Deg

146 26 29
                                    

Seharusnya Nessa bisa bangun sedikit siang hari ini, karena Swan WO di kantor utama di Jakarta, sedang dalam tahap pertama. Jadwal pertemuan dengan calon pengantin untuk diskusi soal konsep pernikahan, dan itu lagi diurus oleh karyawan lainnya.

Namun, nyatanya, Nessa tetap terbangun pagi. Seperti ada alarm otomatis dalam diri, pukul 05.00 WIB kesadarannya datang lagi.

Jadi setelah mengumpulkan kesadaran selama beberapa menit, merapikan kamar tidur, mengecek jadwal hari ini, Nessa memilih pakaian yang sesuai dengan yang mestinya ia kenakan.

Sebenarnya dengan aktifitas yang akan ia lakukan, percuma saja mandi. Namun Nessa tidak suka kalau rutinitasnya, seperti mandi di pagi hari, terganggu oleh aktivitas harian yang dinamis.

Karena itulah setelah mengenakan pakaian, menyisir rambut lalu dikuncir tinggi sedikit miring ke samping, ia menyiapkan tas olahraga dengan benda-benda yang dibutuhkan. Handuk, pakaian untuk ke kantor, tas kecil make-up, wadah pembersih. 

Berdandan ala kadarnya, lalu keluar kamar, memasukkan botol minum yang semalam telah ia siapkan.
Nessa mengecek tas kerjanya, memastikan benda-benda berharga—handphone, dompet, kunci mobil dan apartemen—sudah terbawa, lantas bergegas membersihkan dan merapikan apartemennya.

Hanya makan waktu sejam melakukan semua itu. Senyum puas mekar di bibir ranumnya. Nessa pun beranjak untuk membuka pintu apartemen dengan menenteng tas kerja dan olahraga sekaligus.

“Astaga, demi Tuhan!”
Nessa memekik, sampai tas olahraganya nyaris jatuh, ketika ada punggung tangan seseorang hendak mengetuk pintu dan tangan lain orang itu baru mau menekan bel.

“Nafi!” Nessa menekan bagian kulit tempat jantungnya seakan menubruk rusuk.

Bukan cuma terkejut karena dahinya nyaris diketuk punggung tangan Nafi, tapi juga karena ekspresi seperti orang konstipasi Nafi yang mengagetkan Nessa.

“Kamu ngapain di sini?”

Catat, bukan Anessa Firgiansyah namanya jika wanita ini tidak dapat memulihkan diri dengan cepat dari keterkejutan barusan.

Nafi langsung melangkah mundur. Menatap seksama, matanya bergulir naik-turun menelusuri penampilan Nessa. “Jatah harian ketemu kamu?”

Nessa membuka mulut untuk menyentaknya, tapi baru ingat bahwa ia memang tidak memberitahu Nafi soal waktu. Pria ini datang pagi ke sini karena tahu memang Nessa sudah terbit sepagi ini.
Dalam hati Nessa mencatat, Nafi ternyata juga sama seperti dirinya. Tipikal orang yang telah beraktivitas sejak dini pagi.

“Kamu mau pergi lari?” tanya Nafi setelah meneliti penampilan Nessa pagi ini.

Sang calon istri segar sekali pagi-pagi. Memakai celana training hitam sedikit di bawah lutut ber-highlight warna putih. Kaus putih tanpa lengan. Riasan sederhana yang membuat wajahnya terlihat lebih muda. Rambut coklat panjang dikuncir kencang, tinggi dan sedikit miring di kepala, dan bagian ikal bergelombang jatuh persis di telinga kiri.

Mmm ... tolong jelaskan bagaimana caranya pria biasa, bisa menahan diri untuk tidak mengulurkan tangan, dan memainkan ujung-ujung ikal dari rambut yang dikuncir menggemaskan itu. Katakan!

“Aku mau nge-gym. Kamu pulang aja sana. Kita ketemuan lagi besok aja.” Nessa memunggungi Nafi untuk mengunci apartemennya.

Nafi jadi kedapatan pemandangan tengkuk putih mulus. Anak-anak rambut yang tak terkuncir. Lekukan kepala. Garis feminin pundak wanita. Tangannya tanpa sadar terulur, menyentuh ujung ikal rambut Nessa. Ujung rambut bergelombang yang melambai pelan, mengikuti gerakan pemiliknya yang tengah mengunci pintu.

Love IndeedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang