Like Me Back

96 24 19
                                    

Dipikir-pikir lagi, Nafi bukan pria yang buruk.

Iya, dia alay, gila, aneh, ibarat makhluk astral yang tersasar dimensi. Belum lagi sikapnya saat di gym dan berhadapan dengan David. Berlaga ala tuan Krab melindungi resep rahasia Krabby Patty. Itu membuat malu, tapi anehnya lagi, Nessa tak terlalu merasa keberatan.

Namun tetap saja tidak menghentikan pertanyaan yang selama ini Nessa tak pernah pikirkan.

Bagaimana jika Nafi membatalkan pernikahan begitu mengetahui yang sebenarnya terjadi?

Nessa mengerling Nafi yang tampak resah di belakangnya. Kenapa lagi dia? Bukan berjalan beriringan, malah mengekor di belakang Nessa.

Bagaimana jika aku tidak setuju dan kabur dari semua ini, Naf?

Nessa merasa agak tidak enak, ketika naik ke kursi, dan tahu-tahu Nafi menutup pahanya yang setengah ke bawah terpapar dengan jaket itu lagi.
Akhirnya Nessa sadar mengapa dari tadi sejak keluar dari kamar mandi Dynamic Gym, sampai keluar dari mobil menuju kafe ini, Nafi mengintilinya dari belakang.

Nafi gelisah melihat rok yang begitu pendek di atas lutut, tapi tidak mengatakan apa pun. Mungkin pria ini mengerti bahwa Nessa pakai baju begini bukan untuk menyenangkan lelaki manapun, bukan juga demi dirinya, melainkan karena ia memang senang memakainya.

Nafi tidak ingin menyinggung Nessa, makanya tidak berkata apa-apa saat berlutut. Berhati-hati menyampirkan jaket menutupi paha yang sedikit terekspos terlalu tinggi, memastikan kaki Nessa juga tertutup, dan bagian lengan jaket dibuat melingkari pinggang Nessa.

Hal ini mematahkan dugaan Nessa sebelumnya. Ia sempat mengira Nafi itu pria mesum, karena tidak henti memandanginya saat sedang berolahraga.

"Makasih," ucap Nessa dengan pelan.
Nafi mengangguk lalu berputar untuk duduk di hadapannya, menggeser papan menu ke hadapan Nessa. Dia cukup sering ke mari, jadi yang perlu ia lakukan tinggal memanggil pelayan.

Nafi mengetuk ringan papan menu. "Mau pesen apa?"

Nessa mengambil papan menu itu. Membaca ulasan singkat. Ada banyak menu yang menarik untuknya. Apalagi ia doyan makan, dan memilih satu dari begitu banyak yang menggoda itu bikin dilema.

Memahami Nessa belum bisa memutuskan, Nafi bertanya lagi, "Kamu suka yang manis atau gurih?"

Telunjuk Nessa menelusuri deret menu satu per satu. "Mmm ... kamu ada rekomendasi buat aku, gak?"

Nafi mengangkat tangannya, menatapi arloji. Tinggal tersisa setengah jam, waktu sarapan yang dijatah Nessa. "Siapa tahu selera kita beda."

Nessa mendongak. "Waktu kamu makan nasi goreng aku, enak, gak?"

"Banget." Nafi mengangguk mantap, tersenyum dengan mata berpendar memantulkan cahaya dari luar.

"Siapa tahu selera kita gak jauh beda." Senyum Nafi menular pada Nessa.

"Oke." Nafi menahan diri agar tidak kelewatan meleleh karena disenyumi semanis itu. "Mau coba ommelete? Atau berries pancake? Kalau pesen pancake pake berry, bisa pilih mau pake buah berry apa, kok. Ada blueberry, strawberry, sama raspberry setahuku."

"Ommelete aja, deh. Aku lagi mau itu," pilih Nessa, pelayan cepat datang ketika Nafi memanggilnya dan bergegas mencatatkan pesanan mereka. "Sama teh apel kayu manis, ya."

Nafi meneliti menu sesaat di kelompok menu domestik. Akhirnya mendongak dan ikut tersenyum pada pelayan yang masih tersenyum begitu ramah. "Somay sama jus alpukat."

"Mau dijadikan avocado float saja sekalian?" tawar sang pramusaji.

"Gak usah." Nafi menggeleng, bersama Nessa mendengarkan pramusaji mengucapkan lagi pesanan mereka agar tak keliru, kemudian balas tersenyum dan mengucap, "Makasih, Mbak."

Love IndeedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang