Bab 9

337K 15.8K 639
                                    

Tari meletakkan dua mug berisi teh hangat yang dicampur daun mint kering di meja, tidak memakai gula. "Minum."

"Thanks," jawab Bian seraya mengambil mug.

"Kamu nggak kerja?" tanya Tari seraya menyeruput tehnya.

"Itu bisa menunggu," ucap Bian.

Tari menggenggam mug, menunggu Bian bicara.

"Aku minta maaf tentang kejadian kemarin." Bian mengawali permbicaraannya. "Aku jujur saat mengatakan tidak menyuruh Sarah ke sini. Dia tahu aku sakit dari temannya, Sari, yang kebetulan adalah sekretaris bosku di kantor. Dia mencoba meneleponku dan menjadi khawatir saat aku tidak mengangkat teleponnya. Ketika itu aku sedang tidur, jadi tidak tahu kalau dia beberapa kali mengirim WA dan menelepon."

Tari mendengarkan seraya memainkan mug dengan tangannya.

"Dia langsung ke sini, sepertinya panik karena tidak berhasil menghubungiku. Dia tahu aku tidak mungkin izin dari kantor kalau bukan karena benar-benar sakit." Bian menarik napas. "Tapi aku sudah memberitahunya agar tidak ke sini lagi, karena ... karena aku sudah berjanji denganmu."

"Kamu mengatakan itu padanya? Karena kamu berjanji padaku?" tanya Tari.

Bian menggeleng. Dia meminta Sarah tidak datang ke rumahnya karena tidak mau orang-orang berpikiran buruk tentang kekasihnya itu.

Tari menghela napas. "Apa yang kamu katakan padanya?"

"Tidak penting apa yang aku katakan. Dia tidak akan ke sini lagi. Itu yang kamu mau, kan?"

Apakah itu yang Tari mau? Dia ingin suaminya melupakan perempuan itu dan menyudahi kesepakatan pernikahan yang dibuat. Dia ingin Bian membuka hati untuknya. Itu yang dia mau. Tari mengangguk pelan. "Iya."

Bian menarik napas panjang. "Jadi sudah tidak ada masalah lagi, kan?" tanya Bian memastikan.

Tari menggeleng. "Tidak. Apa itu saja yang mau kamu bicarakan?"

"Iya, itu saja."

"Aku masuk dulu, banyak kerjaan," ucap Tari seraya beranjak berdiri dan berjalan menuju kamarnya.

"Tari," panggil Bian.

Tari berhenti di depan pintu, menoleh ke suaminya. "Ya?"

"Kamu masih marah?"

Tari tersenyum seraya menggeleng. "Aku tidak punya hak untuk marah, kan?" Setelah mengucapkan itu, dia masuk ke kamarnya.

Bian mendecak kesal. Jelas sekali istrinya itu masih marah. Heran, apa semua perempuan seperti itu? Lain di mulut, lain di hati?

****

"Tari." Bian mengetuk pintu kamar istrinya pelan.

"Ya." terdengar seruan dari dalam. "Kenapa?" tanya Tari saat membuka pintu dan melihat suaminya berdiri di sana.

"Ini hari libur, kenapa masih di dalam kamar?"

"Aku banyak kerjaan." Tari masih berdiri di balik pintu.

"Bahkan aku saja masih punya waktu libur. Masa kamu tidak?"

"Karena .... " Tari tidak jadi menjelaskan, percuma saja, Bian tidak akan mengerti. "Kenapa? Kamu mau futsal?" Biasanya hari libur begini suaminya futsal bersama teman-temannya.

Wedding Agreement ( WEB SERIES tayang di Disney Hotstar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang