두와 🌸 sw;ch

185 40 0
                                    

mau kasih tau aja kalau di cerita ini agak berbeda dengan sebelumnya. keempat pemain kita enggak sering bersinggungan seperti dulu. sekarang mereka udah mulai menentukan pilihan siapa yang mereka mau atau apa yang akan mereka lakukan.

seperti seongwoo yang mulai nyerah sama sejeong, jadi mereka jarang ketemu sebagai bentuk move on seongwoo

atau daniel yang gak ngejar chungha lagi karena dia udah nentuin pilihannya yaitu aq

ya intinya gitu deh, jadi aku harap kalian bisa terima. tapi mereka pasti sesekali ketemu kok

maaf banyak omong ehehehe selamat membaca yeorobun




ch

"Coba dekati perempuan lain," usulku pada Seongwoo.

Seongwoo langsung menggeleng. Sejujurnya aku tidak mengekspektasi dia akan menolak ideku, bahkan tanpa pikir dua kali.

"Kenapa?" tanyaku penasaran.

"Maksud kamu, aku bakal jadiin dia pelarian gitu? Nggak ya, Chungha. Aku tahu rasanya, itu nggak enak. Aku nggak rela bagi-bagi," jawab Seongwoo diselingi candaannya yang garing.

"Bukan gitu, Seongwoo. Kenapa kamu berpendapat aku nyuruh kamu jadiin siapa pun orang itu pelarian kamu? Kadang seseorang itu butuh orang lain untuk move on. Kamu nggak perlu dengan gegabah deketin dia, terus tiba-tiba bilang sayang, ngajak jadian, dan berakhir enggak bahagia. Bukan itu maksud aku," ucapku.

Seongwoo menatapku penasaran. Sejujurnya aku tidak tahan bila ditatap olehnya dalam jangka waktu lama. Ini tidak baik untuk jantungku dan pipiku.

"Lalu?"

"Yaa.. mungkin kamu bisa deketin perempuan secara perlahan, pertemuan-pertemuan kecil yang seakan takdir yang mengatur bisa bikin kalian dekat. Dimulai dengan percakapan kecil yang terkesan basa-basi, kemudian mulai perhatian, dan akhirnya dia sadar kamu tertarik sama dia. Mungkin hal seperti itu. Aku juga enggak terlalu paham," jawabku.

Saat aku menjawab tadi, Seongwoo tidak berhenti menatapku, sama denganku yang tidak berhenti mengaduk frappe-ku dan melihatnya berputar di dalam gelas.

"Daripada kamu menghapal teorinya, lebih baik segera praktik saja," saranku lagi.

"Menurut kamu, ini akan berhasil?" tanya Seongwoo.

"Setidaknya kamu jadi tidak ada waktu untuk memikirkan Sejeong," jawabku.

"Dan kalau aku sakit hati lagi?"

"Maka pintarlah kamu memilih perempuan itu, Seongwoo."

"Oke, aku akan menentukan siapa gadis pertama yang beruntung itu." Seongwoo mengangguk penuh semangat.

Bolehkah aku berharap jika pada akhirnya kamu memilihku?

sw

Setelah mempertimbangkan usulan Chungha, aku pun menyetujuinya. Awalnya aku tidak menentukan siapa target pertamaku. Bahkan aku sempat meminta saran dari Chungha yang pada akhirnya ia tolak. Namun aku langsung tahu siapa gadis itu.

Aku bertemu dengannya saat ia datang ke Kedai Harapan. Aku pernah bertemu dengannya sebelumnya, namun hanya bicara basa-basi lalu selesai. Berbeda dengan hari ini yang entah kenapa dengan lancarnya aku membuka percakapan.

Aku mengenalnya sebagai Kei. Gadis manis yang entah mengapa menarik perhatianku.

"Mau pesan apa, Kei?" tanyaku mencoba bersikap ramah.

Dia terlihat terkejut sebelum menyebutkan pesanannya.

Sambil menunggu, dia memilih untuk duduk di depanku. Bukan di meja yang telah disediakan.

"Kupikir kamu menunggu teman," celetukku.

"Tidak," jawabnya disertai dengan senyum manis. "Omong-omong, kamu mengetahui namaku rupanya."

"Kita satu angkatan, Kei," ucapku. "Dan aku pernah beberapa kali melihat kamu datang bersama temanmu yang memanggil namamu terlalu keras," lanjutku.

Kei tertawa kecil.

"Dan kamu tahu namaku?"

"Tentu saja. Seongwoo," jawabnya. "Siapa yang tidak tahu kamu? Laki-laki yang tidak bosannya tersenyum bahkan pada orang yang tidak kamu kenal."

"Wah, ternyata aku seterkenal itu ya," candaku yang lagi-lagi hanya ditanggapi dengan tawa kecilnya.

Ketika pesanannya tiba, dia pamit pergi padaku.

"Aku baru pertama kali mengobrol denganmu, Seongwoo. Dan ternyata rumor itu benar, kalau kamu orang yang menyenangkan," ucap Kei.

Aku tersenyum. "Bagaimana kalau kita bertemu besok siang? Di kantin? Itu pun jika kamu tidak keberatan."

"Call."

Aku membalas lambaian tangannya ketika ia melangkah keluar kedai. Aku bahkan lupa, sejak tadi Sejeong sama sekali tidak muncul si pikiranku.



this is our end — 2 — end

[1.2] this is our endTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang