4. KDP

32 11 2
                                    

Rasa aneh ini selalu saja menghampiri kala dirinya bersama orang lain.

"Renaaa," Dika mendatangi kelas Rena setelah beberapa menit bel istirahat pertama berbunyi.

"Nggak usah teriak - teriak. Gue nggak budek."

"Kelas lo sepi kayak kuburan gini sih. Izza mana?" Dika duduk di depan Rena saat ini.

Kelas Rena memang benar - benar sepi. Hanya ada dirinya di sana. Semua temannya pergi ke kantin. Izza berada di perpustakaan.

"Izza ke perpus."

"Kok lo nggak ikut? Lo nggak melakukan yang aneh - aneh kan?" Dika memicingkan matanya.

"Lo pikir gue ngelakuin apa? Lo nggak lihat ini lagi ngerjain tugas." ucap Rena dengan kesal.

"Lagian lo di kelas sendirian. Emang lo nggak takut?"

"Nggak."
Dika menggelengkan kepalanya beberapa kali sambil mengucap istighfar.

"Ih Dika, lo kesurupan?"
Rena melontarkan pertanyaan yang tidak masuk akal itu.

"Gue lagi merukyah lo." Rena pun segera menjitak kepala Dika membuat pemilik kepala meringis.

"Enak aja. Gue masih normal kali,"

"Lagian lo marah mulu. Kok lo sekarang main jitak. Gue kira mau jewer kuping tak berdosa gue."

"Oh lo mau dijewer? Sini!"
Rena mengulurkan tangannya hendak menjewer telinga Dika.
Dika tentu saja langsung menghindar.

"Kok lo main KDP terus sama gue,"

"KDP? Apaan sih, nggak jelas."
Rena kembali melakukan aktivitas semula yaitu mengerjakan tugas. Dia sebenarnya sedang kesulitan mengerjakan tugasnya. Dan dengan kehadiran Dika rasanya ssmakin sulit saja untuk mengerjakan.

"Kekerasan Dalam Persaudaraan."  Dika terkekeh sebentar lalu berhenti ketika sebuah pulpen mendarat diwajahnya.

Rena melempar pulpen miliknya tepat diwajah Dika.

"Tuh kan, lo mulai lagi. Muka ganteng gue bisa lecet ini."

"Mau muntah rumus kimia gue."

"Ya ampun, Rena kamu, ya Allah siapa yang melakukan - nya? Gue bakalan hajar dia. Ya ampun sepupu gue ternodai."
Rena pun semakin kesal dan memukul kepala Dika dengan keras menggunakan buku tulisnya.

"Lo pikir gue abis ngapain. Lo nyebelin, sumpah!"

"Lo udah melakukan KDP lagi, entar gue laporin lo ke komnas perlindungan laki - laki."
Dika masih memegangi kepalanya dan tidak merasa berdosa sama sekali telah mengatakan hal yang tentu saja tidak benar adanya.

"Emang ada?"

"Ada! Entar gue bakalan suruh papa tersayang buat mendirikannya."
Rena hanya tertawa mendengar ocehan receh nggak ada bobotnya itu dari mulut Dika.

"Shuut, diem nggak." Rena pun berhenti tertawa.

"Kantin yuk! Gue laper." Dika malah mengalihkan pembicaraan.

"Nggak! ini tugas gue belum selesai. Lo mau ngerjain?"

"Tugas apa sih, ribet amat."

"Kimia, tinggal dua nomer sih, tapi gue nggak bisa."

"Coba gue lihat,"
Dika menarik buku Rena dan melihat tugas seperti apa yang sedang di kerjakan sepupunya itu.

"Ini mah gampang, kemarin gue udah ngerjain."

Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang