Bab 1

788K 24.2K 601
                                    

Setiap perempuan memiliki pernikahan impian, dan apa pun akan dilakukan untuk mewujudkan momen sakral sekali seumur hidup itu. Begitu pula Btari Hapsari. Perempuan yang biasa dipanggil Tari itu mengimpikan pesta kebun bertabur lili pada pelaminan dan meja-meja bundar bertaplak putih yang dipenuhi teman dan kerabat. Hanya orang-orang terdekat. Pesta yang intim dan hangat. Senyum bahagia terpancar dari wajah kedua mempelai karena mereka telah dipersatukan dalam ikatan yang sah. Tapi impian tidak selalu sesuai dengan kenyataan. Dan Tari harus menerima walau hatinya belum rela.

"Saya terima nikah dan kawinnya Btari Hapsari binti Abiyasa Daud dengan maskawin tersebut, tunai."

"Bagaimana, saksi? Sah?"

"Sah!"

"Sah!'

"Alhamdulillah...."

Riuh seketika. Hamdalah memenuhi tiap sudut masjid.

"Ayo, Tari." Ayu, bude Tari, membantu keponakannya berdiri untuk duduk di depan bersama suaminya.

Akad nikah baru saja dilaksanakan di masjid. Pengantin pria duduk bersama wali, saksi, dan penghulu di bagian ikhwah. Sedangkan pengantin perempuan menunggu di bagian akhwat. Selesai akad, sang istri dibawa kepada si suami.

Tari menunduk saat Bude membantu berjalan ke depan. Dadanya berdebar kuat, bahkan sebelum akad nikah dimulai. Sekarang keringat dingin mulai membasahi tangan dan dahinya.

"Silakan ditandatangani," ucap penghulu saat Tari sudah duduk di samping suami. Mereka membubuhkan tanda tangan di beberapa surat-surat, termasuk buku nikah.

"Sekarang pemberian mahar," penghulu memberitahu.

Tari melirik Bian, laki-laki yang sudah sah menjadi suaminya itu. Bingung harus bagaimana. Tapi laki-laki itu bergeming. Tari mengalihkan pandang, menatap kotak hijau di atas meja. Maharnya. Kalung emas seberat sepuluh gram.

"Silakan pengantin berdiri," instruksi penghulu.

Pelan Tari berdiri, diikuti Bian. Untuk orang yang baru saja menikah, wajah laki-laki itu tidak menunjukkan kebahagiaan. Datar. Sedatar hatinya untuk sang istri.

Bian mengambil kotak hijau dan menyerahkannya kepada Tari. Perempuan itu menerima dan berusaha menghadirkan senyum di wajah saat beberapa fotografer mengambil gambar.

"Dibuka kotaknya, Mbak," sahut fotografer.

Tari mengikuti perintah, membuka dan memperlihatkan isi kotak kepada mereka.

"Masnya juga pegang." Kembali fotografer memberi instruksi.

Enggan Bian mengikuti permintaan.

"Senyum."

Bian menarik sedikit sudut bibirnya. Dia tidak bisa tersenyum saat hatinya tidak menginginkan semua ini. Sekilas ia melihat istrinya yang berbalut gamis putih gading dengan kerudung senada. Bagaimana perempuan itu bisa tersenyum seolah bahagia, padahal mereka menikah karena terpaksa? batin Bian.

"Cincinnya." Penghulu meminta pengantin tetap berdiri dan memasang cincin ke jari pasangan.

Bian mengambil kotak lain di meja dan mengeluarkan cincin dengan ukuran yang lebih kecil. Ia meraih tangan istrinya untuk memasangkan cincin itu di jari manis. Tari melakukan hal yang sama untuk suaminya. Sama sekali tidak ada getaran di antara mereka.

"Salam sama suaminya," ucap penghulu.

Tari mendongak menatap suaminya. Sambil menarik napas pelan, ia meraih tangan Bian dan membawanya ke dahi. Tidak ada kecupan di kening dari laki-laki itu untuk sang istri.

Wedding Agreement ( WEB SERIES tayang di Disney Hotstar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang