dn
Selesai belajar awalnya aku ingin mengantar Sejeong pulang. Namun ibu melarangku.
"Ibu udah lama nggak lihat atau denger kalian jarang bareng, mumpung lagi malem sabtu nih. Kalau malem minggu kan tempat buat kencan pasti rame."
Aku udah bilang Sejeong capek, Sejeong kangen rumah, dan lain sebagainya, ibu langsung menggeleng.
"Nanti ibu bilangin ke bunda, udah sana kalian pergi. Nanti ibu mau liat foto kalian sebagai buktinya ya."
Dan berakhirlah aku bersama Sejeong di salah satu kafe, duduk berhadapan di temani dua cangkir minuman yang mengeluarkan asap.
Aku merasa canggung, namun tidak dengan Sejeong. Aku yakin itu.
Sejak tadi dia hanya tersenyum sambil menatap kedua mataku.
"Aku harus bilang makasih sama ibu kamu, Nyel," ucap Sejeong membuka percakapan. Walaupun aku tahu aku tidak akan menyukai pembahasan kali ini, namun setidaknya aku harus bersyukur dia mau menghancurkan kecanggungan di antara kami.
"Kenapa?" tanyaku setengah hati, tidak ingin mendengar jawabannya.
"Jadi bisa berdua sama kamu," jawabnya lalu terkekeh.
"Jangan terlalu senang, Sejeong," ucapku.
"Nggak apa-apa." Sejeong tersenyum. "Kalau nanti aku udah nggak bisa senang, gimana?"
"Jangan ngomong sembarangan ya," ucapku kesal.
"Kenapa?"
Aku diam, tidak mengerti.
"Memangnya kamu mau menjadi kebahagiaan aku? Kamu mau menjamin aku terus bahagia, Nyel?" tanya Sejeong.
"Bukan begitu," bantahku.
"Lalu apa? Kenapa kamu bilang aku tidak boleh mengatakan hal tadi?"
"Aku mau kamu bahagia," jawabku.
"Lalu kenapa kamu tidak berusaha agar keinginan kamu terpenuhi?" tanya Sejeong.
"Karena kebahagiaan kamu bukan sama aku, Sejeong," jawabku lagi.
"Kamu tahu dari mana? Siapa yang bilang kayak gitu? Tuhan?" Sejeong menatapku. "Nyatanya aku sejak tadi terus senyum tiap bareng kamu. Danyel, kamu itu udah berubah. Percaya atau enggak, aku udah nggak pernah nangis gara-gara kamu."
Entah kenapa, aku merasa lega mendengarnya.
"Aku yakin kamu bisa jadi seseorang yang lebih baik lagi. Aku nggak nunggu, aku cuma akan bantu. Walaupun nanti di akhir kamu nggak bisa memberikan kebahagiaan yang aku mau, aku akan tetap bersama kamu sampai kamu menemukan kebahagiaan kamu yang juga berdampak baik buat aku," ucap Sejeong, lalu ia menggenggam tanganku.
Aku mengangguk lalu ikut tersenyum tipis. Rasanya seperti ada aliran listrik ketika Sejeong menyentuh tanganku, yang memberi energi lebih untuk hatiku berdebar dengan kencang.
sj
Setelah menghabiskan dua jam lebih di kafe, aku dan Daniel pun memutuskan pulang. Kami juga sudah mengirimkan foto sesuai permintaan ibu.
Kini kami sedang berjalan kaki menuju rumahku.
"Udah malem, walaupun deket aku nggak akan kasih kamu pulang sendirian."
Siapa sih yang nggak baper ketika gebetannya perhatian sama kita?
Yah, aku nggak mau berharap banyak sih. Tapi tentu saja ada sedikit harapan itu bersemayam di hatiku. Aku ingin bukan hanya aku yang mengartikan perhatian Daniel akhir-akhir ini sebagai bentuk balasan terhadap perasaanku.
Daniel memang belum membuka hatinya untukku. Namun setidaknya dia sudah menerimaku di kehidupannya. Tinggal satu langkah lagi agar aku dapat kembali masuk. Namun langkah itu adalah langkah terberat dalam perjuanganku.
Aku tidak akan menyia-nyiakan perjuanganku selama ini hingga mundur. Tidak akan pernah.
this is our end - 6 - end
maaf itu penutupnya apa banget wkwkwkwk
btw, selamat berpuasa man teman, semoga berkah dan dapat membuat kita menjadi lebih baik lagi yaaa. semangat!!
-hana
KAMU SEDANG MEMBACA
[1.2] this is our end
Fanfic"Aku tahu ini akan sulit, namun aku pun tahu, kita bisa melewatinya" "Sejak kapan positif bertemu negatif akan berujung baik?" "Aku tidak akan memaksamu, tapi aku yakin secara perlahan kamu akan menerimaku" "Jangan kejar aku, aku tidak pantas mendap...