16

1K 54 0
                                    

Pak Toyo berdiri di tengah ruang ekstrakulikuler drama. Memandangi satu per satu para pemeran. Ada kurang lebih dua puluh orang. Setelah merasa semua personil hadir, pak Toyo membuka suara.

"Oke anak-anak. Sekarang kita latihan lebih fokus lagi, karena tersisa waktu satu minggu sampai acara pentas seni Bulan Bahasa Indonesia, yaitu 20 Oktober. Oh, ya, bagaimana dengan semua properti?"

"Semua sudah siap, Pak," jawab Yuda yang dibalas anggukan oleh pak Toyo.

Setelah mengingatkan pemeran pendukung mengenai akting mereka, pak Toyo memulai latihan. Semua telah menguasai naskah masing-masing. Pak Toyo senang melihat kemajuan latihan mereka, nyaris sempurna, sesuai harapan.

Siswa yang berada di ruang sebelah pun latihan dengan sungguh-sungguh. Mereka adalah tim paduan suara yang akan tampil di acara pentas seni. Di antaranya, ada Arkha dan Udin.

"Lo udah sembuh, Kha?" bisik Udin yang berbaris di sisi Arkha. Sejak jam kedua sampai bel pulang, Arkha masih di UKS, dan Udin tidak berani melihatnya. Sedang Arkha hanya tidur setelah Zara kembali ke kelas. Namun sekarang, ia ingin serius latihan agar bisa tampil maksimal dan tentu, tujuannya membuat Zara terpukau. Entah mengapa, melihat sikap cuek Zara, ia jadi ingin membuktikan bahwa ia sangat keren. Ia berambisi membuat Zara mengaguminya.

"Diem lo."

"Sori, Kha, nggak sengaja," bisik Udin memohon.

"Kalau nggak bisa main basket bilang dong. Belagu lo."

Udin terkekeh.

%%%

Kelas XI IPA 3 pagi itu mendadak ramai, berbeda dari biasanya. Banyak siswi berkerumun membawa minuman dan camilan. Semua berebut memberikannya pada Arkha yang jadi besar kepala melihat begitu banyak fansnya. Haris dan Udin kebagian bertugas menerima uluran minuman dan makanan dengan senang hati. Kebanyakan mereka siswi dari kelas sepuluh.

"Cepet sembuh, Kak Arkha."

"Itu dahinya masih merah gitu. Kasian ya, Kak Arkha."

"Makasih, ya, adik-adik manis...," ujar Arkha melempar senyum memikat, yang langsung membuat siswi-siswi itu kegirangan. Sebagian nyaris pingsan.

Zara yang melintas di koridor menoleh pada kehebohan di kelas itu.

"Sok-sok-an banget!" gerutunya lalu bergegas pergi.

%%%

"Whaatttt?!!! Arkha tahu soal Dirli?"

Zara baru saja menceritakan tentang ucapan Arkha di UKS kemarin dan langsung menimbulkan kehebohan.

"Jangan-jangan, dia mau jadi pepacor!"

"Apaan tuh?" tanya Keyla heran.

"Perebut pacar orang!"

"Jadi, maksud lo, Arkha suka sama Zara dan ngerebut Zara dari Dirli?"

"Bisa jadi!" Cici berasumsi penuh keyakinan.

"Nggak mungkin. Lo tahu sendiri kan Arkha itu benci sama Zara? Menurut gue, kemungkinan yang masuk akal itu Arkha cuma mau bikin hubungan Zara dan Dirli end! Bukan karena suka."

Zara hanya diam mendengar perdebatan kedua sahabatnya. Hingga tiba-tiba sebuah minuman kaleng mendarat manis di meja. Keyla dan Cici mengheningkan cipta. Zara memandang ke cowok yang tersenyum lembut padanya.

"Gue bilang juga apa. Nggak ada untungnya lo deket sama cowok kayak dia."

Zara masih diam, menatap Yuda datar.

"Minum dulu, Ra. Muka lo pucet."

"Makasih, Yud," sahut Zara tersenyum tipis. Ia memang masih kelelahan setelah tadi malam membantu bunda menggosok pakaian yang siap jadi.

%%%

Sepulang sekolah, Arkha dan teman-temannya berkumpul di paviliun. Haris dan Bimo lanjut nonton drama Korea. Sedang Udin asik melihat-lihat koleksi komik Arkha yang terjejer rapi di rak ruang tamu. Ada komik Naruto, Doraemon, Inuyasha, Conan dan masih banyak lagi, yang semuanya adalah karya animasi Jepang.

Udin sibuk membuka komik tanpa menghiraukan perbincangan temannya. Ia menemukan sebuah foto di dalam komik Doraemon. Ia berniat meledek Arkha namun segera diurungkannya ketika membaca tulisan di bagian bawah foto itu. Udin memilih diam dan mengembalikan komik itu ke tempat semula.

"Gara-gara Udin, dahi gue lebam begini." Arkha mengamati dahinya dalam kaca. "Tapi, ada untungnya juga. Ternyata banyak cewek-cewek yang respect ke gue."

"Kecuali Zara," celetuk Bimo.

"Sial lo. Tapi gue yakin, sebentar lagi Zara akan memuja gue, dan sejak itu gue nggak akan peduliin dia lagi, supaya dia nyesel pernah ngelawan gue."

"Pede amat," sahut Bimo.

"Tapi, berkat gue, lo dapat banyak makanan." Udin menepuk dadanya bangga.

"Iya, meski lo yang banyak ngabisin semuanya!" semprot Haris kesal mengingat Udin begitu rakus melahap makanan pemberian siswi-siswi itu.

"Tapi cara lo ekstrim, Din. Hampir melayang tuh kepala temen," Bimo melempar pop corn ke arah Udin.

"Bang Kai!"

Sebuah suara dari luar mengejutkan mereka. Tak lama, seorang anak remaja masuk dan berkacak pinggang melihat ruangan yang berantakan. Haris dan Bimo yang belepotan makan pop corn. Udin dengan keripik kentang tumpah ruah di lantai, dan Arkha yang melempar-lempar ketas ke udin sebagai pembalasan kekesalannya.

"Mama suruh jaga butik. Mama lagi ada perlu. Sekarang." Anak itu bergegas pergi setelah mengumumkan titah mamanya.

"Gila adek lo, Kha. Masih aja manggil lo bangkai," kata Bimo geli.

Mereka kompak terbahak sambil mengolok-olok Arkha.

%%%

Zara menepikan sepeda motor tua milik bunda ke parkiran sebuah butik besar. Ia baru saja membeli keperluan menjahit bunda dan tidak sengaja menemukan butik bertuliskan 'Beautiful Boutique'. Dalam hati, ia berencana ingin menyapa Bu Rani sekaligus melihat-lihat seperti apa isi butik mewah itu.

Baru selangkah menapak di dalam bangunan itu, Zara langsung disambut segarnya AC dan pengharum ruangan yang beraroma lembut. Banyak ragam pakaian berkelas yang dipajang pada manequeen, sebagian lagi tergantung di hanger. Zara ber-wah berkali-kali memandangi isi butik yang penuh dengan aneka pakaian modern.

Tapi ia belum menemukan sang pemilik. Zara terus berjalan lebih dalam. Sambil toleh kanan kiri, Zara tidak menyadari seseorang yang sedang mengecek pakaian sambil sesekali melirik nota di tangan. Hingga yang terjadi selanjutnya...,

"Awh!" pekik Zara saat menoleh ke dapan, justru hidungnya menabrak punggung seorang pria.

Zara mengusap hidungnya yang panas. Ketika pemilik punggung itu menoleh, spontan kedua mata Zara melebar.

"Lo?!!" teriak mereka bersamaan.

"Ngapain lo di sini?!" tanya Zara pada Arkha yang terbelalak.

"Lo yang ngapain di sini?!"

"Bukan urusan lo."

"Ngikutin gue ya?" selidik Arkha sambil mengerling.

"Ih, enggak banget!" Zara memutar bola matanya. "Lo itu kenapa tiba-tiba muncul, gue jadi ketabrak. Mau maling ya lo?"

"Sembarangan aja lo! Gue itu—"

"Stop! Gue nggak peduli lo ngapain." Tanpa ba-bi-bu, Zara langsung angkat kaki dari hadapan Arkha yang melongo. Ia tidak habis pikir dengan sikap Zara yang seenaknya memotong kalimatnya.

"Anaknya pemilik butik ini," lanjut Arkha menyelesaikan kalimatnya yang sudah jelas tidak akan didengar oleh Zara.

%%%

Sampai sini gimana komentarnya para reader yg manis nan baik hati tidak sombong rajin menabung??
Eeeh...
Gimana komentar ttg cerita ini...
Boleh dong bubuhkan kritik saran dan komentarnya...

Jangan lupa vote dan follow ya

Salam
Ernia

Sweety Boss [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang