25

1K 48 1
                                    

Zara memasuki halaman samping kafe yang dipenuhi kerlip lampu warna-warni dan lampion merah muda yang mengantung di atas kepala. Jantungnya berdebar tidak karuan, serasa ingin lepas dari sarangnya. Beberapa kali ia menarik napas mencoba meredam kegugupan.

Malam itu Zara tampil sangat anggun. Meski hanya dengan gaun marun polos sebatas lutut-yang membuat kulit putihnya semakin terlihat cerah, Zara tampak begitu elegan dengan riasan yang fresh, tidak menor, dan tatanan rambut yang ia gerai rapi.

Ia terpukau menatap meja yang dihias begitu romantis. Di tengahnya ada rangkaian bunga segar, dikelilingi lilin-lilin kecil, serta kelopak mawar merah yang tersebar di kursi dan di atas rumput pendek sekeliling kaki meja.

Arloji di tangannya menunjukkan pukul 19.15 menit. Zara duduk di kursi, menoleh sekeliling, menanti Dirli.

Tadi sore Zara dikejutkan Joni yang mendatangi rumahnya dan mengatakan ada undangan dinner dari Dirli.

"Lo serius?" Zara tentu tidak langsung percaya apalagi pada si biang onar kelas itu.

"Yaelah, Ra. Ngapain juga gue bohong. Nggak ada untungnya buat gue."

"Iya juga, sih."

"Lo tinggal siap-siap aja, biar gue yang jemput lo."

Mau tidak mau, Zara akhirnya berangkat bersama Joni, dengan motor matic merah milik si biang rusuh itu.

Zara beberapa kali menoleh ke pintu masuk yang sepi. Kemudian melirik arloji lagi. Dirli belum juga datang. Namun, tidak lama kemudian Zara dibuat berdebar ketika seorang cowok muncul dari pintu samping kafe. Namun ia langsung manyun ketika tahu orang itu adalah Joni.

"Ra, pinjem hp lo. Hp gue ketinggalan. Gue mau ketemuan sama temen gue di sini. Dia belom tahu kafe baru ini."

Zara menatap sebal. Bisa-bisanya ponsel tertinggal. Ia terpaksa mengulurkan ponselnya, dengan peringatan, "jangan lama-lama!"

Joni segera menyambut ponsel cewek itu dan bergegas pergi. Zara mendengus. Padahal ia tadi baru saja berniat hendak menghubungi Dirli. Demi menghilangkan resah, Zara menyeruput jus buah naga di hadapannya. Ketika mendongak, ia mendapati Teddy Bear coklat muda berjalan mendekat.

Apaan sih, Kak Dirli. Ngapain coba pake kostum beruang begitu?

Zara tersenyum menahan geli sekaligus senang dengan ide lucu kekasihnya itu.

Zara langsung berdiri namun tetap berada di kursinya. Teddy Bear itu berjalan menggeser kursi dan duduk di hadapannya.

"Tumben banget Kakak pakai kostum kayak gitu."

Teddy Bear hanya mengangkat bahu. Zara tertawa gemas. Ia kemudian menyentuh pipi gembul si Teddy yang berbulu lembut.

"Kenapa nggak dibuka, Kak? Nggak gerah?"

Mendengar itu, si Teddy segera meraih kepala besarnya, dan perlahan membuka kostum itu. Zara berdebar menanti wajah tampan Dirli. Setelah sosok itu menampakkan wujud aslinya....

Cowok itu menatapnya tenang.

Berbeda dengan Zara yang terhenyak. Wajah tampan itu ternyata bukan Dirli! Teddy Bear di hadapannya itu adalah seseorang yang wajahnya masih memar oleh luka. Arkha Mahardika!!!

"Kok, lo di sini?" Zara bingung, heran, terkejut, tidak habis piker, semua beraduk jadi satu.

Arkha meletakkan kepala Teddy Bear di tanah. Ia menatap lamat-lamat pada Zara yang begitu cantik malam ini. Bahkan dengan eskpresi terkejut dan bingung seperti itu, Zara tetap manis.

Sweety Boss [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang