7. Pulang bareng

19 5 3
                                    

Sorot matamu menawarkan kebahagiaan yang perlu diperjuangkan


"Rena, nanti pulang bareng gue, mau?"

Entah bagaimana kalimat itu dengan lancarnya keluar dari mulut Geraldi begitu saja bak air terjun yang mengalir tanpa hambatan.

Rena yang mendengarnya berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Dan sialnya jantungnya berdetak semakin kencang seperti habis maraton. Dengan cepat Rena membalas.

"Gue bawa motor sendiri."

"O--oh," ada raut kecewa diwajah Geraldi.

Dika yang melihat itu menyeringai jahil. Dika tak bisa membiarkan begitu saja. Mungkin ada hal yang perlu diperjelas disini. Agar Rena kembali mengingat siapa Geraldi. Dika jadi teringat akan hal itu. Suatu hal yang menjadi kenangannya.

"Lo kesambet setan mana? Mendadak diam kayak patung?" Dika masih diam dan kali ini malah tersenyum karena ingatan akan kenangan itu muncul.

"Dika! Lo kenapa senyam senyum nggak jelas."

"Yaelah, gue diam salah, gue cerewet salah. Gue selalu serba salah deh, kalau di deket lo." Dika merubah raut mukanya menjadi cemberut.

"Iya, lo emang selalu salah!"

Sementara Geraldi yang masih disitu hanya diam tanpa kata melihat mereka. Rupanya mereka tak pernah berubah, selalu seperti ini.

"Gue duluan,"

"Eh, iya, Al." kata Dika sementara Rena tak mengatakan apapun melainkan menghembuskan napasnya seperti merasakan lega yang mendalam.

"Kenapa lo?" tanya Dika yang menyadari tingkah Rena barusan.

"Kenapa?"

"Lo salah tingkah, ya, tadi? Ngaku deh lo! Dedek Rena bisa juga ya salah tingkah, lucu banget, sih." kedua tangan Dika mencubit pipi Rena dengan gemas.

"Issh, apaan?! Nggak! Gu- gue nggak salah tingkah." namun pipinya bersemu merah.

"Kok jadi gagap gitu? Dan pipi lo kenapa merah gitu? Cyee yang diajakin pulang bareng terus salah tingkah." Dika tak bisa diam untuk tidak meledek sepupunya itu.

"Masa, sih?" Rena buru - buru menutup wajahnya dan berlari keluar dari kantin. Sementara Dika hanya terbahak menyaksikan itu.

×××

Walaupun ajakan pulang bareng telah ditolak oleh Rena, Geraldi tetap senang. Bahkan berkali-kali mengulum senyum di sepanjang koridor menuju kelasnya. Geraldi merasa bahagia. Geraldi telah menemukannya. Tinggal berusaha saja agar yang dicarinya bisa kembali ke tangannya.

Kini kakinya telah memasuki ruang kelas yang masih sepi hanya ada beberapa temannya yang sudah berada di kelas. Padahal bel masuk tinggal tiga menit lagi.

Geraldi menuju mejanya dan tangannya langsung meraih laptop di mejanya. Setelah dinyalakan Geraldi membuka folder itu lagi dan menuliskan sesuatu disana.

"Geraldi! Temanku yang paling baik dan guantengg. Udah bikin PR, kan?" suara Zidan barusan menghentikan aktivitas Geraldi.

"PR? Emang ada?" tanyanya benar-benar tidak mengetahuinya.

"Lo serius nggak tahu? Lo nggak ngerjain PR?" Zidan melongo, bagaimana Geraldi lupa bahwa ada PR ekonomi.

"Gue juga manusia kali. Bisa khilaf." buru-buru Geraldi mengeluarkan lks ekonominya dan mulai mengerjakan. Sementara Zidan berlari mencari contekan lain.

Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang