3

1.5K 66 0
                                    

Hari ini, seperti biasa, Zara latihan drama di ruang khusus untuk ekskul drama, dibimbing Pak Toyo, guru bahasa yang selalu asik ketika mengajar, karena beliau punya cara menjelaskan yang ringkas, mudah dipahami, dan selalu diselingi dengan candaa...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari ini, seperti biasa, Zara latihan drama di ruang khusus untuk ekskul drama, dibimbing Pak Toyo, guru bahasa yang selalu asik ketika mengajar, karena beliau punya cara menjelaskan yang ringkas, mudah dipahami, dan selalu diselingi dengan candaan, tapi tetap fokus pada materi. Zara memang anak IPA, tapi ia sangat mencintai dunia teater. Kebanyakan anak teater berasal dari kelas Bahasa. Yang dari IPA, hanya ia dan Yuda, serta Monik dari kelas XI IPA 3. Karena Zara dan Yuda tergolong yang paling bagus dalam mendalami peran, mereka terpilih sebagai peran utama dalam teater yang akan ditampilkan di ajang perlombaan hari Bahasa dua minggu ke depan.

Teater kali ini, beliau mengusung kisah asmara yang membutuhkan banyak pemeran, sehingga setiap senin sampai kamis, selepas bel pulang, ruang drama ramai oleh anak-anak.

"Bermain drama itu bukan sekadar berbicara, bukan sekadar melihat lawan main. Tapi kalian harus merasakan bahwa kalian bukan diri kalian. Kalian adalah tokoh. Kalian harus membayangkan perasaan tokoh. Dan sekali lagi, bermain peran itu akan alami, jika kita kerahkan segenap hati."

Siswa-siswi yang duduk di lantai ruang drama itu mendengarkan dengan khusyuk.

Pukul tiga sore, kelas drama berakhir.

"Lo yakin mau nunggu bus?" tanya Monik pada Zara. Mereka berjalan bersama menuju halte.

"Ah lo, kayak nggak tahu gue aja. Gue kan udah biasa."

"Firasat gue nggak enak."

Zara memutar bola matanya. Monik, memang sedikit tidak wajar. Kata 'firasat'-nya itu tidak pernah absen dari mulutnya.

"Bener kata anak-anak, lo itu titisan Mama Laurent," ujar Zara tersenyum, mengingat teman-temannya yang memanggil Monik Mama Laurent versi 2017.

"Serius. Gue ngerasa ada aura buruk yang bakal nyamperin lo," kata Monik menampilkan muka horor.

"Iya, bener. Aura buruk itu elo, Monik," kata Zara disertai tawa.

"Ya elah, Ra. Bukan lah. Gue kan udah nyamperin lo. Yang gue bilang aura buruk yang bakal nyamperin lo."

"Ah masa sih?" tanya Zara dengan nada suara tidak percaya.

Dari kejauhan, seseorang duduk di atas motor ninja birunya. Tersenyum memperhatikan cewek dengan rambut poni pagar yang dibiarkan tergerai menggantung di kedua bahunya.

Zara dan Monik menoleh ke suara motor yang mendekat.

"Bareng gue aja, yuk, Ra," tawar cowok itu tersenyum hangat.

"Jadi, ini yang lo bilang aura buruk?" tanya Zara ke Monik yang menyipitkan mata memperhatikan Yuda.

"Kayaknya bukan deh. Gue nggak ngerasa ada firasat aneh kalau lihat Yuda."

Zara menatap Yuda datar.

"Berapa kali sih gue bilang, gue nggak suka nebeng. Gue nunggu bus."

Yuda tertegun sesaat. Jawaban yang sama. Tapi Yuda tetap tidak menyerah. Meskipun ia tahu Zara terlalu setia untuk berpaling ke cowok lain. Rasanya hal yang mustahil kalau ia bisa lebih dekat lagi dengan Zara. Yuda benar-benar iri pada Dirli. Ia menyesal sempat ragu untuk mengungkapkan cinta. Ia takut Zara menolak dan menghindarinya. Keraguannya itulah yang membuat ia kalah cepat.

Sweety Boss [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang