19

982 48 3
                                    

Hari yang dinanti-nanti akhirnya datang juga. Hari H pentas seni memperingati Bulan Bahasa Indonesia, di mana SMA Tunas Bangsa sebagai tuan rumah. Anggota OSIS sibuk mondar-mandir mempersiapkan properti dan pernak-pernik pentas seni. Agenda acara yang akan berlangsung adalah diawali dengan persembahan lagu dari grup paduan suara, kemudian perlombaan antar SMA yaitu lomba baca puisi, drama, tari tradisional, dan tari modern (dance).

Pukul 8.30, acara dimulai. Tenda sudah dipenuhi guru dan tamu undangan, di bagian belakang diisi siswa siswi yang menonton. Sementara ruang drama, paduan suara, tari tradisional dan tari modern sibuk memperisapkan penampilan. Mulai dari kostum, alat-alat yang diperlukan, dan lain sebagainya.

Keyla dan Cici nimbrung di ruangan Zara, melihat sahabatnya yang wajahnya sedang dipoles oleh mbak-mbak tata rias. Saat itu Zara mengenakan dress polos dengan motif brukat hanya di bagian bawah rok selututnya, yang semuanya berwarna putih. Sedang Yuda mengenakan kemeja biru langit polos dengan celana jeans warna navi, duduk mengamati Zara. Beberapa siswi yang melihat penampilan Yuda berbisik kagum. Yuda hari ini tampak sangat berbeda. Rambutnya disisir rapi, lebih terkesan dewasa, sesuai dengan karakternya dalam drama. Yuda benar-benar tampan hari ini.

"Ci, ci! Lihat tuh! Pangeran jatuh dari langit!" Keyla menunjuk cowok berjas hitam yang sedang melintasi koridor.

"Itu Arkha, kan?" Cici mengedipkan mata tiga kali. Kemudian berlari ke pintu diikuti siswi lainnya yang sama terpukaunya dengan Keyla. Tidak puas hanya melihat dari belakang, mereka mengekor ke ruang tarik suara demi melihat Arkha lebih jelas lagi. Setibanya di dalam, Arkha duduk di atas bangku bersama teman-temannya, memainkan ponsel. Arkha juga tidak kalah menarik hari ini. Dengan setelan jas hitam dan dasi pita merah, belum lagi belahan samping rambutnya yang klimis. Semakin menjadikannya lebih maskulin.

Arkha tidak sadar diperhatikan segerombolan cewek. Ketika Udin menyikut lengannya, barulah ia melihat ke depan, kemudian melempar senyum manisnya, semanis madu bertabur gula. Keyla hampir ambruk kalau tidak ditahan Cici.

"Hai, Keyla."

Sapaan itu menyadarkan Keyla dari pesona ketampanan Arkha. Keyla dan Cici merasa suara itu tidak asing. Tepatnya, sudah lama mereka tidak mendengar suara itu. Keduanya langsung balik kanan, menatap cowok yang sedang tersenyum ramah. Mereka benar-benar terkejut. Surprise!

"Kak Dirli?!"

Siswi lain pun tak kalah terkejutnya dengan mereka. Terpesona. Bagaimanapun, Dirli tetap jadi idola. Apalagi, sekarang, lihatlah..., Dirli makin gagah dan tampak dewasa. Keren, dengan kamera DSLR yang tergantung di lehernya.

"Zara ada di sebelah, kan?" Dirli menunjuk ruang drama.

Cici dan Keyla mengangguk senang.

%%%

"Ngapain tuh orang ke sini?" tanya Arkha bernada tidak suka.

"Ya jelas mau lihat ceweknya tampil, dong," kata Haris cuek.

"Sweet banget sih dia." Bimo menyeletuk, membuat Arkha semakin tidak suka pada orang bernama Dirli itu. Entah kenapa ia tidak suka, ia sendiri tidak tahu alasannya. Tiba-tiba saja perasaan kesal meletup-letup.

Bimo keheranan melihat Arkha yang tiba-tiba berdiri.

"Kha! Mau ke mana lo?"

Tidak mendapat jawaban, mereka bergegas mengekor Arkha.

Arkha tiba di pintu ruang drama, memperhatikan Zara dan Dirli yang berbincang mesra. Dirli mengusap helai rambut Zara yang di roll, menutupi dahi cewek itu. Bimo, Haris dan Udin ikut mengamati arah pandang Arkha.

Awalnya Zara benar-benar terkejut, tidak menyangka Dirli datang tanpa pemberitahuan, tiba-tiba saja hadir di hadapan Zara yang sedang dirias. Zara merasa dihinggapi ribuan kupu-kupu, sampai-sampai senyumnya terus merekah. Kedua pipinya merona oleh suara cie-cie yang membuat ruangan itu ramai. Belum lagi sikap hangat Dirli yang membuat semua gadis iri.

"Kamu cantik, Sayang."

Zara merasa pipinya hangat.

"Em, Kakak kenapa ada di sini?"

"Pengen lihat kamu tampil."

Dirli meraih punggung tangan Zara, mengusap lembut.

"Aku kangen banget sama kamu."

"Aku juga," balas Zara menahan lelehan hatinya.

Bukan hanya Arkha yang sedang memperhatikan kemesraan dua sejoli itu. Yuda yang duduk tidak jauh dari mereka pun mengamatinya, dengan wajah tertekuk.

"Lepasin tangan dia."

Zara dan Dirli spontan menoleh ke belakang, pada seseorang yang dengan beraninya menginterupsi perbincangan mereka.

Dirli tertawa jengah.

"Lo siapa? Zara itu cewek gue."

"Lo yang siapa? Bukan murid di sini, ngapain seenaknya nyelonong masuk ke sekolah ini?! Pake acara mesra-mesraan segala. Ini sekolah, bukan tempat buat pacaran!" cerocos Arkha membara.

"Apaan sih lo?" Zara berdiri, menatap Arkha marah.

"Jangan mesra-mesraan di sekolah. Jaga jarak! Inget, ini perintah bos!"

Dirli tertawa jengah. Siapa sebenarnya cowok yang tiba-tiba datang menghancurkan mood-nya, merusak suasana romantis mereka, bahkan cowok itu dengan entengnya melarang Zara. Dan apa tadi katanya, 'Bos'?

"Gue berhak ada di sini, karena gue sudah dapat izin dari kepsek." Dirli berdiri, mencondongkan wajahnya pada Arkha, menatap tajam.

"Izin buat pacaran?! Ngeles aja!" Arkha tidak mau kalah. Ia merasa terganggu melihat tampang Dirli.

Bimo dan Haris berlari ke dalam, masing-masing meraih satu tangan Arkha. Sedang Udin masih berdiri di pintu -cari aman.

"Udah, Kha, udah. Nggak usah cari masalah," bisik Haris pucat melihat raut garang Dirli.

"Ada apa ini?"

Suara pak Toyo langsung membuat semua yang ada di sana terdiam. Beliau tadinya berniat melihat kesiapan pemeran drama, namun justru menemukan keributan tidak penting.

"Ini Pak, orang ini seenaknya masuk ke sekolah kita." Arkha menunjuk Dirli dengan tatapan sengit.

"Dia itu kameramen untuk acara nanti. Pak kepsek sendiri yang mengizinkan."

Arkha seketika terdiam. Ia mendadak kikuk, tapi tetap berusaha untuk tidak terlihat bersalah.

"Sudah, sudah. Kamu kembali ke ruanganmu. Sebentar lagi paduan suara tampil," perintah pak Toyo membubarkan mereka.

Arkha dan teman-temannya beranjak pergi. Di depan pintu, Arkha kembali menoleh tajam pada Dirli yang juga masih memandangnya geram.

"Teman kamu?" tanya Dirli dengan suara kalem. Kedua matanya menatap Zara teduh, padahal Zara khawatir jika Dirli marah dan menduga yang tidak-tidak antara ia dan Arkha. Pada akhirnya, ia tertegun. Menyadari bahwa Dirli berbeda dari cowok biasanya. Dirli tidak semudah itu marah kepadanya. Dirli tidak akan membentak ataupun berkata kasar kepadanya. Tidak pernah.

"Bukan. Cowok aneh. Nggak penting kok," ujar Zara mengibaskan tangan.

%%%

Sweety Boss [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang