2

1.6K 84 0
                                    

Bel istirahat bagi pelajar ibarat sang Dewa penyelamat. Ketika bel istirahat berbunyi, ketika itulah mata yang sayu jadi melek, yang lemas jadi penuh energi, yang murung jadi tertawa. Dan begitu jam istirahat tiba, kelas jadi sepi. Mereka kabur ke kantin, sebagian ke perpustakaan, sebagian lagi nongkrong di koridor, apalagi yang cowok-cowok, sambil godain anak cewek yang lewat.

"Bola lo nih."

"Thanks, Bro." Bimo menerima bola basket itu dengan sumringah. "Untung aja ada lo. Kalo nggak, abis gue ditimpukin bola sama Zara."

Arkha kontan menatap muka Bimo sebal.

"Lo yang untung. Gue yang buntung."

"Hehehe. Sori, Kha."

Arkha diam. Menatap ke papan tulis. Seolah di sana tergambar jelas raut Zara yang baginya sangat menyebalkan.

Bimo dan Haris saling tatap. Mereka bertiga sengaja tidak keluar kelas XI IPA 3, karena Arkha masih malu memperlihatkan wajahnya di depan umum akibat insiden tadi.

"Oh, ya. Gimana sekolah ini, SMA Tunas Bangsa, keren nggak?" tanya Bimo berusaha mencairkan suasana hati Arkha.

"Nggak ada keren-kerennya."

"Astaga, Arkha. Sekolah favorit gini, punya banyak fasilitas, dan serba mewah gini lo bilang nggak ada keren-kerennya?" Bimo protes. Ia duduk di meja Arkha, sambil tangannya memantulkan bola basket ke lantai. Bimo adalah anggota basket yang aktif. Dengan Yuda sebagai kaptennya.

"Jelas dia bilang gitu, karena kesan pertama di sekolah ini udah buruk gara-gara Zara," bela Haris prihatin.

"Iya, sih. Tapi Zara cantik. Yah, meski sikapnya begitu."

"Emang gue akui dia itu cantik di atas rata-rata. Tapi jutek parah. Galaknya kebangetan. Berani banget dia bikin Arkha jatoh? Lo lihat kan Arkha itu populer. Baru dateng aja udah jadi pusat pandangan cewek-cewek," gerutu Haris. Haris, cowok berkacamata yang mati-matian belajar demi mempertahankan peringkatnya yang selalu berada di angka 9 atau 10 itu, yang katanya biarpun tidak bisa menjadi yang paling pintar, asal jangan jadi yang paling bodoh. Haris Anggara, yang pernah jatuh hati pada Zara, terpaksa harus menelan kenyataan pahit, bahwa ia bukan tipe Zara, dan ia tidak pernah lupa waktu kelas X, saat ia sekelas dengan Zara.

Hari itu, Haris sibuk mengatur napas di koridor, masih jauh dari kelas. Dirapikan kacamata perseginya, lalu menatap boneka kelinci dengan kartu pink di dada boneka itu, yang bertuliskan ; I love you Zara. Ia berjalan mantap, meski kakinya gemetaran. Hari itu, Haris ingin mengungkapkan perasaannya yang telah terpendam sekian lama.

Setiba di kelas...

"Zara, aku tahu mawar itu cantik, tapi bagiku kamu yang paling menawan. Aku tahu matahari itu hangat, tapi bagiku, senyummu yang paling menentramkan. Aku tahu di dunia ini banyak hal-hal indah, tapi bagiku kamu yang paling gemilang. Kamu, yang mencuri segenap hatiku. Kamu..., mau kan jadi pacarku?"

Haris pias. Kalimat itu telah lebih dulu diucapkan oleh cowok lain, dan ia adalah Dirli Dirgantara, yang waktu itu masih siswa kelas XII Bahasa. Cowok itu membawa boneka kelinci berbulu lebat, lebih besar dari milik Haris.

Suasana kelas X 1 langsung gaduh oleh romantisme Romeo Juliet KW di depan kelas. Mereka bersorak-sorai menyuruh Zara menerimanya. Dan Haris, memilih berdiri di tepi pintu, mendekap bonekanya.

"Haris! Lo ngapain di sini?"

Haris tersentak oleh kehadiran Cici. Buru-buru ditariknya kartu kecil di dada boneka itu.

"Eh, ini buat lo."

"Hah? Buat gue?" Cewek gendut itu pun mengernyit heran.

"Kado ultah lo."

Sweety Boss [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang