Bab 2

401K 17.2K 257
                                    


Tari mengambil roti goreng beku dari kulkas, menggunting plastik dan mengeluarkan isinya. Perlahan dia memasukkan roti berbalut tepung roti itu ke minyak panas di wajan. Terdengar bunyi mendesis. Dia meraih penjepit dan membolak-balik roti yang mulai kecokelatan.

"Kamu melihat handukku?"

Tari terlonjak kaget. "Astaghfirullah!" Dia menoleh ke suaminya yang berdiri di dekat meja makan. "Handuk kamu?"

"Iya, handuk biru."

Tari mematikan kompor dan mengangkat roti serta meniriskannya. Dia mencuci tangan dan melapnya sebelum menghampiri sang suami. "Aku mencucinya kemarin. Sebentar kuambilkan yang baru."

"Kamu mencucinya?" tanya Bian heran. Sejak kapan tugas mencuci pindah ke istrinya? Tanyanya dalam hati. Ada Bu Darmi yang biasa mengerjakan.

"Iya," jawab Tari seraya berlalu ke service area di bagian belakang rumah, mengambil handuk bersih untuk suaminya.

"Bu Darmi ke mana?" tanya Bian. Dia duduk di meja makan sembari menunggu istrinya.

"Sakit." Tari sudah kembali dan menyerahkan handuk. "Sudah dua hari."

"Jadi kamu yang mengerjakan pekerjaan rumah?" tanya Bian seraya menerima handuk.

"Iya. Kenapa?"

Sudah satu bulan mereka menikah, Tari hafal apa yang biasa dilakukan Bu Darmi. Menyapu dan mengepel rumah, mencuci piring, mencuci pakaian, menjemur, menyetrika, memasak, membersihkan teras, dan menyiram tanaman. Bukan hal sulit. Dia sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah saat di rumah pakdenya.

"Lain kali panggil cleaning service saja," ucap Bian seraya beranjak ke tangga.

"Aku bisa kok," sahut Tari.

"Aku tidak mau berutang padamu," jawab Bian seraya naik ke lantai dua. Dia bahkan tidak menoleh saat mengucapkan kalimat itu.

Tari hanya menarik napas panjang. Dasar! Manusia datar, batinnya. Dia kembali ke dapur dan menyiapkan sarapan.

Tiga puluh menit kemudian suaminya turun, siap pergi bekerja. Tari meletakkan ponsel di meja. "Sarapan dulu," ajaknya seraya beranjak berdiri.

Bian berhenti sebentar dekat meja makan, dan melihat segelas jus jeruk dan roti goreng. Dari tampilannya, laki-laki itu menebak itu roti isi daging asap, keju, dan mayones. Kelihatannya lezat dan menggiurkan. "Aku sarapan di kantor." Dia melanjutkan langkah ke teras.

"Aku sudah menyiapkan sarapan untuk kamu bawa." Tari membawa tas kecil berisi kotak makanan dan mengikuti suaminya ke depan.

"Tidak perlu," sahut Bian seraya masuk ke mobil, merasa tidak perlu berpamitan kepada istrinya apalagi mengambil sarapan yang sudah disiapkan perempuan itu.

Tari memandang mobil suaminya yang sudah keluar dari garasi dan menarik napas masygul. Dia mengangkat tas di tangannya. "Sepertinya kamu kurang beruntung hari ini."

Perempuan itu menutup pagar dan masuk ke dalam. Satu hari lagi lewat tanpa suaminya menyentuh sedikit pun sarapan yang telah disiapkan.

Tari duduk di meja makan dengan lemas. Selalu seperti ini setiap pagi. Dia menyiapkan sarapan dan Bian selalu mengabaikannya. Rasanya sakit hati, capek, dan ingin marah. Tapi perempuan itu teringat kembali kesepakatan yang laki-laki itu buat. Tidak usah repot-repot menyiapkan makanan. Salahnya juga, kenapa kekeuh menyiapkan sarapan.

Ponselnya berdering. Tari melihat layar. Mama mertuanya.

"Halo, assalamu'alaikum, Ma," jawab Tari.

Wedding Agreement ( WEB SERIES tayang di Disney Hotstar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang