Bab 7

360K 15.3K 351
                                    

   “Mas ... Mas Bian .... “

    Bian terusik saat merasakan ada suara yang memanggil disertai guncangan di pundaknya. “Hmmm ...,” gumamnya. Siapa yang masuk ke kamarnya sepagi ini?

    “Mas Bian.” Bian mendengar lagi sebuah suara memanggil. Dia membuka mata berat. Jam berapa ini? tanyanya dalam hati.

    “Mas.” Kali ini bukan hanya suara, tapi guncangan di pundak semakin kencang. Bian mengerjapkan mata seraya melihat suara siapa yang membangunkannya.

    “Tari?” tanyanya heran sekaligus kaget. Apa yang dilakukan istrinya itu di kamar? “Nga-ngapain kamu di sini?” Suara Bian terdengar serak. Dia mengangkat tubuh dan bertumpu pada sikunya.

    Tari memutar bola matanya. Bian sepertinya masih belum sadar penuh. “Pakde sudah menunggu kamu di bawa,” ucap Tari seraya beranjak menuju pintu.

    “Pakde?” tanya Bian tidak mengerti. Pakde siapa yang Tari maksud. Bian sudah duduk sepenuhnya.

    “Iya, Pakde. Tadi malam, kan, sudah janji mau berangkat bareng untuk subuhan di masjid,” ucap Tari di dekat pintu. Dia keluar dan meninggalkan Bian yang masih bingung.

    “Astaghfirullah,” ucap Bian. Dia baru sadar sekarang. Ada Pakde dan Bude datang menginap semalam. Dan Tari ... semalam tidur di sini.

Bian memandang sisi tempat istrinya. Saat Tari masuk ke kamar tadi malam, dia masih terjaga, tapi pura-pura tidur karena bingung bagaimana harus bersikap kepada istrinya. Dia bisa merasakan tempat tidur bergerak saat Tari merebahkan tubuhnya. Dadanya berdebar pelan, dia tahu Tari sedang mengamatinya lekat. Bahkan bisikan istrinya terdengar jelas di telinga.

Bian menarik napas, berusaha tidak terpengaruh dengan kejadian semalam. Dia tidak boleh tergoda dan mengkhianati Sarah. Perempuan itu sudah banyak berkorban untuknya. Dia sudah berjanji akan menikah dengannya, segera setelah berpisah dengan Tari. Dia sudah berjanji, dan akan menepati. Dia tidak ingin melihat kekasih yang dicintainya itu bersedih. Tidak lagi.

*****

“Nah, itu, Bian sudah turun,” ucap Pakde seraya beranjak berdiri dari sofa.

Tari menoleh dan mendapati suaminya menuruni tangga memakai koko putih dan sarung. Tidak lupa peci di kepala. Bian terlihat lebih tampan dari biasanya.

“Maaf, sudah lama menunggu, ya, Pakde,” ucap Bian.

“Nggak, kok. Azan masih lima menit lagi, sebaiknya kita ke masjid sekarang, supaya bisa salat sunah fajar dulu di sana,” ucap Pakde.

“Baik, Pakde.”

Tari dan Bude mengikuti mereka sampai ke depan.

“Aku berangkat dulu,” ucap Pakde pada Bude.

Bude mencium tangan suaminya takzim. “Hati-hati, Mas.”

Pakde mengangguk seraya tersenyum. Dia menoleh ke keponakannya. “Loh, Nduk, nggak salam sama suamimu?”

“Eh, iya.” Tari segera meraih tangan Bian dan membawa ke dahinya. “Hati-hati, Mas.” Dia menirukan ucapan Bude.

Bian terlihat canggung. “Iya.”

“Nah, gitu, dong. Ayo, Nak Bian, kita berangkat.”

“Iya, Pakde.”

Tari menutup pagar dan masuk.

“Kita salat di kamar bawah saja, ya,” ajak Bude.

Tari mengangguk. “Sebentar Tari ambil mukena dulu di atas.”

Wedding Agreement ( WEB SERIES tayang di Disney Hotstar)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang