Mesra dong!

214 21 23
                                    

Nessa mengurut kepalanya, belum-apa, telah terasa begitu pening. Menatap datar dengan sorot mata seakan berujar, aku tahu ini pasti akan terjadi.

Lihat saja. Baru juga tiba di Bandung, salam pembuka Riri padanya pastilah mengambur lalu memeluknya gemas seperti biasa. Namun ketika berhadapan dengan Nafi, dia bak singa betina paling galak, sok menyenggol keras bahu Nafi, yang ada malah nyaris tersungkur karena jelas Nafi jauh lebih kekar.

“Apa lo liat-liat?” Riri menyolot kesal, menampik Nafi yang hendak membantunya untuk bangun.

Nafi dengan enggan menggeleng. Menyingkir karena tahu Riri tidak menyukai keberadaannya, dan membiarkan wanita yang mungkin seumur atau lebih tua darinya itu berlari dramatis ke arah Nessa.

“Ya ampun, Sa! Kamu terlalu cantik, Sayaaaang!” Riri memegangi bahu Nessa, berputar mengelilingi sahabatnya dalam balutan soft-pink mini-dress model off the shoulder itu beberapa kali.

Detik berikutnya, ia melotot pada Nafi dengan sorot, dasar kampret kelewatan beruntung! Enak banget lo tinggak kelepek-kelepek sama Nessa yang secantik ini!

Nafi lebih ingin berkata pada Nessa, mengapa Nessa tidak marah dipanggil Sayang oleh Riri. Apa memang sahabat perempuan wajar ya saling panggil sayang satu sama lain? Dia cemburu, intinya begitu.

“Aku sama Nafi udah siap-siap dulu dari Jakarta. Aku tahu, kami berdua enggak punya banyak waktu,” lugas Nessa, berhubung ia bisa membaca pikiran Riri yang masih sangat niat memboikot pernikahannya dengan Nafi. Menepuk bahu Riri dengan tegas, agar tidak coba-coba menggagaltotalkan pernikahannya. 

“Ya udah, yuk masuk. Si Adi udah nungguin.” Riri tersenyum manis pada Nessa, mendelik tajam pada Nafi agar ikut masuk juga, barulah berbalik melangkah masuk ke kantor Swan WO cabang Bandung.

“Watak Riri memang agak bengkok, tapi aslinya dia baik, kok.” Nessa menepuk punggung lengan Nafi.

“Dia selalu kayak gitu?” Nafi berbicara sepelan mungkin, cemas kalau Riri bisa-bisa mendengar perkataannya lalu menyemprotkan bubuk lada ke wajahnya. 

I think she’s just being protective. Agak frontal, tapi justru itu yang bikin aku betah sahabatan sama dia.”

Nessa termasuk orang yang pilih-pilih dalam berteman. Berdasarkan pengalaman pribadi, tentu saja. Dari sekian banyak yang ada, hanya Riri dan Ninda yang selalu ada untuknya meski tak selalu di sisi Nessa.

Telah banyak hal mereka bertiga lalui bersama. Dari masa kuliah Manajemen Bisnis—kuliah kedua kali untuk Nessa—bahkan hingga mereka terpisah, sampai akhirnya bersama lagi merintis Swan WO. 

Terutama Riri. Mungkin karena wataknya begitu melindungi, kesannya dia agresif, mengerikan, kalau bukan karena sister-complex.

“Riri tuh seru orangnya kalau udah kenal, kok. Ninda tuh kalem, tapi diem-diem menghanyutkan. Dua-duanya udah kayak saudara aku sendiri.” Nessa jadi mengingat Dimas, kakak lelakinya itu terasa seperti percampuran Riri dan Ninda. “Yang akur ya sama mereka.”

“Aku coba, Sa.” Kalau enggak karena kamu, mana aku mau. Nafi tidak mengatakan sisanya, karena bagaimanapun, kalau dua wanita coretmengerikancoret itu telah dianggap saudara oleh Nessa, otomatis Nafi mesti menganggap mereka saudara atau paling tidak, sahabatnya juga.

Cobaan hidup macam apa ini?

Nessa menggandeng lengannya, meminta Nafi untuk duduk di sebuah sofa hitam yang terletak di pojok ruangan, dekat ke tembok dan tanaman hias.

Nafi duduk menanti selama Nessa berdiskusi dengan sang fotografer di tempat tak jauh dari posisi duduknya.

Kamera DSLR menggantung di leher sang fotografer. Sesekali bicara dan mengangguk pada Nessa yang bicara dengan raut wajah serius, dan bahasa tubuh profesional. Padahal ia sudah cantik sekali ibarat tuan putri yang harusnya tinggal terima jadi acara pesta dansanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 05, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love IndeedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang