Bab 14

352K 15.6K 595
                                    

Bian memarkir mobilnya di tempat kosong. Dia perlu bicara dengan istrinya sekarang. Terlalu lama bila menunggu sampai di rumah. Dia mencoba menyusun kalimat yang akan disampaikan kapada Tari dalam pikirannya.

Bian membuka seatbelt dan memiringkan tubuh menghadap istrinya. "Tari," panggil Bian. "Look at me."

Tari menatap tas yang berada di pangkuan. Menunggu dengan dada berdebar.

"Hei." Bian meraih tangan istrinya dan meremas pelan. Tari menoleh. "Lihat aku. Apakah aku terlihat menderita? Atau tidak bahagia?"

Tari menggeleng pelan. Dia tidak tahu isi hati Bian yang sebenarnya.

"I'm happy. Apakah kamu tidak merasakannya?" tanya Bian.

Tari tidak menjawab.

"Kita sudah melakukan banyak hal bersama, apalagi beberapa pekan ini. Aku benar-benar menikmatinya," tambah Bian. "Apa yang Sarah katakan, itu sudah lama berlalu. Aku sudah menceritakan ke kamu, kan, bagaimana kondisiku ketika itu?"

Tari menarik napas. Dia tahu kalau Bian terpaksa menikahinya. Dia juga tahu bagaimana suaminya itu saat awal mereka menikah, sama sekali tidak peduli dan perkataannya sering menyakitkan. Hanya saja, mendengar semua dari lisan perempuan itu, membuatnya merasa sedih. Menegaskan kalau semua ini adalah salahnya. Bian lebih memilih perempuan itu karena merasa tidak bahagia dengan pernikahan mereka.

"Iya, aku tahu," jawab Tari pelan. "Tapi tetap saja, apapun yang aku lakukan, tidak akan membuatmu mempertahankan pernikahan kita, iya, kan?"

Bian mengembuskan napas, merasa terpojok dengan pernyataan istrinya. "That's not fair," jawab Bian.

Tari menarik tangan dari genggaman suaminya. "I know, right?" ucapnya seraya mengembalikan pandangan ke luar jendela.

Bian mendesah pelan. Dia melajukan kembali mobil ke jalan raya. Selalu ada halangan saat sesuatu berjalan sesuai rencana. Dia hanya berharap sikap Tari tidak akan berubah padanya.

****

"Siapa yang masih belum punya target bisnis?" tanya Tari pada peserta pelatihan kali ini.

Beberapa tangan mengacung.

"Kenapa belum punya? Apa takut tidak tercapai?" Tari kembali bertanya.

Beberapa peserta tersenyum mendengar pertanyaan Tari.

"Target itu harus ada, kalau tidak, bisnis kita akan begitu-begitu saja, go with the flow," jelas Tari. "Tidak perlu takut dengan target, bukankah hidup kita penuh dengan target?"

Perserta terlihat menyimak dengan saksama.

"Contoh target ibadah, bangun sebelum subuh, salat tepat waktu, Dhuha setiap hari, qiraah Alquran satu juz, salat tahajud, sedekah, dan lainnya. Kalau target tersebut tidak terpenuhi, maka akan berimbas kepada kehidupan kita. Hati terasa kering dan iman semakin turun," tambah Tari. "Begitu juga dengan bisnis, bisa-bisa usaha tidak berkembang karena tidak punya target yang jelas.

"Punya target harus tinggi, agar semakin semangat untuk mencapainya. Dan ingat, kita melakukan ini bukan untuk diri sendiri, tapi untuk orang lain. Kalau hasil penjualan meningkat, banyak yang akan ikut kecipratan rezeki," jelas Tari."Sedekah bertambah, bonus karyawan bertambah, reseller mendapat keuntungan besar, dan anak-anak senang karena uang jajan juga bertambah."

Wedding Agreement ( WEB SERIES tayang di Disney Hotstar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang