Pintu kantor yang didobrak, membuat para pegawai yang sedang bergosip terlonjak.
“Mana kucrut sok polos namanya Nessa? Dia nggak bakal lolos!” bentak Riri.
Pagi-pagi, si dara bernama Riri, telah berwajah beringasan. Mirip beruang lepas dari kandang. Bagaimana tidak, kemarin dia pontang-panting dari Bandung ke Jakarta karena dapat telepon dari Ninda, bahwa Nessa digotong keluar dari area pesta pernikahan karena jatuh pingsan.
Tidak sampai disitu saja, ada desas-desus di antara para pekerja Swan WO yang menggarap pernikahan Deana dan Raka, bahwa katanya mantan kekasih Deana, ternyata adalah kekasih gelap Nessa selama ini.
Riri berasumsi, bahwa si mantan sial bernama Hanafi Adelard itulah yang menjadikan Nessa kekasih gelap.
Nessa itu tidak pantas dijadikan kekasih gelap, dasar mantan sialan!
Namun belum habis keterkejutannya, Riri bagai tersambar petir, saat dalam perjalanan menuju ke Jakarta, ia ditelepon oleh Irania. Beliau mengabarkan bahwa baik keluarga Adelard maupun Firgiansyah, telah memutuskan bahwa pernikahan Nessa dan Nafi akan diselanggarakan tanggal 2 April, dipersiapkan oleh Swan Wedding Organizer.
“Ibu Nessa ada di ruangannya.“ Sang pegawai lelaki langsung saja merasa ketakutan melihat perempuan sangar itu datang seperti orang kerasukan. Kerah bajunya saja sampai ditarik oleh Riri. Seakan ia adalah pendosa penyebab kemurkaan Riri.
“Nesssaaa!“ Riri berteriak nyaring sembari membuka pintu ruangan Nessa.
Teriakannya bahkan sampai membuat Ninda yang sedang berjongkok didekat meja kerja Nessa, langsung tumbang karena terkejut akan kedatangan makhluk ajaib itu.
“Sshh! Riri!“ Ninda meletakkan jarinya pada bibir, mengisyaratkan perempuan cempreng itu diam. Ia sampai kesulitan bangun karena heels yang dipakainya. Duh. Suaranya macem klakson bis.
“Dimana Nessa?“ Riri mendekat ke arah Ninda yang baru saja berdiri dengan berpegangan tangan pada ujung meja kerja Nessa. Suaranya kini normal, setidaknya ia berusaha untuk tidak lagi berteriak seperti permintaan Ninda.
“Tuh.“ Ninda menunjuk kolong meja Nessa. Dimana perempuan itu sedang duduk menyembunyikan dirinya. Kebiasaan yang telah lama mereka ketahui jika Nessa sedang merasa galau.
Ninda sudah mencoba mengajak Nessa berbicara selama 30 menit yang lalu. Namun usahanya nihil. Nessa diam seribu bahasa dengan pandangan kosong serta tangan yang memeluk kedua lututnya.
“Bicara baik-baik. Jangan kayak Ibu-ibu yang nolak harga tawaran pedagang miskin karena mikir semua pedagang tuh penipu.” Ninda menepuk lengan Riri untuk menenangkan, lalu beranjak ke sofa untuk duduk di sana mengawasi keduanya.
Oh, baiklah. Riri memutar kedua bola mata.
Pertama, tarik napas, kemudian embuskan pelan-pelan. Mudah-mudahan dari bawah tidak ikutan keluar.
Kedua, kendalikan emosi. Meledak dan mengamuk-amuk takkan memberikan solusi.
Ketiga, sejajarkan posisi. Riri menggeser kursi roda dari balik meja, berlutut untuk menemukan Nessa yang selalu bersikap seperti ini.
Dari dulu sejak pertama bertemu kuliah, Nessa memang selalu begini. Awalnya baik Riri maupun Ninda, berpikir ada yang aneh darinya. Dia selalu sembunyi di kolong meja jika ada sesuatu yang membuatnya mengingat masa lalu, sedang sangat ketakutan ataupun teramat panik dan belum sanggup menghadapi yang terjadi.
Tentu saja, hanya Riri dan Ninda mengetahui sisi Nessa yang seperti ini. Mungkin kedua orang tuanya pun tidak.
“Aku nggak ngerti, sumpah, Sa.”
Riri duduk bersila di depan sahabatnya. Menggelengkan kepala menyadari tatapan Nessa kosong menyoroti lantai kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love Indeed
RomanceAnessa Firgiansyah, di usia yang telah dikejar-kejar untuk segera berumah tangga oleh orang tuanya, tidak lagi percaya cinta sejak kejadian di masa lalu yang membuatnya trauma. Hanafi Adelard, ternyata dia hanya dijadikan batu loncatan agar seorang...