Bab 17

417K 16.9K 955
                                    

Rumah terasa sunyi. Tidak ada lagi suara berisik di dapur. Tidak ada lagi ketukan di pintu saat istrinya membangunkan salat Subuh. Tidak ada lagi seruan Tari menyuruhnya sarapan.

Bian duduk di meja makan seorang diri. Semenjak istrinya pergi, dia tidak pernah lagi sarapan di rumah. Biasanya dia membeli kue-kue kecil yang dijual di kantornya. Kembali dibukanya aplikasi WA di ponsel, melihat apakah ada pesan dari Tari. Tidak ada. Istrinya itu tidak pernah membalas pesannya. Tidak satu pun.

Bian menghela napas pendek. Dia sudah kehilangan Tari sejak istrinya itu pergi. Setiap hari dijalani dengan sepi. Dia pikir bisa bertahan sampai satu bulan, tapi tidak sampai satu hari, dia sudah merindukan istrinya itu. Sekarang sudah satu minggu, hampir gila rasanya. Setiap hari bolak-balik ke kamar Tari tanpa menemukan istrinya itu di sana.

Bian kembali mengirim pesan ke Tari, tidak peduli istrinya itu tidak membalasnya.

"It's been a week. How are you? Kapan kamu pulang? Aku kepingin sarapan buatanmu."

Bian kembali menarik napas dan mengembuskannya pelan. Dia masih sungkan mengatakan kata rindu atau kangen kepada istrinya. Entah kenapa, mungkin dia merasa kesal Tari mengabaikannya.

Dengan malas dia beranjak berdiri menuju ruang depan. Setelah mengunci pintu Bian masuk ke mobil dan berharap hari ini ada keajaiban, Tari membalas pesannya. Dia rindu.

*****

"Bagaimana bahumu?" tanya Bian ketika menjenguk Sarah di apartemennya saat akhir pekan.

"Alhamdulillah," ucap Sarah seraya tersenyum. "Terima kasih sudah datang, aku benar-benar bosan berada di apartemen dan tidak boleh ke mana-mana."

"Kamu sedang sakit," bujuk Bian.

Sarah menghela napas seraya menatap sling yang melingkar di bahu kirinya. Ternyata bahunya retak, bukan patah, syukurlah. Masa penyembuhannya bisa lebih cepat. Kata dokter dia tidak boleh melakukan aktivitas berat selama dua bulan.

"Adikmu ke mana?" tanya Bian.

"Sedang pulang, sudah beberapa hari ini dia membantuku, kasihan Ayah di rumah," jawab Sarah. Dia masih perlu bantuan untuk mengganti sling dan hal lainnya.

"Kamu sudah makan?" tanya Bian. "Aku beli makan siang." Bian beranjak dari sofa ruang televisi menuju meja makan. Apartemen ini tidak besar, luasnya 36 meter persegi. Ada dapur kecil, meja makan untuk dua orang, ruang televisi, satu kamar mandi, dan dua kamar. Cukup untuk Sarah yang tinggal sendirian.

Sarah menyusul Bian. "Kamu beli apa?"

"Soto betawi." Tidak tahu kenapa Bian membeli soto betawi, padahal Sarah lebih suka masakan Sunda. Mungkin karena teringat istrinya.

"Ooo ...," ucap Sarah. Dia berharap Bian membawa karedok atau nasi timbel lengkap dengan sayur asam. "Aku ambil piring dulu."

"Biar aku saja," cegah Bian. Dia mengambil piring dan mangkuk di dapur. Kemudian mengeluarkan makanan dari plastik dan menuangkan soto ke mangkuk.

Mereka duduk berhadapan dan makan dalam diam.

"Gimana kerjaan kamu?" tanya Sarah. Dia sedikit heran, kenapa Bian diam sekali hari ini.

"Baik," jawab Bian. Lebih enak soto buatan Tari, batinnya saat mencoba makanan yang dibeli. "Kamu kapan mulai masuk kerja?"

"Insya Allah Senin. Tapi aku belum bisa membawa mobil sendiri." Sarah berharap kekasihnya itu menawarkan diri untuk mengantar jemput.

Wedding Agreement ( WEB SERIES tayang di Disney Hotstar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang