13. Jadi, kenapa?

17 6 3
                                    

Saat dekat denganmu bahkan aku sampai lupa bernapas saking gugupnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Saat dekat denganmu bahkan aku sampai lupa bernapas saking gugupnya.

"Lo beneran nggak ingat, Ren?" tatapan tajam itu kini berubah menjadi sorot yang sulit diartikan oleh Rena.

Di koridor yang masih sepi ini suasana menjadi hening kala mereka berdua tidak lagi bicara. Geraldi maju satu langkah lebih dekat dengan Rena. Tatapannya masih sama tepat mengenai manik mata Rena. Seakan mengunci sorot mata Rena untuknya.

Dengan jarak sedekat itu Rena hampir tak bisa bernapas bahkan detak jantungnya seakan terpacu kencang tanpa bisa dikendalikan. Rena juga menyadari pipinya kini memanas. Hingga semburat merah muncul begitu saja tanpa permisi.

"Gu-gue.." mendengar kalimat yang diucapkan dengan gagap oleh Rena, Geraldi berdecak dan mundur. Hingga akhirnya pergi tanpa sepatah kata pun meninggalkan Rena yang masih gugup di tempat.

***

S

aat bel istirahat berbunyi, Geraldi berniat pergi ke kantin bersama Alexa, teman sekelasnya. Namun, baru sampai di depan kelas geng Sandra menghadangnya dengan senyuman yang menurut Geraldi membuatnya kehilangan nafsu makan.

"Geraldi! Mau ke kantin, ya? Barengan gue aja gimana?" kata Sandra dengan nada yang super ngalus. Dan tentunya dengan  senyuman yang lebar sampai ke telinga.

"Gue sama Alexa." jawab Geraldi seadanya. Rasanya ingin cepat-cepat pergi kalau saja tangan Sandra tak bergelayut manja pada lengannya. Alexa yang berada di sampingnya juga ikut kesal rasanya ingin mengutuk cewek agresif di depannya.

"Lepas!" teriak Geraldi tak tahan lagi dengan perlakuan Sandra yang menurutnya murahan ini.

Alexa menahan napas sembari memutar bola matanya muak. Alexa sangat ingin memaki atau bahkan menjambak rambut curly Sandra. Sayangnya, ia tak ingin berurusan lebih lanjut dengan kakak kelasnya yang sok cantik seantoro sekolah itu.

Sandra hanya bisa mencebikkan bibirnya kesal. "Jangan pergi dulu!" titahnya tak ingin menyerah begitu saja.

"Lo, udah nggak jadi model di LA lagi, ya?" Geraldi kira Sandra akan memohon kembali padanya, tetapi justru pertanyaan itu yang keluar dari mulut Sandra.

Geraldi menghembuskan napas sembari memalingkan wajahnya. Selama ini dirinya memang dikenal sebagai model di LA. Dan itu membuatnya muak karena popularitas itu bukan dia yang menginginkannya. Lalu, sekarang bukannya dia harus mengumumkan bahwa dia sudah terbebas dari sebutan itu. Ya, dia harus. Dan mungkin melalui Sandra.

"Gue berhenti."

***

"Jadi, kenapa?" tanya Rena yang kesekian kalinya entah kepada siapa.

Dika dan Izza yang berada di dekatnya hanya bisa saling pandang tidak tahu apa yang sedang terjadi dengan Rena. Sejak tadi nasi goreng pesanannya hanya diaduk - aduk sembari melamun. Pikirannya seakan kosong, padahal kantin siang ini begitu ramai. Sempat sempatnya Rena melamun tidak jelas.

"Rena! Lo kenapa? Nggak bisa ngerjain kimia? Lo, kan bisa minta bantuan gue." Dika malah menyombongkan diri dan dibalas jitakan oleh Izza di sampingnya.

"Bukan." jawab Rena masih dengan tatapan kosong.

Sorot tajam dari mata biru itu seakan mengisyaratkan suatu hal yang tak pernah Rena tahu. Mengingat pagi tadi membuat jantung Rena terpacu kencang kembali. Entah.

Seharusnya bukan itu yang dipikirkan Rena. Seharusnya dia berpikir apa yang selama ini ia luapakan. Apakah sebelumnya dia mengenal Geraldi. Entahlah, yang jelas saat ini gadis berambut pirang itu pusing memikirkannya.

"Jadi, kenapa?" Dika mencoba bertanya lagi. Kali ini dengan tatapan lurus ke depan tepat di wajah Rena yang membuat Rena terkejut. Lamunannya seakan buyar tertiup angin lalu.

Sebelum Rena membuka mulut untuk menjawab, Izza meluncurkan tebakan yang tak pernah diduga oleh Rena.

"Jangan bilang lo bingung antara pilih Geraldi atau kak Levin?"dan suaranya itu cukup keras membuat beberapa orang yang berada di kantin menoleh ke arah mereka.

Dika mengelengkan kepalanya seakan salut, "Gue nggak nyangka, lo direbutin dua cowok." yang kemudian dihadiahi sentilan dijidatnya oleh Rena.

"Ck, bukan itu."

"Susah emang ngomong sama lo, tinggal jujur aja kenapa coba?!"

Izza yang percaya bahwa Rena tak akan bercerita, mulai menscroll home instagramnya. Sesaat kemudian matanya berbinar.

"Ren, daripada galau ikut kompetisi ini aja. Gue yakin ini bagus untuk menyalurkan emosi lo. Siapa tahu lo juga menangkan." sambil memperlihatkan layar ponselnya yang menampilkan sebuah postingan yang isinya kompetisi dance dalam sebuah festival.

"Nah, itu. Lo harus ikut!" Dika pun turut memberi dukungan untuk sepupunya.

Di rumah Rena memang sering meniru gerakan dance dari idol korea selatan walaupun begitu dia bukan fangirl. Dia hanya suka tapi tidak berlebih seperti layaknya fangirl. Namun, di sekolah justru mengikuti ekskul PMR bukan dance. Tidak ada alasan khusus sebenarnya, hanya saja Rena lebih minat dengan ekskul PMR. Menurutnya lebih berguna untuk orang lain.

"Oke, deh. Gue daftar. Tapi lo temenin, ya?"

"Dengan senang hati."

Dika ganteng nggak, sih?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Dika ganteng nggak, sih?

Mulai sekarang aku bakal rajin update cerita Blue Eyes pengen cepet selesai. Hhe.

Kemungkinan akan update seminggu sekali. Jadi, ditunggu ya, para pembaca :)

Mendekati puasa dan libur panjang pasti banyak yang gabut. Baca wattpad aja! Wkwk.

See you!

Blue EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang