." Citra menatap Belva yang sedang memesan bakso dengan malang.

"Itu Belva!." Seru Fio membuat mereka menjadi diam, tertib, aman, dan damai.

"Lo mau cerita apa sih, Bel? Pake hape gue di sita segala lagi." Tanya Fio dengan malas karena hapenya di ambil sementara oleh Belva. Belva takut saat ia cerita, tiba-tiba saja ada panggilan ataupun pesan dari pacar sahabat-sahabatnya itu.

"Gak papa, Bel. Di sita aja hpnya si Fio. Dia mah gak cocok sama Aldo." Cibir Raina.

"Nyolot lo, Na." Balas Fio.

"Bodo!" Jawab Raina jengkel.

"Tapi, Raina gak nyolot kok. Dia bener. Aldo sama lo gak cocok sama sekali." Sambung Aida.

"Kalo gue udah nyaman, gimana?" Tantang Fio.

"Wohhhh!!! Hebat! Nyaman ya? Keren gila." Seru Raina bertepuk tangan.

"Woy! Ini mau gue mau nge-bahas tentang curhatan hati gue. Bukannya nge-bully Aldo!" Kesal Belva. Karena dari tadi dirinya tidak di hiraukan.

"Iya, iya. Ceritain, Belv." Jawab Citra.

"Oke. Jadi, gue punya masa lalu." Jelas Belva tapi kurang jelas. Gimana dong?

"Masa lalu? Mantan? Mantan terindah lo sekolah di sini? Udah mending lu balikan aja dah. Daripada syirik mulu ngeliat kita pacaran." Sambar Raina.

"Eh, bujubuneng. Gue belom selese ngomong, kambing!" Belva kesal. "Jadi, dulu pas SMP. Entah kelas berapa, gue pernah suka sama Fahmi. Na--" ucapan Belva terpotong karena Aida, Raina, dan Fio menghentakkan tangannya di atas meja kantin. Dan langsung berdiri.

"Yaudah, kalo gitu kenapa lu benci? Udahlah lu pacaran aja sama Fahmi. Daripada ribut mulu di bumi." Celetuk Aida yang buat Belva menggeram kesal.

"Woy, semvak miper! Gue belom selese ngomong! Bangsul luh." Belva kini sangat kesal.

"Udahlah, kalian mending diem aja. Dengerin Belva cerita. Jangan ngoceh kaya curut aja." Celetuk Citra ke Fio, Aida, dan Raina.

"Nah, pas itu gue udah hampir setahun suka sama dia. Eh, dia tiba-tiba malah seenak jidat ngehina gue. Bilang gue cupu lah, apa lah. Pokoknya dia benci banget ama gue waktu itu. Gue sakit banget. Rasanya, hati gue kaya di tusuk pake jarum pentul 50 cm. Akhirnya, gue bales kebencian dia. Eh, terus kita jadi saling benci sekarang." "Gue udah bisa ngelupain hal itu dari pikiran gue. Tapi entah kenapa pikiran itu datang lagi." Belva mulai meneteskan air matanya. Alay banget ya? Ya udah...

"Udah dong Bel, jangan sedih. Kita janji gak bakal ninggalin lu sendirian cuma karena kita sibuk sama pacar-pacar kita. Yakan, guys?" Ucap Citra menenagkan Belva sambil mengahapus air matanya dengan tisu yang barusan Citra ambil.

'Iyain aja udah' Citra memberi kode ke Fio, Aida, dan Raina dengan melototi matanya.

"Iya, Bel." Jawab Raina dengan terpaksa.

"Iya. Kita janji." Janji palsu Fio.

"Kita gak akan sibuk kok sama pacar-pacar kita." Kata mustahil Aida.

"Terus, gimana lagi ceritanya? Kenapa pikiran itu bisa datang lagi?" Tanya Citra mengalihkan pembicaraan yang membuat Belva bersedih.

"Si Fahmi sok mau PDKT sama gue. Kea misalnya nanyain udah makan apa belom. Kan gua jijik. Terus gua bilang 'lo di santet sama dukun mana njir'. Hahaha." Mereka semua tertawa karena ucapan Belva yang asal ke Fahmi. "Eh, dia malah ketawa. Gua tuduh dia aja kalo dia taruhan. Eh terus dia bilang 'enggak' tiba saatnya dia izin ke gue buat duduk di sebelah gua. Gua singkat jawabnya 'gak' eh dia protes. Terus tiba-tiba gua jadi ngeluarin ucapan yang gua rasain dulu. Jadinya gua keinget masa itu lagi." Jelas Belva panjang lebar kali tinggi. Lo pikir ini rumus mtk? Ini mah rumus cinta. Eaa.

"Emang lo bilang apa ke dia?" Tanya Rania penasaran.

"Gue bilang 'mending lo ke kamar mandi, ngaca! Orang jahat kaya lo pantes gak sama orang yang hatinya pernah disakitin sama penjahat itu!' Gue ngomong seenak jidat ke dia. Gua juga gak tau kenapa gua bilang itu ke dia." Jelas Belva.

"Waw! Hebat lo, Bel." Fio bertepuk tangan.

"Hebat pala lo kemiri? Gue rasa, gue udah ngomong yang bikin hati dia sakit deh." Wajah Belva menjadi murung.

"Yaudah, bagus dong Bel. Berarti lo udah bales dendam ke dia!" Ujar Citra.

"Bales dendam?" Belva mengernyit kebingungan.

"Yeah."
.
.
budayakan vote setelah membaca:)

Hate HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang