14. Pecel Lele

15K 1.9K 214
                                    

Setelah pulang sekolah Jisung masih betah diam dan mengacuhkan gue

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setelah pulang sekolah Jisung masih betah diam dan mengacuhkan gue. Diam dan mengacuhkan disini dalam artian dia gak mau buka suara sama sekali. Entahlah... Apa cuma pemikiran gue atau bagaimana.

Tapi, dia masih memperhatikan gue kok. Kayak tadi pas gue kesulitan naik motor gedenya tanpa gue minta jisung mengulurkan tangannya membantu gue naik. Untuk ke sekian kalinya gue menghembuskan nafas berat. Serius, di diemin kek gini gak enak.

Gue pun hanya bisa mengeratkan pelukan gue dari belakang dan menyandarkan kepala di punggung Jisung. Gak berapa lama tangan kiri jisung mengelus pelan tangan gue yang melingkar diperutnya.

Senyum gue merekah seketika. Setidaknya jisung gak ngacuhin gue. Dia bener-bener maafin gue.

"Makan dulu ya... Baru aku anterin pulang."

Pecel lele Mamang Tiwai? Tumben doi ngajak makan dipinggir jalan. Setelah turun dari motornya, Jisung melepaskan helm yang ada dikepala gue.

"Sumpah ya aku masih marah sama kamu." Ucapnya tanpa mengalihkan pandangan dari gue.

Gue yang tersenyum manis lalu memeluk lengan jisung. "Ayo makan... Perut aku udah kelaparan nih."

"Sejak kapan pacar aku jadi centil gini?" tanya Jisung mencubit hidung gue dan terkekeh geli.

"Centil sama pacar sendiri gak papa ya?"

Setelahnya kami tertawa bersama kemudian masuk ke warung Mamang Tiwai buat beli pecel lele.

"Pesen apa mas?" Tanya Mang Tiwai ketika kami sudah duduk.

"Pecel lelenya dua, saya es teh. kamu minumnya mau apa es teh apa es jeruk?" tanya Jisung ke gue yang lagi asik liat daftar menu.

"Aku es jeruk aja deh."

"Oke, pecel lelenya dua. Minumnya es jeruk sama es teh." Ulang pak tiwai.

Setelah Mang Tiwai pergi ninggalin kita gue mulai buka suara, "maaf ya bikin kamu marah lagi."

Jisung yang lagi mainin hpnya melirik gue sebentar kemudian berdeham mengiyakan. Melihat reaksinya gue hanya bisa memanyunkan bibir kesal. Terdengar helaan nafas dari jisung.

"Jangan pasang wajah imut gitu... Kan aku jadi gak tahan mau marah lama-lama sama kamu."

Mendengar apa yang dikatakan oleh jisung membuat gue tersenyum senang.

"Jadi sekarang gak marahan lagi kan?" Tanya gue memastikan.

Jisung hanya terkekeh pelan kemudian mengacak gemas rambut gue. "Iya sayang,"

Gue yang mendengar jisung mengucapkan kata sayang pun hanya mengalihkan muka, malu anjir.

"Kenapa mukanya disembunyiin segala?" Tanya Jisung seraya mencubit kedua pipi gue.

Gue menepis tangan Jisung kemudian mengusap bekas cubitan Jisung, "sakit ih."

Kemudian kami pun tertawa setelahnya. Setelah makanan kita ada dihadapan, kita pun makan seraya saling melemparkan candaan. Gue bersyukur, setidaknya Jisung percaya sama gue. Setelah selesai makan, Jisung langsung mengantar gue pulang ke rumah.

Toxic | Park Jisung (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang