Bab 13

345K 15.6K 643
                                    

Tari menarik napas panjang, berusaha meredakan debaran di dada. Ada ragu menyelusup di dalam hati, tapi ini pilihan terbaik. Dia sudah memikirkan masak-masak selama satu pekan. Ini usaha terakhir menyelamatkan pernikahan mereka. Kalau langkah yang diambilnya tidak berhasil, mungkin dia harus mengalah.

Tari mengangkat tangannya, mengetuk pintu pelan. Tidak ada jawaban.

Kembali dia mengetuk. Masih tidak ada jawaban.

Sekali lagi. Kali ini dia mendengar suara dari dalam.

“Ya.” Pintu terbuka, wajah Bian muncul di sana. “Tari,” ucapnya serak. “Ada apa?”

“Aku mau bicara, bisa?”

    Bian mengernyitkan dahinya heran. Subuh begini istrinya mengetuk pintu kamar hanya untuk bicara dengannya. “Bisa, aku salat dulu sebentar.”

    Tari mengangguk. Jelas sekali suaminya itu baru bangun tidur. “Baik, aku tunggu di bawah.” Selesai salat Subuh tadi Tari memang langsung ke atas untuk menemui suaminya.

    Setelah menunggu lima belas menit, Bian turun, kelihatan lebih segar dengan baju koko dan sarung.

    “Ada yang ingin kamu bicarakan?” tanya Bian saat mereka duduk berhadapan di meja makan.

    “Ya. Ini berkenaan dengan kesepakatan pernikahan yang kamu buat.”

    Bian menelan ludahnya. “Iya, ada yang ingin kamu tambahkan?”

    Tari mengangguk. “Pernikahan kita masih beberapa bulan lagi,” suaranya terdengar sedih. “Aku ingin meminta sesuatu kepadamu.”

    “Anything,” jawab Bian. Dia akan melakukan apapun yang istrinya minta. Tari sudah berbuat banyak untuknya.

    “Aku ingin menjadi istrimu.”

    Bian tertegun. Alisnya bertaut, tidak mengerti maksud istrinya. “Maksud kamu?”

    “Aku ingin di sisa beberapa bulan ini kamu benar-benar memperlakukanku sebagai seorang istri,” jelas Tari. “Kita melakukan hal-hal yang biasa dilakukan pasangan lain. Tentu saja minus masalah ... itu.” Pipi tari merona malu saat menyebutkan kalimat terakhir.

    “Kamu ingin aku memperlakukanmu sebagai seorang istri?” ulang Bian masih belum yakin. Memangnya apa yang biasa dilakukan pasangan lain? tanyanya dalam hati.

    Tari kembali mengangguk.

    “Seperti apa?” tanya Bian tidak yakin.

    “Yah, mirip-mirip yang kita jalani sekarang. Sarapan bareng, makan malam bareng, ngobrol, jalan-jalan saat akhir pekan, belanja kebutuhan rumah tangga, nonton bioskop,” jelas Tari. “Aku punya hak atas waktumu, kamu punya hak atas waktuku. Aku bebas menghubungimu kapan saja, berhak tahu segala kegiatanmu. Kalau aku minta jemput kamu harus mau, kalau aku minta antar kamu harus menyediakan waktu. Kalau ada acara-acara keluarga kita datang bersama.”

    Bian mendengarkan dengan saksama. Hampir mirip dengan yang mereka lakukan sekarang, dengan sedikit penambahan.

    “Kalau ada yang kamu suka atau tidak suka, langsung disampaikan. Begitu pula aku. Yah, hal-hal seperti itu. Tidak sulit, kan?” tambah Tari.

    Bian mengangguk. “Kita bisa melakukan itu.”

    “Satu lagi,” sahut Tari.

    Bian mendengarkan.

    “Kamu harus salat Subuh di masjid.”

    Bian mengernyitkan dahi. Apa hubungannya dengan semua ini? tanyanya dalam hati. “Subuh di masjid?”

Wedding Agreement ( WEB SERIES tayang di Disney Hotstar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang